Hanya Islam yang Mampu Terapkan Sistem Ketahanan Pangan

Riannisa Riu

Resume tulisan Chusnatul Jannah dari artikel muslimahnews.id : “Impor Beras, Kebijakan Instan Ekonomi Liberal”

oleh : Riannisa Riu

 Pangan adalah salah satu kebutuhan primer yang selalu harus terjaga ketersediaannya. Data BPS tahun 2020 menyebutkan bahwa produksi beras di Indonesia telah mengalami peningkatan 1% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh luas panen padi 2020 yang juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu.

Namun rupanya pemerintah telah memiliki rencana lain sebelum para petani menuai hasil panen beras mereka tahun ini. Yakni mengimpor beras sejumlah 1-1,5 juta ton. Alasannya supaya harga beras tetap terkendali dengan menjaga ketersediaannya. Pernyataan ini diperkuat oleh Menteri Perdagangan yang menyatakan bahwa kebijakan impor hanya sekadar cadangan (iron stock) Bulog yang tidak akan mengganggu hasil panen petani.

Tindakan impor juga dilakukan untuk gula dan daging sapi serta kerbau sebagai penggantinya. Alasannya adalah untuk persiapan lebaran tahun ini, untuk mengatasi persediaan pangan yang menipis. Setiap tahun solusinya selalu impor, kebijakan yang diambil secara instan berlandaskan ekonomi liberal. Impor dianggap sebagai solusi yang cepat dan mudah. Seolah-olah tidak ada solusi lain yang lebih baik.

Sebutan “Negeri Gemah Ripah Loh Jinawi” yang sejak dulu melekat pada negara ini tampaknya tak relevan lagi. Mengingat betapa seringnya Indonesia mengimpor bahan pangan beberapa tahun terakhir. Prestasi Indonesia berbalik 180 derajat dari yang pernah menjadi produsen padi terbesar dunia di urutan ketiga pada tahun 2005-2014, menjadi negara pengimpor beras.

Saat ini, alih fungsi lahan pertanian sepertinya sudah sangat umum terjadi. Di mana-mana banyak sawah menghilang, berganti menjadi kawasan industri, perumahan, atau proyek nasional. Catatan BPS tahun 2018 menyebutkan bahwa luas lahan baku sawah terus menurun dibanding tahun sebelumnya. Wajar saja jika hal ini berdampak pada berkurangnya produksi beras dalam negeri. Untuk mengatasi masalah pangan ini lalu masuklah kebijakan impor, yang dianggap sebagai solusi instan, mudah dan praktis. Padahal kebijakan tersebut justru menambah masalah. Lahan berkurang, hutang bertambah.

Dilansir dari Kompas, 6/3/2021, Ketua Umum AB2TI Dwi Andreas menilai tahun ini tak perlu melakukan impor beras, karena adanya la nina justru akan membuat produksi beras akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan tidak akan menghadapi masalah.

Namun anehnya, pemerintah tetap bersikukuh untuk melakukan impor beras dan pangan lainnya. Padahal baru saja menggaungkan slogan “cinta produk dalam negeri dan benci produk luar negeri”. Lalu mengapa harus impor?

Alasan pemerintah terkait ‘impor beras hanya sebagai stok Bulog’ sama sekali tidak logis. Karena pada kenyataannya produksi beras lebih dari cukup, bahkan untuk stok cadangan Bulog sekalipun. Maka kebijakan impor ini jelas adalah bagian dari sistem ekonomi kapitalisme yang keji.

Sistem ekonomi kapitalis sekuler mewajibkan Indonesia tunduk pada ketentuan perdagangan bebas yang telah ditetapkan oleh WTO (World Trade Organization). Tanpa peduli bahwa kebijakan impor yang dianggap mudah, cepat dan praktis itu berdampak negatif terhadap para petani dan produsen pangan dalam negeri lainnya. Petani akan mudah kehilangan kepercayaan diri, karena tidak didukung oleh negara untuk memproduksi beras dalam negeri. Otomatis akan lebih banyak lagi petani yang melakukan alih fungsi lahan, dan permasalahan pangan negeri ini akan bertambah parah.

Sebagai solusi kapitalisme, impor jelas hanya akan memperlemah produksi pangan nasional. Namun pemerintah sepertinya sudah menganggap impor sebagai solusi terbaik sehingga selalu mampu berdalih demi memuluskan jalan impor.

Islam justru memiliki solusi yang jauh lebih baik daripada kebijakan instan seperti impor. Sistem ekonomi Islam telah menyediakan mekanisme terbaik agar negara mampu mewujudkan Sistem Ketahanan Pangan.

Pertama, kualitas produksi pangan perlu dioptimalkan sebaik mungkin. Lakukan ekstensifikasi pertanian dengan menghidupkan tanah mati. Serta intensifikasi pertanian dengan teknologi terkini, agar kualitas alat produksi, bibit dan pupuk dapat ditingkatkan.

Kedua, ciptakan mekanisme pasar terbaik. Penawaran dan permintaan harus dikendalikan oleh negara untuk mengendalikan harga. Penimbunan, monopoli, penipuan apalagi praktik riba wajib ditumpas oleh negara.

Ketiga, negara harus mampu melakukan manajemen logistik. Di saat panen raya harus memasok cadangan lebih yang justru bisa didistribusikan ketika persediaan pangan menipis.

Keempat, bijak dalam mengatur ekspor-impor antar negara. Jika seluruh kebutuhan pangan rakyat telah terpenuhi, maka boleh melakukan ekspor. Sedangkan impor berkaitan dengan kegiatan perdagangan luar negeri. Dalam kegiatan perdagangan luar negeri, aspek yang dilihat adalah pelaku perdagangan, bukan barang yang diperdagangkan.

Kelima, memprediksi cuaca. Adanya teknologi terkini dan fasilitas terbaik mampu mendukung kajian mendalam mengenai perubahan cuaca dan iklim saat ini. Sehingga negara akan mampu mengantisipasi perubahan cuaca ekstrem yang akan mempengaruhi produksi pangan nasional.

Keenam, mitigasi kerawanan pangan. Jika ada bencana kekeringan atau bencana alam lainnya, negara telah menetapkan kebijakan antisipasi bencana tersebut terlebih dulu.

Demikianlah langkah-langkah strategis untuk mengatasi permasalahan seputar pangan yang disajikan oleh negara Khilafah. Kebijakan yang menyelesaikan permasalahan secara sistematis tanpa menimbulkan persoalan baru. Tak perlu pula menggantungkan diri pada impor.

Sistem Ketahanan Pangan pernah berada dalam masa kejayaannya yakni di zaman kekhilafahan. Hal ini pernah dikutip oleh Republika, Khalifah Umar bin Khattab telah menerapkan inovasi mengenai irigasi untuk mengairi perkebunan. Kawasan delta Sungai Eufrat dan Tigris serta daerah rawa dikeringkan menjadi lahan-lahan pertanian, seperti disulap. Kebijakan itu diteruskan hingga Dinasti Umayyah. Dengan demikian telah terbukti bahwa hanya dengan Islamlah Sistem Ketahanan Pangan mampu diterapkan, seperti di masa kekhilafahan. Wallahu’ alam bisshawwab.

Total
0
Shares
Previous Article

Habis Gowes, Gubernur Anies Baswedan Makan Gudeg Kaki Lima di Gondangdia

Next Article

BIN Aktif Lakukan Patroli Siber

Related Posts