Bandung, Ekpos.com
Wawancara Eksklusif dengan: Prof. Dr.H.A.Rusdiana,MM. Guru besar Manajemen Pendidikan UIN Bandung. Dewan Pembina PERMAPEDIS Jawa Barat; Dewan Pakar Perkumpulan Wargi Galuh Puseur. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Mishbah Cipadung Bandung dan Yayasan Pengembangan Swadaya Mayarakat Tresna Bhakti Cinyasag Panawangan Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat
“Nilai Bageur bukan hanya etika lokal Sunda, tetapi fondasi karakter holistik generasi emas Indonesia dalam menghadapi era digital dan global 5.0.”
Memasuki era 5.0 dan menyongsong Indonesia Emas 2045, bangsa ini menghadapi tantangan besar dalam membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter kuat. Di tengah krisis moral global dan tantangan sosial digital, nilai-nilai lokal menjadi kekuatan yang tidak boleh diabaikan. Salah satunya adalah nilai “Bageur” dari falsafah Gapura Panca Waluya di Jawa Barat: Cageur (sehat), Bageur (baik), Bener (benar), Pinter (pintar), dan Singer (gesit). Dalam perspektif antropologi pendidikan, Ralph Linton menjelaskan bahwa budaya diturunkan melalui tiga proses utama: sosialisasi, enkulturasi, dan internalisasi. Nilai Bageur—yang mencerminkan kebaikan hati, kejujuran, dan budi pekerti luhur—adalah bagian dari warisan budaya yang perlu ditanamkan sejak dini sebagai pondasi karakter bangsa.
Tokoh pendidikan nasional seperti Ki Hadjar Dewantara dan R.A. Dewi Sartika menegaskan pentingnya pendidikan berbasis nilai luhur dalam membentuk manusia seutuhnya. Nilai ini sejalan dengan tujuan global seperti SDGs (Sustainable Development Goals) dan didukung oleh pendekatan Kurikulum Cinta (Nasaruddin Umar) serta deep learning (Abdul Mu’ti). Ditambah lagi, nilai kebaikan holistik ini diperkuat dengan ajaran QS An-Nahl: 90 dan Hadist Nabi tentang akhlak mulia sebagai tanda iman yang sempurna. Namun dari lima pilar Gapura Panca Waluya, nilai Cageur (sehat) sudah banyak dieksplorasi dalam program pendidikan jasmani, tetapi Bageur sebagai kebaikan moral justru sering terabaikan. Padahal, kebaikan hati adalah akar dari semua keutamaan karakter. Tulisan ini bertujuan menjawab tiga pertanyaan mendasar seputar eksplorasi nilai Bageur dalam kebijakan pendidikan dan tantangannya di era 5.0:
Pertama: Apa saja nilai holistik yang bisa dieksplorasi dari konsep Bageur menuju Indonesia Emas 2045? Nilai Bageur bukan sekadar “berbuat baik”, tetapi meliputi: 1) Empati sosial: membangun kepedulian terhadap sesama; 2) Kejujuran dan integritas: nilai dasar dalam kepemimpinan dan tata kelola; 3) Tanggung jawab pribadi dan sosial: kunci produktivitas dan keberlanjutan; 4) Rasa hormat dan toleransi: penting dalam keberagaman budaya Indonesia; 4) Spiritualitas luhur: sebagai penyeimbang dari teknologi dan modernitas. Nilai-nilai ini dapat dikembangkan melalui metode pembelajaran tematik, berbasis proyek (PBL), serta praktik langsung dalam kegiatan sosial dan komunitas sekolah.
Kedua: Peluang apa yang bisa digali dari konsep Bageur dalam konteks era 5.0? Era 5.0 menuntut human-centered society masyarakat berbasis kecerdasan buatan namun tetap menomorsatukan nilai kemanusiaan. Bageur menjadi kunci dalam: 1) Membangun etika digital dan tanggung jawab sosial di media sosial; 2) Menumbuhkan karakter kolaboratif dan toleran dalam ruang virtual kerja; 3) Menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan nilai moral lokal yang adaptif dan fleksibel; 4) Menjadi landasan pembuatan algoritma edukatif yang mempromosikan kebaikan dan kejujuran. Dengan demikian, Bageur adalah “nilai masa depan” yang tak hanya lokal tapi juga relevan secara global.
Ketiga: Pesan edukasi apa yang bisa disampaikan kepada Gen Z melalui konsep Bageur? Untuk Gen Z, nilai Bageur harus dikomunikasikan dalam bahasa yang kontekstual: 1) “Berani baik di era digital adalah bentuk keberanian sejati.”, 3) “Karakter unggul bukan tren, tapi fondasi kesuksesan.”3) “Jadilah pintar dan baik sekaligus: itu kunci menjadi manusia unggul 5.0.” Pendekatan edukasi harus bersifat interaktif, naratif, dan berbasis aksi nyata, seperti melalui vlog reflektif, kampanye media sosial, hingga komunitas digital berbasis nilai.
Singkatnya Nilai Bageur, merupakan landasan karakter holistik yang tidak hanya relevan secara kultural, tetapi juga strategis dalam menghadapi era 5.0 dan menuju Indonesia Emas 2045. Melalui integrasi dengan Kurikulum Cinta dan pendekatan deep learning, Bageur dapat membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara digital tetapi juga luhur secara moral.
Melalui tulisan ini, merekomendasikan kepada para pemangku kependingan pendidikan: 1) Guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai Bageur dalam pembelajaran lintas kurikulum; 2) Pemerintah dapat mengembangkan kebijakan pendidikan karakter yang berbasis kearifan lokal dan teknologi digital; 3) Gen Z perlu terus diajak berpikir bahwa being good is a strength, bukan kelemahan.
Dengan menanamkan nilai Bageur secara konsisten, kita tidak hanya merawat warisan budaya, tapi juga membentuk generasi masa depan yang siap menghadapi tantangan global dengan hati yang kuat dan pikiran yang cerdas.***