Bencana Ilmu Pengetahuan Sosial Modern

Oleh: Hanif Nurcholis 

Guru Besar Universitas Terbuka 

Ilmu pengetahuan sosial modern alih-alih semakin kuat dan valid, justru semakin lemah dan penuh bias.

Inilah “krisis epistemologi” dalam ilmu pengetahuan sosial. Seharusnya, ilmu pengetahuan berkembang ke arah yang lebih ketat dan berbasis fakta empirik, tapi justru berbasis data subyektif sehingga terjadi degradasi validitas.

1. Ilmu Sosial Menjadi Semakin Lemah
a) Ilmu Sosial Kehilangan Kepastian Obyektif. Ilmu alam (fisika, kimia, biologi) memiliki fakta yang tetap dan bisa diuji secara universal.

Ilmu sosial dulu mencoba meniru model ini melalui positivisme yang berbasis fisika sosial tapi sekarang semakin banyak memasukkan data subjektif dan interpretatif yang sulit diverifikasi dan difalsifikasi.

Kesimpulan dalam ilmu sosial sering berubah, tergantung siapa yang meneliti, metode yang dipakai, dan konteks sosial-politiknya.

b) Dominasi Data Subjektif yang Diperlakukan Seolah-olah Data Obyektif Ilmiah

Survei opini, polling politik, dan psikometri semakin dominan. Padahal data dari sini adalah fakta sibyektif karena berasal dari respon manusia atas fakta di luar dirinya yang tidak bisa diuji secara fisik. Opini dan persepsi seseorang hari ini bisa berubah besok, tetapi dalam ilmu pengetahuan sosial modern data beginian dianggap valid. Data subyektif kok valid. Penelitinya makin tidak paham apa arti valid/sahih.

Klaim tersebut berbahaya karena banyak orang percaya bahwa data survei opini dan persepsi = fakta objektif, padahal hanya refleksi emosi sementara yang sangat subyektif.

c) Bias Ideologi dan Kepentingan Politik

Banyak penelitian sosial saat ini tidak murni ilmiah, tetapi dikendalikan oleh kepentingan politik, ekonomi, atau kelompok tertentu. Hasil penelitian sering dibentuk untuk mendukung narasi tertentu daripada benar-benar mencari kebenaran. Misalnya: Survei pemilihan presiden sering digunakan untuk menggiring opini publik, bukan untuk menemukan realitas sebenarnya.

d) Kurangnya Replikasi dan Standar Ketat
Dalam ilmu alam, eksperimen bisa diulang dengan hasil yang sama (replikasi).

Dalam ilmu pengetahuan sosial, banyak studi tidak bisa direplikasi, karena data sosial selalu berubah. Lebih-lebih data opini dan persepsi yang sangat subyektif.

Ini membuat ilmu sosial lebih rentan terhadap bias dan manipulasi.

2. Bagaimana Seharusnya Ilmu Sosial Berkembang?

a) Kembali ke Prinsip Empirisme yang Ketat
Ilmu pengetahuan sosial harus fokus pada data yang benar-benar bisa diobservasi dan diuji ulang. Inilah oleh Comte disebut fisika sosial (social physic).

Jangan memaksakan metode kuantitatif pada fenomena subjektif yang tidak bisa diukur dengan presisi.

Gunakan pendekatan multi-metode, tidak hanya survei, tetapi juga pengamatan langsung, studi historis, dan eksperimen sosial yang lebih objektif.

b) Membedakan antara Fakta dan Opini
Jangan mencampur adukkan fakta empirik objektif dengan opini dan persepsi subjektif. Jika sesuatu adalah opini atau persepsi sebut sebagai opini atau persepsi yang subyektif, jangan diklaim sebagai “fakta empirik obyektif”.

Ilmu sosial harus transparan dalam membedakan data keras (data ekonomi, statistik kriminal) dari data lunak (opini publik, persepsi sosial).

c) Menghindari Bias Ideologi
Penelitian sosial harus independen dari kepentingan politik dan ekonomi.

Pendekatan kritis harus diterapkan terhadap semua hasil penelitian, termasuk dari lembaga yang dianggap kredibel.

Ilmu harus mencari kebenaran, bukan membangun narasi untuk kepentingan tertentu.

Bencana Epistemologi dalam Ilmu Sosial

Ilmu sosial seharusnya semakin kuat, tetapi justru semakin lemah karena terlalu banyak bergantung pada data subjektif.

Fenomena seperti survei yang bias, penelitian yang dipengaruhi ideologi, dan kurangnya replikasi membuat ilmu sosial kehilangan validitasnya. Ilmu sosial modern justru makin tidak sahih sehingga diragukan keilmiahan dan manfaatnya.

Untuk memperbaiki ilmu sosial, kita harus kembali ke prinsip empirisme ketat, membedakan fakta dari opini, dan menghindari bias politik.

Jika ini tidak diperbaiki, ilmu sosial akan semakin kehilangan kredibilitas dan berubah menjadi alat propaganda, bukan ilmu yang mencari kebenaran.

Total
0
Shares
Previous Article

BINUS Perkuat Perannya dalam Pengembangan Talenta AI di Indonesia melalui Kemitraan Strategis

Next Article

Kepala Dinas Kesehatan, Hadiri Peresmian Rumah Sehat dan Penyerahan Mobil Ambulance oleh PT. Asmin Bara Baronang

Related Posts