Menjaga Etos Kerja di Bulan Ramadhan: Pantaskah  kita Mengeluh Beraktivitas di bulan puasa?

Oleh : A.Rusdiana

Artinya: Siapa pun yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya (QS At-Talaq: 2-3).

Terkait Rizki yang tidak disangka-sangka, Khusus bagi guru ASN daerah ke rekening guru “yang tadinya kadan’ diterima 3 bulan sekali .. dengan proses yang pang dan berbelit.” Kali ini, Presiden Prabowo Subianto, memberikan sambutan dalam peluncuran penyaluran tunjangan guru ASN daerah ke rekening guru di Plaza Insan Berprestasi, Gedung Kemendikdasmen, Jakarta, 13 Maret 2025. Program tersebut sebagai salah satu langkah strategis Presiden Prabowo untuk melaksanakan percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan dan capaian program prioritas bidang pendidikan.(Kompas, 13/3/2025). Bukankah itu “rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka” ?  Tidak hanya sampai disitu, Kesejahteraan guru adalah faktor penting yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Guru yang merasa dihargai dan sejahtera secara finansial cenderung lebih fokus dan berdedikasi pada pekerjaannya. Studi menunjukkan bahwa peningkatan kesejahteraan guru dapat berdampak langsung pada kualitas pembelajaran yang mereka berikan. Oleh karena itu, penyaluran tunjangan ini menjadi bagian penting dari upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kata kuncinya terletak pada tuntutan etos kerja. Wallahu A’lam.

Etos kerja dalam Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki semangat dan motivasi dalam bekerja serta berusaha dengan penuh kesungguhan. Bekerja adalah bagian dari ibadah, bahkan merupakan salah satu bentuk jihad fi sabilillah. Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an, surah Al-Jumu’ah ayat 10:

Artinya: Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (QS Al-Jumuah: 10).

Ayat ini menunjukkan bahwa setelah kita menunaikan kewajiban kita kepada Allah, yaitu shalat, kita diperintahkan untuk bertebaran di muka bumi, bekerja dan berusaha mencari rezeki dari karunia Allah. Ini menunjukkan bahwa bekerja dan mencari nafkah adalah suatu hal yang sangat dianjurkan dalam Islam, selama itu dilakukan dengan cara yang halal dan tidak melalaikan kewajiban kepada Allah.

Rasulullah saw juga memberikan teladan kepada kita tentang pentingnya etos kerja. Beliau bersabda: Tidaklah seorang di antara kalian memakan suatu makanan yang lebih baik daripada hasil kerja tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud as juga makan dari hasil kerja tangannya sendiri (HR Bukhari).

Hadits ini menegaskan bahwa bekerja dengan tangan sendiri, dengan usaha yang halal dan penuh semangat, adalah sesuatu yang mulia di sisi Allah. Nabi Daud as, meskipun seorang nabi, tetap bekerja dengan tangannya sendiri dan tidak bergantung pada orang lain.

Sebagai salah satu amal yang memiliki nilai ibadah, semestinya bekerja, terutama bagi Muslim yang sudah memiliki kewajiban mencari nafkah, menjadi salah satu kegiatan bernilai pahala yang akan diganjar berlipat ganda oleh Allah swt.  Bukankah? Kemandirian ekonomi merupakan salah satu prinsip yang menjadi perhatian agama Islam. Sehingga, Islam juga sangat mengapresiasi umat Muslim yang memiliki semangat etos kerja tinggi, terlebih jika ia sudah memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarga. Dalam satu sabdanya Rasulullah menyampaikan,

Artinya: “Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Dawud as memakan makanan dari hasil usahanya sendiri.” (HR Al-Bukhari) .

Jika kita amati dengan seksama, pengambilan contoh Nabi Adam sebagai salah satu potret sosok yang memiliki semangat etos kerja tinggi menyiratkan pesan bahwa umat terdahulu saja sudah menjunjung tinggi kemandirian ekonomi, apalagi umat Nabi Muhammad yang menyandang status umat terbaik dibanding generasi sebelum-sebelumnya.

