Presiden Prabowo Sebaiknya Instruksikan Menteri BUMN Erick Thohir, untuk Ganti Total Direksi dan Komisaris Pelindo

 

JAKARTA || Ekpos.com – Kemarin, Sabtu (19 April 2025), saya menulis sebuah artikel berjudul “Tanjung Priok Lumpuh Total dan Serentetan Masalah Jakarta: Gubernur Pramono Tunjukkan Sikap Tenang dan Komitmen terhadap Tanggung Jawab Moral.” Tulisan tersebut menyoroti sikap tanggung jawab moral Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, yang patut diapresiasi. Namun, artikel itu belum menyentuh inti persoalan yang sebenarnya terjadi.

Sebagai seseorang yang lahir dan besar di Kelurahan Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta, saya memahami secara mendalam kompleksitas yang melingkupi aktivitas bisnis di Pelabuhan Tanjung Priok. Mulai dari urusan kepelabuhanan, pengelolaan kontainer, hingga persoalan kemacetan yang nyaris menjadi masalah kronis dan terus berulang dari waktu ke waktu.

Terkait dengan masalah kemacetan parah yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok, saya ingin menyampaikan bahwa kejadian ini telah merugikan banyak pihak, baik dari sisi ekonomi maupun sosial. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, merasa perlu memikul tanggung jawab moral dengan menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Jakarta.

Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa kemacetan tersebut bukan merupakan kesalahan dari Gubernur DKI Jakarta. Meskipun pihak Pelindo telah menyampaikan permintaan maaf, hal itu saja dirasa belum cukup untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Untuk memberikan efek jera dan mencegah agar kejadian serupa tidak terulang kembali, diperlukan langkah tegas dari Pemerintah Pusat.

Dalam hal ini, Presiden Prabowo Subianto diharapkan dapat turun tangan langsung dengan memberikan instruksi kepada Menteri BUMN, Erick Thohir, untuk segera mengevaluasi dan mengganti seluruh jajaran direksi, komisaris, serta manajemen terkait yang dinilai bertanggung jawab atas terjadinya kemacetan ini. Langkah tegas ini penting sebagai bentuk akuntabilitas dan pembenahan sistemik, agar ke depan tidak terjadi kelalaian serupa.

Diketahui, pihak PT. Pelabuhan Indonesia atau Pelindo telah menjelaskan terkait permasalahan yang terjadi. Lonjakan volume bongkar muat di Terminal NPCT 1 Pelabuhan Tanjung Priok menjadi penyebab utama, yang dipicu oleh kedatangan tiga kapal di luar jadwal, yaitu MSC Adu V, Ever Balmy dan Starship Venus. Ketiga kapal tersebut seharusnya tiba lebih awal, namun mengalami keterlambatan sehingga akhirnya bersandar secara bersamaan di luar slot waktu (window) yang telah ditentukan, dan menyebabkan penumpukan aktivitas bongkar muat.

Akibatnya, volume bongkar muat melonjak dari kapasitas normal 2.500 truk kontainer per hari menjadi 4.200 truk kontainer dalam satu hari. Situasi ini diperparah oleh peningkatan aktivitas ekonomi pasca-Lebaran dan libur panjang, yang mendorong jasa logistik mempercepat pengiriman dan penarikan kontainer.

Lonjakan tersebut menyebabkan kepadatan di pelabuhan dan berdampak langsung pada lalu lintas menuju dan dari Tanjung Priok.

Merujuk pada penjelasan tersebut, saya mempertanyakan mengapa ketiga kapal, MSC Adu V, Ever Balmy, dan Starship Venus, tidak dialihkan untuk sandar dan melakukan bongkar muat di terminal lain, seperti UPK1 dan UTPK-Koja. Seandainya kapal-kapal tersebut dibagi ke terminal-terminal tersebut, persoalan kemacetan yang terjadi sangat mungkin bisa diminimalisir.

