JAKARTA || Ekpos.com — Perekonomian Indonesia tetap menunjukkan ketahanan di tengah tekanan global yang meningkat. Berdasarkan data resmi, pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I tahun 2025 tercatat sebesar 4,87% (yoy). Ekspor masih menjadi motor penggerak utama pertumbuhan, sementara konsumsi domestik terus berperan sebagai komponen terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).
Namun, tantangan eksternal mulai menguat, khususnya setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara resmi menetapkan tarif sebesar 19% atas produk-produk Indonesia yang masuk ke pasar Amerika. Meskipun besaran tarif ini masih lebih rendah dibandingkan dengan yang dikenakan kepada beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam, hal ini tetap menjadi perhatian serius bagi perekonomian Indonesia.
*Dampak Tarif dan Perlambatan Global*
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Martawardaya, SE, M.Sc, menilai bahwa, kebijakan perdagangan global tersebut patut dicermati secara hati-hati. “Kita perlu memberikan apresiasi kepada tim negosiasi Indonesia yang mampu menjaga tarif tetap lebih rendah dibanding negara tetangga. Namun dalam hukum ekonomi, kenaikan harga akibat tarif akan berujung pada turunnya permintaan. Artinya, ekspor kita berisiko menurun,” ujar Berly melalui keterangannya, Kamis (24/7).
Ia juga menambahkan bahwa, negara-negara mitra dagang utama Indonesia, termasuk negara-negara Asia Timur, ASEAN dan Eropa, saat ini juga terdampak oleh kebijakan tarif tinggi dari Amerika. Hal ini berpotensi menurunkan kapasitas beli mereka terhadap produk-produk ekspor Indonesia, yang pada akhirnya bisa memperlambat laju ekspor nasional. Ketidakpastian Global Hambat Arus Investasi Ketidakpastian global yang berkepanjangan juga disebabkan oleh konflik di Timur Tengah dan ketegangan geopolitik di kawasan Inggris dan Eropa.
Menurut Berly, kondisi ini turut
mempengaruhi arusinvestasi global yang umumnya akan lebih selektif dan berhati-hati dalam menempatkan modal mereka, termasuk ke Indonesia. “Di tengah tantangan ini, kita harus mampu mengoptimalkan kekuatan dalam negeri,” ungkapnya.
*APBN 2025 Jadi Instrumen Strategis*
Salah satu kekuatan domestik yang menjadi harapan adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 yang telah disahkan sebesar lebih dari Rp3.600 triliun.
Berly menilai bahwa, APBN tersebut merupakan ‘amunisi ’strategis yang bisa dimanfaatkan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung masyarakat, terutama kelompok rentan. “Pemerintah bisa memfokuskan belanja negara untuk perlindungan sosial kepada masyarakat miskin dan rentan, sehingga mereka tetap memiliki daya beli dan tidak semakin terdampak oleh gejolak global,” jelasnya.
*Fokus Gizi, Pendidikan dan Daerah 3T*
Selain perlindungan sosial, perhatian juga harus diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan bergizi, terutama di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar). Akses terhadap gizi yang memadai sangat penting untuk menjaga kualitas sumber daya manusia, agar anak-anak tetap dapat tumbuh sehat dan mendapatkan pendidikan yang layak. “Jika tidak ditangani, guncangan ekonomi hari ini bisa berdampak panjang pada kualitas generasi mendatang,” tambah Berly.
*Peran Pemda dalam Membangun Ekonomi Lokal*
Lebih lanjut, Berly menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah Daerah (Pemda) didorong untuk memperkuat koordinasi dalam rangka memperkuat struktur ekonomi lokal, terutama melalui pemanfaatan dana Desa, penguatan koperasi dan pengembangan potensi unggulan daerah. “Sambil menunggu meredanya perang dagang dan konflik di Timur Tengah, Indonesia harus memperkuat fondasi ekonomi dan melakukan reformasistruktural dengan tingkatkan kualitas pendidikan dan keterampilan pekerja, perbaiki kesehatan khususnya akses ke air bersih dan perkuat kapasitas riset dan inovasi untuk hasilkan produk unggul yang ramah lingkungan
(green industrialization). Pemerintah juga perlu tegas terhadap pungli serta korupsi yang hambat aktivitas usaha dan bikin investor kuatir. Sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat dan memiskinan menurun dalam kerangka pembangunan berkelanjutan,” tutup Berly. (Red).