Hanya, kehadiran bulan suci Ramadhan kadang dianggap ‘membebani’ oleh sebagian umat Muslim yang menilainya sebagai momen penghambat produktivitas dan penurunan etos kerja. Kondisi tubuh yang lapar dan haus membuat bulan puasa kadang dikambinghitamkan oleh sebagian orang sebab menurunkan stamina tubuh.

Padahal, seharusnya Ramadhan menjadi momen bagi setiap Muslim untuk lebih giat lagi dalam bekerja. Sebagai salah satu aktivitas yang memiliki nilai pahala, semangat etos kerja di bulan puasa memiliki nilai ganjaran lebih dibanding pada bulan-bulan lainnya. Bukankah Rasulullah saw selalu memberi motivasi kepada para sahabat ketika hendak menyambut Ramadhan,

Artinya, “Wahai manusia sekalian, telah tiba bulan yang agung lagi mulia. Bulan yang di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dibanding seribu bulan. Allah telah menjadikan puasanya wajib dan shalat malamnya sebagai amal sunnah. Barangsiapa melakukan satu ibadah sunnah pada bulan ini, maka pahalanya setara dengan satu ibadah wajib di bulan lainnya. Dan barangsiapa menunaikan satu ibadah wajib pada bulan ini, maka pahalanya seperti menunaikan tujuh puluh ibadah wajib di bulan lainnya.” (HR Ibnu Khuzaimah).

Untuk itu, kita harus menyadari bahwa selain sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menciptakan kemandirian ekonomi, bekerja dengan baik di bulan Ramadhan juga memiliki nilai pahala lebih, apalagi Rasulullah sudah menyampaikan bahwa bekerja memiliki sejumlah pahala yang beragam. Berikut adalah beberapa di antaranya.

Pertama: Bekerja Bernilai Sedekah; Rasulullah saw pernah menyampaikan bahwa salah satu ibadah yang paling utama di bulan Ramadhan adalah bersedekah. Seorang Muslim yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya akan memperoleh pahala sedekah. Dalam satu hadits diriwayatkan,

Kedua: Bekerja sebagai Penghapus Dosa; Selain bekerja memiliki nilai sedekah, bekerja mencari nafkah juga menjadi salah satu penghapus dosa yang paling ampuh. Rasulullah pernah manyampaikan bahwa jerih payah mencari nafkah bisa menjadi penebus dosa yang tidak bisa dilakukan oleh amal-amal ibadah lain. Dalam satu hadits diriwayatkan.

Artinya, “Dari Rasulullah saw, beliau bersabda, ‘Dari sekian dosa terdapat jenis dosa yang tidak dapat ditebus kecuali dengan kesusahan (perjuangan) dalam mencari penghidupan (keluarga).’” (HR at-Thabarani, Abu Nu’aim, dan al-Khatib).

Ketiga: Bekerja Ladang umuk meraih Surga;  Meraih surga merupakan idaman bagi setiap Muslim. Bagaimana tidak, surga disebutkan sebagai tempat terbaik yang keindahannya tidak bisa dibayangkan oleh siapapun. Bisa memasukinya tentu sebuah prestasi Muslim yang sangat dibanggakan. Salah satu amal ibadah yang bisa mengantarkan seorang hamba ke tempat mulia ini adalah bekerja untuk menafkahi keluarga. Dalam satu hadits diriwayatkan,

Artinya, “Siapa saja yang memiliki tiga putri, lalu memenuhi nafkah mereka dan memperlakukan mereka dengan baik sehingga Allah menjadikan mereka mandiri terhadap ayahnya, niscaya Allah jadikan surga untuknya. Sudah pasti. Kecuali ia mengamalkan jenis dosa yang tidak dapat diampuni (seperti syirik).” (HR Al-Kharaithi).

*Artikel ini merupakan esensi khutbah Jumat,14 Maret 2025

*Penulis adalah gubes,tutor, pembina YPI Al-Misbah Kota Bandung- YPI Tresna Bhakti Kabupaten Ciamis

Total
0
Shares
Previous Article

Tips Memilih Aplikasi CRM yang Tepat untuk Bisnis Anda

Next Article

Aksi Heroik, Satgas Yonif 715/Mtl Bantu Evakuasi Anak Papua ke RS

Related Posts