Bandung, Ekpos.com
Wawancara Eksklusif dengan: Prof. Dr. H. A. Rusdiana, MM. Guru besar Manajemen Pendidikan UIN Bandung. Peraih Nominasi Penulis Oponi terproduktitf di Koran Harian Umum Kabar Priangan (15/5/2025). Dewan Pembina PERMAPEDIS Jawa Barat; Dewan Pakar Perkumpulan Wagi Galuh Puseur. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Mishbah Cipadung Bandung dan Yayasan Pengembangan Swadaya Mayarakat Tresna Bhakti Cinyasag Panawangan Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat.
“Gapura Panca Waluya jadi fondasi karakter bangsa: sehat, santun, jujur, cerdas, dan kolaboratif untuk menyongsong Indonesia Emas 2045”
Tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional, merujuk pada berdirinya Boedi Oetomo tahun 1908—tonggak lahirnya kesadaran kolektif bangsa Indonesia. Tema Harkitnas 2025, “Bangkit untuk Indonesia Emas”, sejalan dengan tema Hardiknas “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua”, menandai pentingnya transformasi pendidikan menuju Education 5.0—human centered, berbasis teknologi, dan berakar pada budaya luhur. Dalam konteks Jawa Barat, pendekatan Gapura Panca Waluya—yakni lima nilai utama: Cageur (sehat lahir batin), Bageur (berbudi pekerti), Bener (jujur dan adil), Pinter (cerdas dan solutif), serta Singer (kooperatif dan gotong royong)—menjadi strategi kultural untuk membentuk insan paripurna. Perspektif Ralph Linton tentang manusia sebagai makhluk budaya mendukung integrasi nilai-nilai lokal seperti yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara dan R.A. Dewi Sartika, serta selaras dengan prinsip pembangunan manusia berkelanjutan versi UNDP.
Namun, masih terdapat GAP nyata dalam praktik: Cageur yang belum menyentuh kesehatan mental peserta didik; Bageur yang terkadang bersifat seremonial; Bener yang belum meresap dalam budaya integritas sekolah; Pinter yang lebih mengarah pada akademik tanpa empati; dan Singer yang sulit diterapkan tanpa infrastruktur digital merata. Tulisan ini hadir untuk memperkuat narasi nilai-nilai Gapura Panca Waluya sebagai fondasi karakter menuju Indonesia Emas 2045.:
Pertama: Nilai Strategis: Membentuk Peradaban Bangsa Melalui Karakter; Setiap nilai dari Gapura Panca Waluya membawa makna kebangkitan nasional secara kontekstual: 1) Cageur menekankan pentingnya kesehatan fisik dan mental sebagai dasar produktivitas dan daya saing generasi muda; 2) Bageur menghidupkan nilai-nilai kesantunan, toleransi, dan empati—mewujudkan masyarakat inklusif; 3) Bener menegaskan pentingnya kejujuran dan keadilan dalam membangun sistem yang berintegritas. 4) Pinter tidak sekadar akademik, tetapi juga problem-solving, literasi digital, dan kecerdasan emosional; 5) Singer mendorong kolaborasi, gotong royong, dan semangat komunitas—kunci inovasi sosial dan teknologi. Kelima nilai ini bukan hanya strategi pendidikan, melainkan pondasi membangun peradaban bangsa, selaras dengan QS. Luqman:13 tentang pendidikan tauhid dan akhlak mulia sebagai inti pembentukan manusia unggul.
Kedua: Peluang: Memperluas Daya Dorong Pendidikan Holistik; Gapura Panca Waluya membuka peluang strategis dalam beberapa aspek: 1) Pendidikan yang berakar budaya lokal, memperkuat identitas nasional di tengah globalisasi; 2) Kurikulum nilai yang dapat disinergikan dengan AI dan deep learning untuk personalisasi karakter; 3) Pendidikan karakter yang membumi, yang bisa diterapkan di semua jenjang: dari PAUD hingga perguruan tinggi; 3) Model pendidikan kolaboratif, antara guru, orang tua, dan masyarakat berbasis nilai Singer. Inisiatif seperti “Kurikulum Cinta” dan program digitalisasi pendidikan bisa diperkaya dan diperkuat melalui nilai-nilai Gapura Panca Waluya.
Ketiga: Tantangan: Menjembatani Strategi Makro dan Praktik Mikro; Beberapa tantangan utama yang harus diatasi agar nilai Gapura Panca Waluya efektif: 1) Digital divide masih menghambat pemerataan pendidikan berbasis teknologi dan karakter; 2) Pelatihan guru yang belum menyentuh pedagogi nilai dan implementasi Education 5.0 secara utuh; 3) Resistensi budaya yang melihat nilai-nilai lokal sebagai “tradisional” dibanding global mindset; 4) Inkonsistensi kebijakan, di mana nilai sering kali hanya menjadi jargon dalam seremoni. Diperlukan komitmen lintas sektor untuk menjadikan karakter sebagai indikator utama keberhasilan pendidikan.
Gapura Panca Waluya bukan sekadar slogan, melainkan jalan kultural dan strategis dalam membentuk generasi unggul menyongsong Indonesia Emas 2045. Nilai-nilainya dapat menjadi jembatan antara lokalitas dan globalitas, spiritualitas dan teknologi, pengetahuan dan kemanusiaan. Dengan ini, merekomendasikan kepada para pemangku kepentinga: 1) Guru perlu dibekali pelatihan berbasis nilai untuk mengintegrasikan karakter ke dalam pembelajaran digital; 2) Pemangku kebijakan perlu mengarusutamakan pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum nasional dan daerah; 3) Kolaborasi antar sekolah, keluarga, dan masyarakat perlu diperkuat untuk menghidupkan nilai Singer.
Dengan membumikan karakter Cageur, Bageur, Bener, Pinter, dan Singer, kita tidak hanya bangkit dari Harkitnas, tetapi juga bergerak serentak menuju Indonesia Emas 2045 yang tangguh dan beradab. Wallahu A’lam.