Bandung, Ekpos.com – Sidang perkara dugaan penggelapan dan penipuan Rp.100 miliar dengan terdakwa MT makin menarik perhatian. Ternyata perkara ini terindikasi Window Dressing, untuk menaikan performa dan bukan hutang piutang.
Hal itu terungkap dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus pada Kamis 6 Maret 2025.
Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Tuty Haryati menghadirkan ahli perbankan dari Universitas Tarumanagara Ir. Roy B. Tulaar, S.H., M.H., MBA.
Roy B. Tulaar menegaskan bahwa tindakan pelapor The Siauw Thjiu yang mencairkan cek-cek atas nama MT menggunakan perusahaan milik pelapor The Siauw Thjiu sesuai dengan cek-cek yang akan dicairkan, dimana cek-cek yang dicairkan tersebut dibagi-bagi ke atas nama istri dan circle orang dekat pelapor.
Dana tersebut kembali lagi ke perusahaan milik pelapor, menurut ahli transaksi yang demikian dapat digolongkan Window Dressing (istilah bahasa Indonesia Dekorasi Jendela), yakni strategi untuk mempercantik rekening koran agar terlihat perputarannya bagus untuk memanipulasi performa perusahaan atau laporan keuangan perbankan agar bisa mendapatkan investor.
Dalam persidangan salah satu tim kuasa hukum terdakwa Dr. Yopi Gunawan, SH, MH, MM, memperlihatkan kepada ahli beberapa rekening koran dan bukti fisik cek atas nama MT yang telah dicairkan oleh pelapor The Siauw Thjiu, Tjindriawaty Halim (istri pelapor), Budi Halim (kakak istri pelapor), PT. Jaya Mulya Raya (perusahaan milik Budiman Halim).
Dari rekening tersebut terlihat sebelum cek-cek tersebut dicairkan oleh pelapor terlebih dahulu pelapor mentransfer dananya ke rekening atas nama MT dan terlihat dalam rekening tersebut jarak transfer dengan pencairan cek-cek nya dalam hari yang sama.
Menurut ahli transaksi yang demikian jelas digolongkan Window Dressing dimana modus ini sering digunakan untuk memperlihatkan performa keuangan perusahaan agar investor tertarik atau bank dapat memberikan kredit baru.
“Namun modus ini bisa tampak jelas dan bisa dijerat pidana bagi pelapor karena memiliki kelemahan,” ujar Roy.
Selanjutnya tim kuasa hukum terdakwa Dr. Yopi Gunawan menanyakan kepada ahli terkait pencairan cek dimana sebelum cek tersebut dicairkan maka pelapor akan mentransfer lebih dahulu ke rekening pemilik cek dalam hal ini rekening atas nama MT, pertanyaan apakah transaksi yang demikian itu lazim?
Menurut ahli itu tidak lazim karena cek itu sebagai alat pembayaran artinya si penerima cek menerima pembayaran dari Pembuka/pemilik cek menjadi pertanyaan besar mengapa si penerima cek tersebut malah mentransfer lebih dulu dananya baru ceknya dicairkan.
Oleh karenanya yang demikian jelas digolongkan Window Dressing. Karena kalau transaksi bisnis antara terdakwa dan pelapor harus memiliki underline misalnya hutang piutang, ada PO dll.
“Kalau dilihat dari sisi perbankan ini menyalahi aturan hukum perbankan dan aturan dari BI dan perbuatan pelapor bisa terkena pidana”, ujar Roy B. Tulaar.
Biasanya pola Window Dressing dilakukan dengan menggunakan 1 atau 2 rekening, namun mereka masih satu circle.
Bahkan sekarang ini, modus Window Dressing kerap menggunakan 10 rekening atau lebih dimana uang yang disetor diputar-putar keluar masuk, debet dan kredit uang di rekening circle itu-itu saja, meskipun berbeda orang tapi yang jelas orang-orang terdekat dan tidak mungkin orang yg tidak dikenal karena kalau tidak dikenal uangnya bisa hilang.
Untuk membedakannya adanya Window Dressing atau bukan bisa dilihat dari nilai debet dan kredit, biasanya jumlah uang masuk dan uang keluar uang tidak jauh berbeda. Itu modus kelompok Window Dressing,” ujar Roy B. Tulaar
Pihak perbankan, tambah Roy, akan melihat performa transaksi keuangan perusahaan seolah-olah cantik, padahal dana yang diputar hanya segitu-segitu saja. Jadi menurut dia, dalam kasus ini antara pelapor dan terdakwa ini, harus dilihat secara menyeluruh.
Yopi Gunawan, SH menanyakan kepada ahli mengenai perbedaan antara cek yang sudah dicairkan dengan cek yang belum dicairkan, keterangan ahli menegaskan bahwa apabila cek tersebut sudah dicairkan maka cek-cek tersebut akan ditarik oleh bank penerbit cek dan dibelakang cek ada nama dan tanda tangan yang mencairkan cek.
Yopi Gunawan juga meminta kepada JPU untuk memperlihatkan cek-cek atas nama MT yang disita.
Setelah ahli melihat cek-cek tersebut ahli berpendapat bahwa cek-cek tersebut belum dicairkan karena dibelakang cek masih bersih tidak ada tanda tangan yang menandakan bahwa cek tersebut sudah di cairkan, sehingga cek-cek tersebut tidak dapat dikatakan cek kosong.
“Yang disebut cek kosong adalah ketika cek tersebut dicairkan ke bank dan bank mengecek rekening dari pemilik cek tersebut dan ternyata setelah di cek tidak ada dananya maka cek tersebut dapat dikatakan kosong atau tidak ada dananya dan pihak bank akan membuat surat SP kepada pemilik cek tersebut.