JAKARTA || Ekpos.com – Ada kalanya pimpinan harus berada di garis terdepan menjadi contoh bagi hakim dan aparatur di bawahnya.
Mahkamah Agung (MA) menggelar acara Pembinaan Kepemimpinan Peradilan sebagai rangkaian kegiatan Laporan Tahunan Mahkamah Agung Republik Indonesia 2024 pada Rabu (19 Februari 2025).
Acara yang digelar di Balairung Gedung Tower MA tersebut, dimulai pada pukul 19.30 WIB, dengan dihadiri oleh Ketua MA, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, para Ketua Kamar MA, para Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc pada MA, Panitera dan Sekretaris MA, para Pejabat Eselon 1 pada MA, para Ketua/Kepala Pengadilan Tingkat Banding pada empat lingkungan peradilan seluruh Indonesia, para Pejabat Eselon 2 pada MA serta para Ketua/Kepala Pengadilan Tingkat Pertama pada empat lingkungan peradilan seluruh Indonesia. Turut hadir dua narasumber dalam acara pembinaan ini, yaitu Prof. Rhenald Kasali, Ph.D dan Erry Riyana Hardjapamekas, S.E.
Acara dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Hymne Mahkamah Agung. Kemudian diawali dengan pembacaan doa yang dipandu oleh Ketua Pengadilan Agama Magelang, Dr. Nurhasan, S.H.I, M.E.
*Refleksi Kinerja dan Harapan pada 2025*
Ketua MA, Prof. Dr. H. Sunarto, S.H, M.H, membuka secara resmi acara Pembinaan Kepemimpinan Peradilan tersebut dengan prolog bahwa Presiden Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto, telah mengundang Ketua MA, Wakil Ketua MA beserta para peserta yang hadir dalam kegiatan Sidang Istimewa Laporan Tahunan MA untuk hadir ke Istana Negara pada Kamis (20 Februari 2025) pukul 15.00 WIB.
Undangan Presiden RI tersebut, disampaikan langsung kepada dirinya sebelum Sidang Istimewa Laporan Tahunan MA dimulai.
“Beliau (red-Presiden RI) merasa, sebagai kepala negara yang menandatangani SK pengangkatan calon hakim menjadi hakim, juga menandatangani SK pensiun hakim, namun tidak tahu orangnya (red-para hakim),” ungkap Sunarto singkat yang menambahkan bahwa undangan kunjungan ke Istana Negara tersebut adalah dalam rangka audiensi.
Selanjutnya, Sunarto dalam pidato sambutannya menguraikan beberapa hal sebagai refleksi atas kinerja MA dan peradilan di bawahnya setahun lalu. Begitu juga berupa harapan-harapan untuk kinerja yang lebih baik lagi di 2025.
Prof. Sunarto turut menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi atas kerja sama yang telah terjalin sehingga MA dan peradilan di bawahnya berhasil meraih berbagai penghargaan.
Ia mengaku, berbagai capaian tersebut merupakan bukti konkret kesungguhan dan kerja sama dari pengadilan tingkat pertama, tingkat banding dan MA dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Harapannya, capaian 2024 tersebut dapat dipertahankan dan ditingkatkan kembali pada 2025.
Ketua MA kelahiran Sumenep tersebut, turut mengajak untuk melakukan introspeksi diri dengan bertanya pada hati nurani, apa yang telah kita berikan pada institusi?
“Pertanyaan tersebut penting digaungkan kembali agar rasa memiliki atau sense of belonging terhadap organisasi semakin menguat dan diharapkan dapat menjadi motivasi bagi kita untuk tidak menodai instansi yang kita cintai ini,” ujar Sunarto yang dianugerahi gelar Guru Besar Kehormatan Universitas Airlangga pada 2024.
Jadilah Role Model, Tutup Celah Perilaku Korupsi
Sunarto mengingatkan, pengadilan tingkat banding sebagai kawal depan (voorpost) Mahkamah Agung dalam fungsi pengawasan dan pembinaan. Kewenangan tersebut berbanding lurus dengan harapan agar pimpinan pengadilan tingkat banding dapat menjadi role model.
Kemudian, Ketua MA ke-15 tersebut mengutip sebuah ungkapan yang diucapkan oleh Kasman Singodimedjo kepada Haji Agus Salim, yaitu “Een Leidersweg is een lijdensweg. Leiden is lijden.”
Sunarto menuturkan, jalan memimpin bukan jalan yang mudah, memimpin itu terkadang menderita. Kalimat yang ia kutip tersebut, memiliki makna kesederhanaan hidup dan mengajarkan bahwa menjadi pimpinan tidak selalu identik dengan fasilitas mewah.
“Karena ada kalanya pimpinan harus berada di garis terdepan menjadi contoh bagi hakim dan aparatur di bawahnya,” imbuh Sunarto.
Sunarto berpesan bagi yang berada di MA maupun di pengadilan tingkat banding yang hendak melaksanakan kunjungan kerja, agar tidak membebani satuan kerja yang dituju. Hal ini dalam rangka menutup celah yang berpotensi dimasuki perilaku korupsi melalui pengumpulan dan penggunaan dana yang tidak tersedia dalam anggaran resmi (nonbudgeting). Pernyataan Sunarto tersebut diikuti dengan tepuk tangan dari para peserta.
Selain itu, Sunarto berharap agar menjunjung tinggi etika profesi dalam bekerja. Hal ini sebagaimana sudah menjadi pengetahuan umum, perbuatan korupsi ada yang dilakukan karena kebutuhan (corruption by needs) dan ada yang dilakukan karena keserakahan (corruption by grood).
