Makan Bergizi Gratis: Investasi Strategis dengan Manfaat Berlipat bagi Indonesia

Oleh: Hamdan Hamedan (Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan)

JAKARTA || Ekpos.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) resmi dimulai, sebuah kebijakan historis dan strategis yang pada tahun pertama menargetkan setidaknya 15 juta anak penerima manfaat. Program ini bukan sekadar kebijakan populis, melainkan investasi strategis dalam pembangunan sumber daya manusia dan ekonomi nasional. Lebih dari 70 negara di dunia telah menerapkan kebijakan serupa, menjangkau 418 juta anak, dengan bukti manfaat yang luar biasa bagi kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial dan perekonomian.

Namun, bagaimana dampaknya dalam konteks Indonesia? Seberapa besar manfaat program ini dibandingkan dengan investasi yang dikeluarkan? Untuk menjawabnya, penulis menggunakan pendekatan cost-benefit analysis (CBA) berdasarkan metodologi yang dikembangkan oleh Stephen Verguet et al dalam The Broader Economic Value of School Feeding Programs in Low- and Middle-Income Countries. Estimasi ini menggunakan pendekatan konservatif, yang berarti bahwa manfaat riil yang dihasilkan kemungkinan jauh lebih besar dari yang diproyeksikan.

Dari aspek kesehatan, salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia adalah anemia pada anak-anak, yang berdampak langsung pada fungsi kognitif, energi dan produktivitas masa depan mereka. Saat ini, 1 dari 3 anak di Indonesia mengalami anemia, kondisi yang dapat menghambat perkembangan mereka secara signifikan.

Program MBG diperkirakan mampu mengurangi prevalensi anemia hingga 20%, yang berarti dapat mencegah 960.000 kasus anemia setiap tahunnya. Jika dikonversikan ke dalam nilai ekonomi berdasarkan Disability-Adjusted Life Years (DALY), manfaat ini setara dengan Rp91,17 triliun.

Dari perspektif pendidikan, MBG terbukti meningkatkan kehadiran siswa di sekolah. Studi global menunjukkan bahwa program pemberian makanan gratis dapat meningkatkan kehadiran siswa hingga 5,5 hari per tahun. Dengan meningkatnya kehadiran, kualitas pendidikan pun terdongkrak. Mengacu pada estimasi konservatif dari Bank Dunia, setiap tambahan tahun pendidikan dapat meningkatkan pendapatan hingga 5%.

Dengan asumsi ini, manfaat jangka panjang MBG terhadap peningkatan pendapatan masa depan anak-anak diperkirakan mencapai Rp37,93 triliun. Dari sisi perlindungan sosial, MBG menjadi solusi nyata bagi keluarga pra-sejahtera. Dengan asumsi biaya makan Rp10.000 per anak per hari selama 200 hari sekolah, setiap keluarga dapat menghemat Rp2 juta per tahun. Namun, mengingat hanya 59% anak Indonesia yang sarapan sebelum sekolah, tidak semua keluarga mendapatkan manfaat penuh dari program ini. Jika dihitung secara konservatif, total dampak sosial dari MBG mencapai Rp47,71 triliun.

Ini menegaskan bahwa, MBG tidak hanya berperan sebagai intervensi gizi, tetapi juga sebagai kebijakan perlindungan sosial yang efektif, membantu meringankan beban rumah tangga keluarga pra-sejahtera dan memungkinkan mereka mengalokasikan anggaran ke kebutuhan lain.

Dari perspektif ekonomi, MBG memiliki dampak besar terhadap perekonomian lokal, khususnya bagi petani kecil. Jika setengah (50%) bahan pangan program ini dipasok dari petani lokal, permintaan terhadap produk pertanian dalam negeri akan meningkat signifikan. Dengan estimasi ini, guna memenuhi kebutuhan MBG di tahun 2025, Indonesia membutuhkan 445.604 ton bahan pangan, yang berarti melibatkan 148.535 petani kecil dalam rantai pasok nasional.