Sebagai informasi, Pelabuhan Tanjung Priok memiliki total kapasitas bongkar muat antara 6 juta hingga 8-12 juta TEUs (twenty-foot equivalent units) per tahun. Sementara itu, NPCT 1 — terminal yang menjadi titik kemacetan akibat kedatangan tiga kapal secara bersamaan, hanya memiliki kapasitas sekitar 1,5 juta TEUs per tahun, dengan kemampuan penanganan truk kontainer sekitar 2.500 unit per hari.

Sebaliknya, Terminal UPK1 memiliki kapasitas sekitar 1,5 hingga 1,6 juta TEUs per tahun dan juga mampu melayani hingga 2.500 truk kontainer per hari. Sementara itu, UTPK-Koja memiliki kapasitas sekitar 900.000 hingga 1 juta TEUs per tahun, dengan kapasitas truk kontainer mencapai sekitar 1.300 unit per hari.

Dengan mempertimbangkan kapasitas tersebut, pembagian beban bongkar muat seharusnya bisa dilakukan secara lebih merata. Jika ketiga kapal tersebut dialihkan atau dibagi ke UPK1 dan UTPK-Koja, distribusi arus peti kemas kemungkinan besar bisa lebih lancar. Hal ini juga dapat mencegah penumpukan truk kontainer di satu titik, khususnya di NPCT 1, sehingga kemacetan parah seperti yang terjadi pada Kamis, 17 April 2025, dapat dihindari.

Selain itu, seharusnya Pihak Pelindo juga harus menyiapkan contigency plan atau rencana darurat. Hal ini penting untuk menghindari situsasi yang tak terduga yang dapat menggangu oprsional atau bisnis, termasuk macet total di pelabuhan Tanjung Priok.

Kemacetan parah yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok telah menjadi viral dan mengejutkan publik di seluruh negeri. Dampaknya sangat luas, termasuk dirasakan langsung oleh masyarakat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakart. Opini negatif terhadap persoalan kemacetan di Jakarta pun semakin menguat, memperumit upaya pemerintah dalam menjelaskan solusi atas permasalahan tersebut kepada publik.

Di media sosial, bahkan beredar gambar kereta barang yang turut terjebak kemacetan, terpaksa berhenti akibat kemacetan parah yang melumpuhkan aktivitas di kawasan pelabuhan.

Oleh karena itu, saya memandang perlu adanya tindakan tegas berupa pergantian total jajaran direksi, komisaris, serta pihak-pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kemacetan ini. Langkah tersebut penting sebagai bentuk evaluasi menyeluruh dan upaya pencegahan agar kejadian serupa tidak kembali terulang.

Sejatinya, saya memiliki pemahaman yang cukup mendalam terkait berbagai persoalan yang ada di Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk itu, saya akan menyampaikan masukan secara langsung kepada Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. Hal ini penting agar Jakarta tidak terus-menerus terdampak kemacetan yang disebabkan oleh aktivitas ekspor-impor di pelabuhan, sekaligus agar dapat dirumuskan solusi yang tepat dan berkelanjutan.

Sudah saatnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menginisiasi pembahasan secara komprehensif guna mencari solusi konkret atas permasalahan kemacetan di Pelabuhan Tanjung Priok. Bagaimanapun juga, Pelabuhan Tanjung Priok berada dalam wilayah administratif Provinsi DKI Jakarta. Meskipun kemacetan parah yang terjadi bukan disebabkan oleh kesalahan Pemerintah Provinsi, dampaknya tetap menjadi beban yang harus ditanggung oleh Pemprov DKI Jakarta maupun oleh masyarakatnya.

Jakarta, Minggu 20 April 2025

Wassalam, Sugiyanto (SGY)-Emik,
Warga Asli Tanjung Priok, Jakarta Utara-Provinsi DKI Jakarta

Total
0
Shares
Previous Article

Musyawarah Desa Khusus Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih Tahun 2025

Next Article

Warga Banjar Wijaya Jadi Korban Penipuan Sembako Murah, Polisi Minta Korban Lain Melapor

Related Posts