Berbicara mengenai antikorupsi, Sunarto mengungkap pada 2023, MA mendapatkan hasil indeks Survei Penilaian Integritas (SPI) yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan nilai 74,93.
Menurutnya, angka tersebut sangat jauh di bawah apabila dibandingkan dengan indeks SPI pada 2021 yang memperoleh 82,72. Adanya penurunan nilai SPI tersebut disebabkannya karena adanya dua faktor pengurang nilai, yaitu kecukupan data/informasi dan fakta masih terjadinya korupsi yang dilakukan oleh aparatur badan peradilan.
“Hal ini menjadi renungan bagi kita. Perbuatan nirintegritas yang dilakukan seseorang tidak hanya berdampak pada diri sendiri, namun juga berdampak pada lembaga. Mohon direnungkan,” ujar Sunarto tegas.
Hadirkan Pelayanan Publik yang Berkarakter
Tak hanya itu, Sunarto turut mengajak MA dan seluruh jajaran peradilan di bawahnya untuk meningkatkan level pelayanan publik. Dari yang semula pelayanan publik transaksional, semu dan pragmatis menjadi pelayanan yang berkarakter.
Pelayananan publik yang transaksional merupakan pelayanan yang paling rendah tingkatannya. Di mana, pelayanan dilakukan karena ada transaksi atau imbalan antara pemberi dan penerima pelayanan. Sedangkan pelayanan semu, dilakukan dengan prinsip asal selesai tanpa mempertimbangkan apakah pelayanan tersebut sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) atau tidak.
Adapun pelayanan pragmatis, ia menambahkan, yaitu pelayanan yang hanya melihat untung dan ruginya kita memberikan pelayanan. Hanya menyelesaikan pekerjaan tanpa dibarengi nilai-nilai yang bersifat transendental. Karena kepentingan agar dapat promosi, mutasi yang baik jika bekerja dengan baik. Oleh karena itu, ia mengajak untuk menghadirkan pelayanan yang berkarakter semaksimal mungkin dengan disertai nilai-nilai transendental.
“Caranya, cukup meniatkan bekerja untuk melayani kepentingan Tuhan di dunia. Dalam Islam, mari kita niatkan dengan tulus ikhlas lillahi ta’ala tanpa pamrih,” imbau Ketua MA yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua MA Bidang Yudisial itu.
Promosi Jabatan Berbasis Kapabilitas dan Integritas
Ke depannya, Sunarto melanjutkan, promosi jabatan harus berbasis kapabilitas dan integritas dan tidak semata-mata berdasarkan senioritas. Hal ini dilakukan guna memberikan peluang lebih besar untuk memiliki pemimpin yang efektif dan adil.
Ia menjelaskan, promosi jabatan berbasis kapabilitas dapat mendatangkan dampak yang positif yaitu:
1. Kinerja yang lebih baik. Pengisian yang sesuai dengan kapabilitas akan meningkatkan kinerja individu dalam menjalankan tugasnya dan berkontribusi pada pencapaian tujuan organisasi.
2. Pengembangan karir. Individu yang ditempatkan dalam jabatan sesuai dengan kapabilitasnya akan memiliki kesempatan untuk berkembang lebih lanjut dan memajukan karir.
3. Meminimalisir tingkat bongkar pasang (turn over), sehingga akan meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi yang dapat mengurangi tingkat turn over.
Selain kapabilitas, Sunarto menyatakan bahwa, pengisian jabatan juga akan dilakukan berbasis integritas.
“Salah satu indikator orang yang berintegritas adalah selalu menjunjung tinggi kejujuran sedangkan orang yang mengalami krisis integritas akan dihantui dengan rasa was-was, rasa bersalah dan/atau penyesalan,” pesan Sunarto singkat.
Pada kesempatan yang sama, Sunarto turut mengajak agar berusaha memantaskan diri sebelum nantinya dapat duduk pada posisi penting di MA.
“Sanggupkah saudara?” tanya Sunarto tegas kepada para peserta dengan diikuti jawaban kesanggupan dari para Ketua/Kepala Pengadilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama tersebut.
Memantaskan diri dapat dilakukan dengan dua hal, yaitu meningkatkan intelektualitasnya dan senantiasa menjaga integritas.
“Itu saja modalnya. Tidak perlu modal PDKT, apalagi modal setoran. Gak musim sekarang,” ujar Sunarto.
Para pimpinan MA terus berupaya untuk mewujudkan pondasi kelembagaan yang lebih kuat agar kelak dapat meninggalkan legacy peradilan yang lebih efektif, independen dan berwibawa. Hal ini disebabkan, kekuasaan kehakiman bersumber dari kepercayaan publik.
Sebab, tanpa kepercayaan, putusan pengadilan hanya menjadi teks hukum yang mati dan tidak memiliki makna serta tidak ada manfaatnya bagi masyarakat pencari keadilan.
Setelah Ketua MA membuka secara resmi acara pembinaan tersebut, acara dilanjutkan dengan pemaparan dari dua narasumber yang kerap berkontribusi dalam bidang tata kelola pemerintahan dan perubahan organisasi yaitu Prof. Rhenald Kasali, Ph.D dan Erry Riyana Hardjapamekas, S.E dengan dimoderatori oleh Hakim Agung MA, Dr. Nani Indrawati, S.H, M.Hum. (Red).