Damai Hari Lubis (Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
JAKARTA || Ekpos.com – Hasto Kristiyanto/HK sedang berupaya pra peradilan status Tersangka/TSK dirinya oleh Termohon KPK sehingga butuh wujud kepastian hukum melalui Putusan Prapid Pengadilan Negeri Jaksel. Dan upaya hukum memiliki kemungkin putusan yang opsinya dikabulkan atau ditolak, dalam perspektif hukum sah atau batal status TSK terhadap HK.
Memang HK pernah sebelumnya mangajukan upaya prapid. Namun upaya itu kandas, lantaran hakim sepakat dengan Termohon KPK bahwa prapid yang diajukan HK obscur (tidak jelas), dalam makna hukum putusan hakim prapid tidak menyatakan status penetapan Tersangka/TSK Hasto oleh KPK sudah sesuai ketentuan hukum (KUHAP) Jo. Undang-Undang Tipikor.
Sekali pun status TSK HK dinyatakan oleh Hakim Prapid PN Jaksel adalah sah, bukan berarti asas praduga tak bersalah hilang keberlakuannya, karena ada tercantum penjelasan umum KUHAP butir 3 huruf C dan dalam Pasal 66 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa terdakwa dianggap tidak bersalah selama persidangan masih berlangsung atau tahapan peradilan pada tingkat judeks facti (peradilan tingkat pertama) belum berkekuatan hukum tetap oleh judeks juris (pengadilan tingkat terakhir) Mahkamah Agung RI atau vonis inkracht.
Dan logika hukumnya saat ini terhadap HK dengan belum digelarnya perkara dipersidangan pengadilan Tipikor sebagai Terdakwa, tentunya, penahanan terhadap HK adalah kecerobohan atau prematur, karena penahanan oleh KPK bukan hasil OTT/Operasi Tertangkap Tangan, semestinya harus lebih dahulu melewati beberapa tahapan proses yang hasilnya pun (vonis) masih bersifat alternatif (belum limitatif), diantaranya berkemungkinan secara hukum HK bebas atau lepas, atas dasar faktor:
1. Eksepsi oleh pihak (kuasa hukum) terdakwa bisa saja HK dibebaskan dari dakwaan melalui putusan sela oleh Hakim Majelis,
2. HK vonis bebas karena tak terbukti (vrijspraak) atau bebas onslag karena perkara yang dituduhkan bukan sebuah pelanggaran tindak pidana korupsi atau bukan gratifikasi.
Sehingga perilaku KPK yang menahan HK merupakan bentuk arogansi kekuasaan, seolah pasal terkait asas praduga tak bersalah yang tertera pada KUHAP namun dimata KPK bukan merupakan hukum atau justru KPK meng-kalim bahwa keputusan lembaga KPK merupakan ketentuan hukum yang harus diberlakukan?
Maka KPK mesti diingatkan, selain ketentuan tentang Praduga Tak Bersalah yang ada dalam KUHAP juga terdapat di dalam Pasal 18 ayat (1) UU. No.39 Tahun 1999 Tentang HAM dan tertera pada Pasal 8 UU. No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Resiko hukumnya, andai isi putusan Hakim Tunggal Prapid menyatakan status penetapan HK sebagai TSK oleh Termohon KPK tidak sah, atau HK bebas dari dakwaan oleh putusan sela, atau HK mendapat vonis vrijspraak atau onstlag, maka KPK yang terlanjur menahan HK beresiko melanggar HAM yang dimiliki HK. Sehingga HK dapat menuntut Para Penyidik KPK dan atau seluruh Anggota KPK. ***