Hakim PTA Bandung, Najamuddin Raih DOKTOR Hukum Islam

Hakim Pengadilan Tinggi Agama Bandung, Najamuddin raih gelar Doktor Hukum Islam dari Pascasarjana UIN SGD Bandung,Senin 21 Juli 2025/dok.ekpos.com

Bandung, EKPOS.COM

Kesuksesan hanya akan dicapai oleh orang yang menjalani  hidup dengan penuh dedikasi, optimis, sabar dan istiqomah. Ungkapan tersebut layak disematkan kepada Najamuddin,yang juga Hakim Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Bandung, ia telah sukses mengukir dengan tinta emas dalam jengjang karir akademiknya meraih gelar DOKTOR Hukum Islam  di Pascasarjana UIN SGD Bandung dalam sidang terbuka di Aula Lantai 4 Gedung Pascasarjana, Kampus 2 Jalan Soekarno-Hatta,Bandung, Rabu,21 Juli 2025.

Dengan judul Disertasi “ PERTIMBANGAN HUKUM MAJELIS HAKIM MEMUTUSKAN PEMBERIAN WASIAT WAJIBAH BAGI AHLI WARIS BEDA AGAMA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL ” ( Studi Atas Putusan Kasasi Mahkamah Agung Tentang Pemberian Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Beda Agama). Pria kelahiran Hutabangun, Mandailing Natal ini dapat meraih IPK 3.91 ( Cumlaude). Beliau tercatat sebagai Doktor Hukum Islam ke-983 di Pascasarjana UIN SGD Bandung, dan Doktor Hukum Islam ke-343 di Bidang Studi Hukum Islam.

Dihadapan tim penguji, Najamuddin mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan penguji. Bahkan dengan dengan argumentatif dan rasional Ia bisa memaparkan semua sanggahan penguji.

Dalam pemaparan hasil penelitiannya,Ia menyimpulkan beberapa hal yaitu berdasarkan permasalahan dan pembahasan diatas tentang pertimbangan hukum Majelis Hakim Memutuskan Pemberian Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Beda Agama dan Kontribusinya terhadap Sistem Hukum Nasional ( Studi Atas Putusan Kasasi hakim Agung Tentang Pemberian Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Beda Agama  adalah :

1.Pertimbangan theologis Mahkamah Agung dalam pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris beda agama adalah karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang punya keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pertimbangan sosiologisnya adalah semua ahli waris memiliki hubungan kekerabatan tertentu dengan ahli waris yag tidak berubah dengan perbedaan agama, sehingga meskipun beda agama tetap ada hak atas harta yang ditinggalkan pewaris.

 

Pertimbangan filosofisnya adalah di negara Indoensia sebagai negara hukum semua orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh keadilan.

2.Landasan normatif yang digunakan oleh Mahkamah Agung dalam memberikan wasiat wajibah bagi ahli waris beda agama  adalah kewenangan yang diberikan negara kepada hakim sesuai dengan pasal 5 ayat (1) UU Nomer 48 Tahun 2009, sehingga dengan kewenangan itu, majelis hakim berwenang untuk melakukan Ijtihad untuk mengisi kekosongan hukum.

3.Metode yang digunakan Mahkamah Agung memutus wasiat wajibah terhadap ahli waris beda agama adalah interpretasi, argumentasi dan kontruksi yang sejalan dengan metode bayani, ta’lili atau qiyas dan istislah atau maslahah mursalah dalam hukum Islam. Ini dilakukan Majelis Hakim sesuai tahapan umum ijtihad, yakni merubah nash menjadi fiqh atau menemuikan illat atau menggunakan berbagai teori istinbat dan terakhir mencari korelasi perbedaan pendapat.

4.Kontribusi putusan Mahkamah Agung mengenai wasiat wajibah terhadap sistem hukum nasional terjadi melalui yurisprudensi pada sub-sitem substansi hukum dan hukum Islam adalah merupakan kontributor utama terhadap hukum positif tentang pemberian bagian bagi ahli waris beda agama. Beragamnya bentuk pertimbangan dan metode yang digunakan menunjukan bahwa wasiat wajibah sebagai bentuk pemberian bagian bagi ahli waris beda agama belum mempunyai landasan yang kokoh.

Saran-Saran

Dari hasil penelitiannya, Nazamuddin menyarankan yaitu :

1.Untuk mempertinggi tingkat penerimaan ahli waris muslim terhadap putusan wasiat wajibah, penulis menyarankan untuk menjadikan dalil al-quran surat Al-Baqarah surat ke 2:180 yang oleh sebagian ulama dinyatakan muhkam sebagai dasar pertimbanagn utama, sebab,dalil tersebut menurut penulis adalah dalil yang paling dekat dengan wasiat wajibah, kemudian diperkuat dengan pertimbangan-pertimbangan kemaslahatan dengan metode istislahi.

2.Untuk institusi pemerintah yang punya otoritas dan keahlian melakukan penelitian termasuk diantaranya perguruan tinggi, penulis menyarankan untuk melakukan kajian mendalam terhadap surat al-Baqarah 2:180 dan surat An-nisa 4:8 yang hasilnya mungkin bisa dijadikan untuk memperkokoh landasan normatif buat wasiat wajibah atau membuat lembaga “pemberian wajib” untuk ahli waris beda agama dalam rangka pembangunan hukum nasional pada sub-sitem substansi hukum

3.Untuk lembaga yudikatif, terutama peradilan dari tingkat tertinggi hingga terendah untuk memperkuat Yurisprudensi tentang wasiat wajibah dengan memperkuat pertimbangannya  dengan dalil yang lebih kuat dan seragam

4.Untuk masyarakat terutama umat Islam sebagai pemilik lembaga peradilan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya dalam hukum keluarga dan yang lainnya agar ikut menjaga dan mengembangkan kedudukan hukum Islam supaya tersosialisasi dengan pemahaman literasi yang lebih maju dan menambah kemudahan dalam menyelesaikan perkara pada lembaga peradilan agama.*** harry

 

Total
0
Shares
Previous Article

KAI Properti Perbarui Dipo Jatinegara untuk Efisiensi

Next Article

Purna Tugas, Wakil Ketua MA Non Yudisial Lepas Ketua PTA Banjarmasin

Related Posts