Secara ekonomi, program ini berpotensi meningkatkan pendapatan tahunan petani kecil hingga Rp2,91 juta, atau 55,6% lebih tinggi dari pendapatan tahunan mereka sebelumnya. Namun, manfaat ekonomi MBG tidak berhenti di situ. Dampak yang lebih luas juga terlihat dalam penciptaan lapangan kerja baru. Di tahun pertama, program ini akan didukung oleh 5.000 Satuan Pelaksana Pemberian Gizi (SPPG) yang melayani setidaknya 15 juta penerima manfaat.

Jika setiap SPPG rata-rata mempekerjakan 50 orang, maka di tahun 2025, SPPG MBG diproyeksikan menciptakan hingga 250.000 lapangan kerja baru yang tersebar di 38
provinsi. Tanpa memperhitungkan manfaat ekonomi dari SPPG saja, rasio manfaat-biaya (Benefit-Cost Ratio, BCR) sudah mencapai 2,5 kali lipat dari investasinya. Artinya, dengan investasi setidaknya Rp71 triliun pada tahun 2025, program ini diperkirakan menghasilkan total manfaat sebesar Rp177,24 triliun, yang berarti setiap Rp1 yang diinvestasikan menghasilkan Rp2,5 dalam bentuk manfaat bagi negara.

Dan dengan rencana penambahan anggaran oleh Presiden, dampak ekonomi yang dihasilkan tentunya akan bertambah besar. Namun, angka ini masih dalam batas konservatif dan belum memasukkan dampak penuh dari penciptaan lapangan kerja serta multiplier effect terhadap ekonomi lokal.

Jika faktor-faktor ini diperhitungkan, dampaknya akan lebih signifikan lagi. Jika memperhitungkan keseluruhan dampak ekonomi, baik langsung maupun tidak langsung, maka hasilnya kemungkinan besar akan sejalan dengan temuan World Food Programme (WFP) yang menunjukkan bahwa di Indonesia, setiap investasi US$1 dalam program makan di sekolah dapat menghasilkan manfaat ekonomi hingga US$6.

Secara global, laporan WFP (2022) mencatat bahwa program makanan sekolah telah menciptakan lebih dari 4 juta lapangan kerja di 85 negara, dengan rata-rata 1.377 pekerjaan per 100.000 anak penerima manfaat. Ini semakin memperkuat bahwa Indonesia, dengan setidaknya 15 juta penerima manfaat di 2025, bisa menciptakan lebih dari 250.000 pekerjaan langsung hanya dari sektor ini, belum termasuk dampak ekonomi tidak langsung.

Banyak negara maju telah lebih dulu mengadopsi program serupa karena memahami bahwa masa depan sebuah bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Jepang, Swedia dan negara-negara Eropa telah menjalankan kebijakan ini selama puluhan tahun dan berkontribusi pada tingginya daya saing tenaga kerja mereka di tingkat global. Jika program ini tidak membawa manfaat nyata, negara-negara tersebut tentu sudah menghentikannya sejak lama. Namun, fakta bahwa program ini terus berlanjut dan bahkan diperkuat menunjukkan bahwa dampaknya signifikan dan berkelanjutan.

Bukan tanpa alasan Presiden Prabowo Subianto menegaskan, “MBG adalah investasi strategis bagi masa depan kita.” Dengan manfaat yang telah terbukti di berbagai negara, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengoptimalkan program ini guna membangun generasi yang lebih unggul dan berdaya saing. MBG faktanya bukanlah eksperimen yang coba-coba, tetapi bagian dari best practice dunia yang telah sukses diterapkan dan dibuktikan.

Dengan implementasi yang tepat, MBG akan menjadi salah satu pilar utama dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045 mewujudkan SDM unggul, ekonomi yang lebih mandiri dan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat. **

Total
0
Shares
Previous Article

Peduli Sesama, Polres Demak Bagikan Takjil dan Borong Dagangan Pedagang Kaki Lima

Next Article

Kejaksaan RI Hadir Ditengah-tengah Warga Terdampak Banjir

Related Posts