Perseteruan Pertemuan Presiden Trump dan Zelensky di Oval Office

DEBAT SENGIT-Tampak perdebatan sengit antara Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky dan Presiden AS, Donald Trump-Sugiyanto (SGY)-Emik. (Foto-IST/INT).

JAKARTA || Ekpos.com – Pertama-tama, saya ingin mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa. 1 Ramadan 1446 H/2025 M jatuh pada hari Sabtu, 1 Maret 2025. Saya juga ingin menyampaikan permohonan maaf lahir dan batin atas segala khilaf yang ada.

Dalam tulisan ini, sebenarnya banyak permasalahan nasional dan isu terkait Jakarta yang dapat diangkat. Namun, saya memilih untuk membahas perseteruan antara Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, yang terjadi di Oval Office, Gedung Putih.

Beberapa hari terakhir, beredar video viral yang mengganggu pikiran saya, adu mulut antara dua pemimpin dunia. Kejadian ini berlangsung pada Jum’at (28 Februari 2025), ketika Trump dan Zelensky awalnya bertemu untuk membahas kesepakatan yang memungkinkan AS memperoleh akses lebih besar ke mineral tanah jarang Ukraina dan menggelar konferensi pers bersama.

Namun, suasana berubah tegang ketika Zelensky mempertanyakan kecenderungan Trump, yang memenangkan Pilpres 2024 melawan Kamala Harris, terhadap Rusia dan presidennya, Vladimir Putin. Zelensky merasa curiga karena dalam beberapa pekan terakhir, AS semakin intens menjalin hubungan dengan Rusia.

Pernyataan ini memicu kemarahan Trump dan Wakil Presiden JD Vance, yang langsung meneriaki Zelensky di hadapan para diplomat serta media internasional.

Peristiwa ini tampak tidak masuk akal. Bagaimana mungkin pertemuan resmi dua kepala negara berujung pada kericuhan? Bahkan, Zelensky sampai harus segera meninggalkan AS. Pertengkaran yang disaksikan dunia ini sungguh memalukan dan menjadi preseden baru dalam diplomasi global.

Dari kejadian ini, ada beberapa pelajaran penting bagi Indonesia:
– Pertama, negara harus berhati-hati dalam menerima bantuan dari negara lain tanpa memahami maksud dan tujuannya. Contohnya, bantuan AS untuk Ukraina dalam perang melawan Rusia kini berubah menjadi tuntutan pengembalian dana dari Trump. Ia meminta kompensasi dalam bentuk minyak atau sumber daya lain sebagai balasan atas bantuan yang diberikan selama pemerintahan Joe Biden. Ini menjadi pelajaran agar Indonesia tidak terjebak dalam skema serupa, di mana bantuan berujung pada eksploitasi sumber daya nasional.
– Kedua, Indonesia harus tegas dalam memastikan bahwa setiap bantuan atau dukungan dari luar negeri memiliki dasar hukum yang jelas dan mengikat. Ukraina awalnya mendapat dukungan penuh dari AS dalam menghadapi Rusia, tetapi kini Trump justru meminta negara itu berdamai dengan Rusia.

Perubahan kebijakan yang mendadak ini tentu membingungkan Ukraina dan negara-negara Eropa lainnya. Indonesia harus memastikan bahwa setiap kesepakatan internasional tidak berubah seiring pergantian kepemimpinan di negara mitra.
– Ketiga, penting bagi Indonesia untuk menjaga kedaulatan dan harga diri bangsa, terutama dalam diplomasi. Contohnya, Presiden Zelensky dikritik karena mengenakan pakaian tempur saat bertemu Trump.

Padahal, sebagai pemimpin negara yang sedang berperang, keputusannya untuk tidak memakai jas adalah bentuk solidaritas terhadap rakyatnya. Seharusnya, Negeri Paman Sam tidak mempermasalahkan hal ini.

Sebenarnya, menjelang bulan suci Ramadan, saya enggan menulis artikel agar bisa lebih fokus beribadah. Artikel terakhir saya membahas Jakarta, yaitu “Pramono-Rano Harus Antisipasi Manuver Pejabat yang Berebut Jabatan di Awal Pemerintahan.”

Banyak isu nasional dan Jakarta yang menarik untuk dianalisis, seperti kasus viral lagu “Bayar, Bayar, Bayar” yang mengkritik kepolisian, pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax, penahanan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, serta kontroversi sistem perpajakan Coretax dan pemeriksaan pajak, seperti, SP2DK kepada UMKM dan lainnya. Ada juga isu tuntutan mahasiswa terkait “Indonesia Gelap” serta desakan untuk mengadili Presiden Jokowi.

Di Jakarta, salah satu isu penting adalah penghentian pembangunan ITF yang digantikan dengan RDF. Saat ini, pembangunan ITF telah dihentikan, sementara RDF yang dibangun di Rorotan dengan anggaran APBD sekitar 1,3 triliun rupiah mengalami penghentian uji coba karena menimbulkan bau dan mengganggu lingkungan masyarakat sekitar.

Ada juga program 100 hari Gubernur Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno, serta apakah program ini sesuai dengan Rencana Pembagunan Daerah (RPB) 2023-2026 yang dibuat eks Gubernur Anies Baswedan dan APBD 2024 yang disusun oleh Pj Gubernur Teguh Setyabudi.

Selain itu, ada juga banyak persoalan rekomendasi BPK yang belum ditindaklanjuti Pemprov DKI, dugaan kerugian BUMD PT. Jakpro akibat proyek seperti JIS dan Formula E, dan revitalisasi TIM, serta dugaan KKN dalam pembagian bansos COVID-19 di era Gubernur Anies Baswedan.

Meski banyak isu menarik untuk ditulis, saya memilih menunda dan lebih menikmati ibadah di bulan Ramadan.

Namun, kejadian adu mulut antara Trump dan Zelensky begitu penting hingga saya merasa perlu menyorotinya. Kejadian ini berpotensi memicu konflik global, bahkan kemungkinan perang dunia ketiga, sebagaimana disinggung Trump dalam perdebatan tersebut.

Jakarta, Minggu 2 Maret 2025

Wassalam,
Sugiyanto (SGY)-Emik

Total
0
Shares
Previous Article

Asep: Pemerintah dan Swasta harus Kerjasama Tangani Sampah di Pasar

Next Article

Wali Kota dan Jajaran Sahur Bersama di Pasar Caringin

Related Posts