Damai Hari Lubis (Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik))
JAKARTA || Ekpos.com -‘Artikel ini mengupas hubungan hukum antara info yang publis terkait “restoratif justice” dengan pola menjenguk Jokowi sakit dengan istilah “laku silih” yang dimintakan Dr. Roy dan Dr. Rismon.
Dalam bahasa Jawa, ‘Laku Silih’ berupa tindakan sebagai bentuk penyesalan atau pernyataan tobat terhadap kesalahan atau dosa yang pernah diperbuat
Selanjutnya, terhadap keberadaan info ajakan ‘restoratif justice’ atau penyelesaian perkara hukum yang sedang berjalan atau musyawarah, antara Roy Cs dan Jokowi yang dijembatani oleh sosok ‘broker’ yang identitasnya Ketua Kagama (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) Cirebon, Heru Subagia, “agar Dr Roy dan Dr. Rismon Sianipar. mengunjungi ‘rekan almamaternya Jokowi’ karena sesama jebolan UGM” yang sedang sakit.
Ternyata Roy dan Rismon respek pedas (tendensi menolak) terhadap saran sang broker, walau secara terpisah mereka menanggapi positif dan langsung kepada substansi permasalahan atau pokok perkara, yang intinya mereka bersedia ‘menjenguk’ Jokowi namun dengan persyaratan Jokowi “laku silih” dengan pola:
1. Pengakuan dari Jokowi atas kebenaran riset (hasil analisis) mereka, bahwa ijazah yang digunakan (Jokowi) dari Fakultas Kehutanan UGM dan skripsi adalah palsu, lalu,
2. Jokowi mencabut laporan kepada pihak Penyidik Polda Metro Jaya terhadap mereka atau Para Terlapor.
Maka atas prasyarat musyawarah dari kedua pakar IT dimaksud, upaya sang broker, diyakini bakal gagal, karena poin persyaratan menuju restoratif justice yang dijembatani oleh Heru, amat absurd, hal yang akan membuat Jokowi “terjebak untuk kedua kalinya”, yang pertama terjebak oleh sebab booming berbagai narasi berita dari berbagai media mainstream dan konvensional, terkait hasil riset (analisis) kedua pakar IT mengikuti adanya proses investigasi Bareskrim terhadap Pengaduan sang datang dari kelompok TPUA 9 Desember 2024 tentang Ijazah Jokowi palsu, narasi ini telah membuat Jokowi “keluar kandang”, demi mempertahankan integritas dirinya, lalu melaporkan Roy Cs di Polda Metro Jaya, selain dikarenakan titel Ir. tersebut terlanjur melekat 12 Tahun, dimulai saat mengikuti Pilkada Gubernur DKI. Sedangkan saat menjabat Walikota Solo, gelar Ir. belum dikenakan oleh Jokowi? Selebihnya tentu dimata publik Jokowi ternyata tidak sama gelarnya dengan Presiden RI pertama, Ir Soekarno.
Apa argumentasi penulis bahwa, Jokowi sudah pernah terjebak satu kali karena melaporkan Roy Cs ? Oleh sebab hukum, terkait laporan Jokowi, tentunya *_hasil riset ilmiah_* yang disampaikan oleh Roy dan Rismon yang mengatakan atau menunjukan bahwa “Skripsi dan Ijazah Jokowi palsu” 100 %, maka secara hukum mesti dibuktikan lebih dulu ketidakbenarannya hasil riset kedua pakar IT dimaksud melalui uji laboratorium digital oleh pihak penyidik terhadap barang atau benda yang bentuknya surat (Ijazah dan skripsi) termasuk proses perolehan dari jenis barang berupa surat autentik tersebut dimaksud.
Dan dari sisi kacamata hukum, andai “persahabatan Roy Cs dan atau siapapun entitas lainya terjalin kepada sosok Jokowi, melalui pola proses ‘restoratif justice’, dengan ‘mendelete’ persyaratan Roy nomor 1”, maka logika dan hukum tetap tidak menjadikan kualitas Ijazah Jokowi mutatis mutandis menjadi sah.
Pun jika ditutup begitu saja perkara tuduhan publik Jokowi Ijazah palsu dan atau laporan Jokowi stagnan bahkan raib, pastinya bukan berarti misteri cacat ijazah dilupakan oleh publik, justru akan fokus kepada kekuatan fakta hukum (Poorly enforced laws), serta publik umumnya bakal teringat analogi dari filosofis (kalimat ilmiah) yang disampaikan oleh Sang Presiden RI pertama, proklamator Ir Soekarno JASMERAH,
Kemudian dengan segala perilaku Jokowi dan langkah-langkah para aktivis (positif dan negatif) namun ternyata dititik akhir tidak “berkejelasan” akan kah menjadi fitnah setelah mati? Pastinya tanpa kepastian hukum, sosok jatidiri Jokowi memang absolut berpotensi ‘relatif menyisakan multi residu’, bahkan ekses tuduhan publik Ijazah bakal akses menuju sejarah buruk kepemimpinan (History of Bad Leadership) NRI dimata dunia. ***