Bandung, Ekpos.com
Wawancara eksklusif dengan Ketua Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof.Dr.Lilis sulastri,MM, tentang lahirnya Pancasila 1 Juni.
Inilah petikan lengkap hasil wawancaranya:
Apakah masih relevan nilai-nilai Pancasila dipertahankan di era 5.0?
Masih sangat relevan tentu, sebagaimana kita tahu, bahwa era 5.0 adalah fase peradaban baru yang mengedepankan human-centered society, yaitu integrasi antara teknologi supercanggih (AI, IoT, Big Data) dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam konteks ini, Pancasila justru menjadi kompas moral dan spiritual agar transformasi digital tidak menjadikan manusia sekadar mesin produksi, tapi tetap manusiawi dan beradab. Makna Filosofisnya, bahwa Pancasila adalah kristalisasi nilai adiluhung bangsa: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, dan Keadilan. Nilai-nilai ini adalah nilai universal yang menyeimbangkan antara rasionalitas teknologi dan kebijaksanaan budaya, Culture wisdom, Maka mempertahankan Pancasila bukan berarti konservatif, tetapi mewujudkan modernitas yang berakar dan bermartabat dengan budaya dan kearifan lokal sebagai penjaganya.
Bagaimana nilai-nilai Pancasila bisa eksis mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara?
Untuk menjaga eksistensi Pancasila di era global, diperlukan langkah-langkah aktual yang strategis dan terukur, yakni :
- Internalisasi Nilai di Semua Lini :
Bahwa Pancasila harus dihidupkan bukan hanya dalam pidato, tapi dalam kebijakan, dalam etika pelayanan publik, dan budaya organisasi. Nilai-nilai seperti gotong royong, keadilan sosial, dan kearifan musyawarah harus menjadi dasar pengambilan keputusan, baik di pemerintah, swasta, maupun komunitas berbangsa dan bernegara.
- Digitalisasi Ideologi :
bahwa Pancasila harus dibumikan lewat platform digital: konten kreatif, pendidikan Pancasila berbasis aplikasi, narasi populer lewat media sosial, bahkan ekosistem metaverse nasional yang menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Pendidikan Pancasila harus modern dan kreatif dengan digitalisasi saat ini.
- Kepemimpinan Berbasis Nilai :
Bahwa Pancasila akan eksis dan nyata jika ditopang oleh pemimpin dan tokoh publik yang autentik, orisinal senyatanya pemimpin yang berakar pada nilai Pancasila. tidak sekadar simbolik, dan atau berperan sebagai pemimpin simbolik saja. Nilai seperti keadilan sosial (sila ke-5) harus tercermin dalam keberpihakan nyata pada yang lemah, pada masyarakat bangsa secara adil dan merata, bukan jargon kosong.
Nilai manajemen edukasi apa yang bisa digali dari Hari Lahir Pancasila?
Hari Lahir Pancasila adalah momentum strategis untuk merumuskan ulang manajemen pendidikan yang bernilai, berkarakter dan berdaya saing global. Beberapa nilai manajemen edukasi yang bisa digali, yaitu :
- Visi Pendidikan Humanistik, dimana pendidikan bukan sekadar membentuk manusia cerdas, tapi manusia utuh: ber-Tuhan, bermoral, bernilai, berkebangsaan, dan berperan global. Ini sejalan dengan Education for Sustainable Development dan Character Education.
- Kepemimpinan Nilai (Value-based Leadership), saat ini tantangan pengelolaan institusi pendidikan harus berbasis nilai: bukan hanya target angka, tapi membentuk ekosistem etis dan moral, serta adab dan ahlak bangsa yang menumbuhkan dan tetap mempertahankan gotong royong, toleransi, dan tanggung jawab sosial.
- Kolaborasi Sosio-Digital, di Era 5.0 ini membutuhkan manajemen edukasi kolaboratif, ada sinergi antara guru, orang tua dan komunitas, teknologi, dan peran negara. Teknologi bukan pengganti guru, tapi alat memperluas nilai-nilai Pancasila ke seluruh penjuru tanah air secara adil dan merata.
- Evaluasi Berbasis Etika , tentu Penilaian pendidikan harus menilai karakter dan perilaku siswa, ke-adaban dan moralitas bukan hanya capaian kognitif. Artinya, indikator kebaikan harus setara dengan indikator kecerdasan.
Penutup
Pancasila sebagai DNA Bangsa Menuju Peradaban Global
Pancasila bukan sekadar kumpulan sila atau dokumen konstitusional. Ia adalah filsafat hidup bangsa Indonesia yang memiliki makna mendalam secara ontologis (hakikat keberadaan), epistemologis (cara berpikir), dan aksiologis (tujuan dan nilai kehidupan):
Pancasila bukan sekadar dasar negara, tapi DNA kebangsaan Indonesia. Di tengah gelombang globalisasi, disrupsi moral, dan krisis identitas, Pancasila hadir sebagai jangkar nilai dan arah strategis. Bukan untuk mengurung dalam nostalgia masa lalu, dan romantisme sejarah , tapi mengarahkan Indonesia menjadi bangsa besar, maju secara teknologi, kuat secara budaya, dan adil secara sosial.
Wallahu a’lam***