Oleh : A Rusdiana
Saat ini kita memasuki Tahun Pelajaran Baru 2025/2026. Anak-anak kita kembali ke sekolah, memulai proses pembelajaran dan pendidikan karakter. Terkait hal diatas, maka ada sebuah pendekatan sederhana namun sangat relevan, yakni “Bekerja dengan ATM: Amati, Tiru, Modifikasi”, ditinjau dari perspektif Islam sebagai metode belajar dan berkarya yang Islami, kreatif, dan produktif. Paling tidak ada 3 Hikmah dapat dieklopolasi dan dijadikan pembelajaran
Pertama: ATM dan Konsep Talim dalam Islam; Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menekankan pentingnya belajar dan mengamati:
Artinya”(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar: [39]: 9).
Ayat ini menunjukan pertanyaan, bahwa “…adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Belajar dalam Islam tidak dimulai dari kosong, tetapi dari pengamatan (amati) terhadap ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat Allah dalam kehidupan. Dalam Surah Al-Ghasyiyah ayat 17-20, Allah bahkan memerintahkan kita untuk mengamati unta, langit, gunung, dan bumi. Ini adalah perintah untuk berpikir, menganalisis, dan mengamati dengan tajam.
Kedua: Langkah selanjutnya adalah tiru; Meniru bukan berati mencontek, yakni meneladani yang baik. Rasulullah SAW adalah uswah hasanah, teladan utama, Fiman Allah SWT Dalam Al-Qur’an
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab [33]: 21).
Meniru dalam konteks kebaikan adalah bagian dari adab Islami. Dalam hadis pun, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang memulai suatu sunnah hasanah (kebaikan), maka ia akan mendapatkan pahala dan pahala orang yang mengikutinya…” (HR. Muslim).
Namun Islam juga tidak menganjurkan taqlid buta. Maka setelah meniru, Islam mendorong kita untuk, Modifikasi berinovasi dan memperbaiki, yang sejalan dengan prinsip modifikasi (tajdid/ishlah).
Ketiga: Langkah selanjutnya Modifikasi dalam perspektif Al-Qur’an dan hadis, modifikasi atau perubahan perilaku dapat dilihat sebagai hal yang positif jika dilakukan untuk meningkatkan kualitas diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, modifikasi yang berlebihan atau keluar dari prinsip-prinsip agama bisa menjadi hal yang tercela. Al-Qur’an dan hadis memberikan pedoman tentang bagaimana seharusnya manusia melakukan perubahan diri, yaitu dengan cara yang baik, sesuai dengan syariat, dan bertujuan untuk kemaslahatan dunia Akhirat. Perintah untuk Berubah, Al-Qur’an secara jelas (QS. Ar-Ra’d: 11), yang menyatakan bahwa;
Artinya: ….. Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka mengubah diri mereka sendiri…….” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11).
Ayat ini menjadi motivasi bagi umat Islam untuk selalu berusaha memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas hidup. Ayat ini sering ditafsirkan sebagai motivasi bagi manusia untuk berusaha dan berupaya memperbaiki diri, karena perubahan nasib dimulai dari perubahan diri sendiri. Namun, juga diingatkan bahwa Allah memiliki kekuasaan mutlak atas segala sesuatu. Maka dri itu turunlah Larangan Berubah yang Merugikan: Al-Qur’an juga memberikan peringatan tentang perubahan yang buruk. Misalnya, larangan untuk mengubah ciptaan Allah (QS. An-Nisa: 119). Hal ini bisa diartikan sebagai larangan untuk mengubah bentuk tubuh secara permanen dengan cara yang tidak sehat atau merusak, seperti tato atau operasi plastik yang berlebihan. Dalam dunia Karya Ilmiah misalnya Kompasiana meberlakukan toleransi kemiripan maksimal 25 %. Wallahu A’lam.
Dalam Islam, bekerja adalah bagian dari ibadah. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, maka ia menyempurnakan pekerjaannya.” (HR. Thabrani). Maka modifikasi dalam Islam adalah bagian dari proses ijtihad menciptakan solusi baru, ide segar, dan inovasi yang lebih baik. Umat Islam diperintahkan untuk berdaya cipta, bukan sekadar menjadi peniru. Dalam sejarah Islam, banyak ulama besar yang menggunakan metode ATM secara tak langsung. Imam Syafi’i misalnya, mengamati metode Imam Malik, menirunya sebagian, lalu memodifikasi hingga lahirlah qaul jadid. Inilah kekuatan ATM dalam Islam: observasi yang jujur, peneladanan yang bijak, dan inovasi yang bertanggung jawab.
Jika kita ingin membangun generasi muda yang unggul menuju Indonesia Emas 2045, maka kita perlu mendidik mereka dengan nilai-nilai Qur’ani dan etos kerja Islam. Metode ATM Amati, Tiru, Modifikasi adalah bagian dari budaya kerja dan belajar yang sejalan dengan semangat iqra’, ittiba’, dan tajdid.***
Artikel merupakan esensi khutbah Jumat,18 Juli 2025
Penulis, gubes, dosen dan pembina YSDP AL-MISBAH KOTA BANDUNG