BANDUNG, Ekpos.Com – Sejak Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp 8,9 M, namun Uyan Ruhyandi masih bebas berkeliaran alias melakukan aktifitas bisnisnya dengan mengganti nama Riyan. Ia divonis bersalah karena dengan sengaja menerbitkan dan menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
Sejak vonis dibacakan pada 6 November 2018, Uyan lenyap dan tidak pernah menjalani hukuman kurungan penjara. Diduga hilangnya Uyan pasca vonis dijatuhkan akibat adanya keterlibatan rekan sejawatnya berinisial Rd serta aparat penegak hukum (APH). Dugaan tersebut muncul karena begitu selesai sidang Uyan raib begitu saja tanpa adanya pengawalan,
“Yang saya tahu Uyan terpidana itu sejak divonis hukuman penjara tahun 2018 silam tidak pernah dipenjara. Bahkan dalam kurun waktu tersbut saya masih berkomunikasi dengan dia (Uyan) baik lewat ponsel maupun bertemu langsung,”umgkap salah seorang sumber yang enggan disebutkan namanya dengan alasan keselamatan.
“Kemungkinan Uyan bisa bebas itu karena dibantu oleh Rd kerabat sekaligus patner bisnisnya. Katanya sih rekanya itu punya hubungan dekat dengan Jaksa yang saat itu menangani kasusnya,” terangnya.
Sementara itu Uyan saat dikonfirmasi via pesan whatsApp beberapa waktu lalu terkait kasus yang dijalaninya tersebut, tidak memberikan komentar dan hanya dibaca saja, pun dengan Rd,
Jejak Kasus Pajak Fiktif dan Nilai Fantastis
Kasus ini bermula dari temuan faktur pajak milik PT Yurez Mandiri Jaya. Faktur-faktur itu tampak resmi. Namun, ternyata tidak ada transaksi nyata di baliknya. Uyan Ruhyandi, yang saat itu bertanggung jawab, justru mencetak dan memakai dokumen itu untuk tujuan perpajakan.
Jaksa Penuntut Umum S. Arnold Siahaan menjerat Uyan dengan pasal pidana khusus. Ia menegaskan, “Terdakwa dengan sengaja menerbitkan dan menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.” Hakim pun menguatkan dakwaan tersebut.
Akibat ulahnya, negara dirugikan besar. Denda yang dijatuhkan pun tidak main-main: Rp8.912.339.728. Angka itu muncul dari dua kali nilai pajak fiktif yang digunakan Uyan, yakni Rp4.456.169.864.
Vonis Dibacakan, Terdakwa Menghilang
Berbagai informasi menyebutkan, apakah saat sidang vonis digelar, Uyan hadir atau tidak. Namun majelis hakim tetap membacakan keputusan. Ia dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda miliaran rupiah. Jika tidak membayar, Uyan wajib menjalani tambahan pidana satu tahun kurungan.
Namun setelah itu, Uyan menghilang. Tidak ada catatan keberadaan. Tidak ada kabar. Ia seperti ditelan bumi. Sejak 6 November 2018, tidak satu pun aparat bisa melacak jejaknya.
Berbagai spekulasi bermunculan. Apakah ia sengaja kabur? Apakah ada yang melindungi? Atau justru sistem yang lemah dalam mengeksekusi vonis? Yang pasti, buron untuk Uyan masih menjadi misteri hukum yang belum terpecahkan.
Kepala Kejaksaan Negeri Bandung, Irfan Wibowo, SH., MH., angkat suara. Ia menegaskan keseriusan pihaknya dalam menangani kasus ini.
“Kami akan segera menerbitkan surat DPO terhadap terpidana ini. Eksekusi terhadap terpidana segera dilakukan. Saat ini kami tengah menelusuri keberadaan terpidana,” ujarnya, Senin (30/6/2025) di Bandung.
Irfan menambahkan bahwa vonis terhadap Uyan sudah berkekuatan hukum tetap.
“Putusan terhadap terpidana telah inkrah. Dia mendapatkan vonis 4 tahun penjara. Kami berharap terpidana menyerahkan diri agar segera menjalani hukumannya. Dia tidak pernah menjalani hukuman sejak vonis dibacakan alias buron,” tegasnya.
Barang Bukti Menguatkan, Negara Dirugikan
Pengadilan mengamankan puluhan dokumen sebagai barang bukti. Semuanya asli. Terdiri dari SPT Masa PPN PT Yurez Mandiri Jaya, mulai dari bulan Juli hingga Desember 2011. Setiap dokumen menunjukkan aktivitas pelaporan pajak yang diduga fiktif.
Misalnya, untuk bulan Juli 2011, tercatat NPWP 02.839.445.0-409.000. Begitu pula pada bulan-bulan berikutnya hingga Desember. Seluruh bukti itu tetap dilampirkan dalam berkas perkara. Semua memperkuat vonis terhadap Uyan.
Majelis juga menetapkan bahwa masa tahanan yang telah dijalani Uyan—jika ada—harus dikurangkan dari total hukuman. Selain itu, terdakwa diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp10.000.
Hingga artikel ini ditulis, status Uyan Ruhyandi masih buron.
Pertanyaan besar masih menggantung. Di mana Uyan? Siapa yang melindungi? Mengapa ia bisa lolos? Buron untuk Uyan bukan sekadar daftar nama. Ia adalah simbol lemahnya eksekusi hukum terhadap pelanggaran pajak bernilai miliaran rupiah.*