Kembali, masyarakat dibikin gaduh dengan kebijakan yang hendak dikeluarkan oleh penguasa negeri +62. Bagaimana tidak, atas nama menjaga kearifan lokal, demi mendorong pertumbuhan ekonomi dengan alasan untuk pemasukan negara, pemerintah pusat tanpa berpikir panjang tiba-tiba akan membuka izin investasi miras yang jelas-jelas dalam agama islam adalah sesuatu yang diharamkan. Namun karena banyaknya penolakan dari berbagai pihak, akhirnya pencabutan izin investasi miras dilaksanakan.
Perlu kita ketahui, pencabutan lampiran perpres investasi miras tidak bermakna jaminan hilangnya pengaruh buruk miras, sebab pencabutan lampiran investasi miras tidak diiringi dengan penghapusan regulasi lain yang mengijinkan produksi, distribusi atau peredaran dan konsumsi miras. Sebab miras dari dulu di Indonesia adalah sesuatu yang legal, dengan kata lain tidak dilarang oleh negara. Hanya dibatasi saja dan keberadaannya hanya dibolehkan dibeberapa tempat. Perpres itu hanya aturan tentang ia sebagai wadah investasi, boleh apa tidaknya. Jika demikian perlulah pencabutan sampai ke akar-akarnya. Namun dalam sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini, sudahkah berpikir kesana?jawabannya tentu saja tidak, karena yang jadi tolok ukur bukan halal haram tapi asas manfaat.
Dalam Sistem kapitalisme yang dasar atau akidahnya sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) telah menjadikan segala sesuatunya diukur bukan atas halal haram tapi asas manfaat. Apapun itu, segala sesuatu yang akan mendapatkan keuntungan materi maka akan didukungnya, terlebih apakah sesuatu itu halal atau haram, apakah dampaknya yang ditimbulkan baik atau buruk, faktanya memang tidak dihiraukan, Seperti halnya dalam perkara ini.
Yang lebih miris, justru mereka yang menyetujui dibukanya izin investasi miras ini, merasa khawatir ketika wacana pelarangan minol (minuman beralkohol) yang hendak digulirkan akan berdampak pada menurunnya pemasukan pendapatan pemerintah hingga 6 triliun, tetapi disisi lain tidak berpikir bagaimana ketika investasi miras ini di legalkan, kondisi sosial yang ditimbulkan akan lebih parah lagi. Tidak dibuka saja sedemikian parahnya apalagi dibuka secara legal. Yang menjadi pertanyaan, apakah tidak ada celah lain untuk menaikan pemasukan pendapatan negara selain dari investasi miras, bukankah Indonesia adalah negara kaya sumber daya alamnya?tidak perlu rasanya bahkan bisa dikatakan haram mengambil dari sesuatu yang diharamkan agama.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa pencabutan lampiran perpres investasi miras tidak bermakna jaminan hilangnya pengaruh buruk miras. Hal ini disebabkan karena pencabutan lampiran investasi miras tidak diiringi dengan penghapusan regulasi yang lainnya. Sebagai contoh, tidak dicabutnya regulasi yang mengijinkan produksi, tidak dicabutnya regulasi distribusi atau peredaranya dan tidak dicabutnya regulasi mengenai konsumsi miras. Maka tentu saja hal tersebut akan terus berdampak dalam kehidupan.
Dampak buruk dari miras dan sejenisnya terhadap masyarakat kiranya sudah diketahui secara terang benderang. Sayangnya, sikap yang ditunjukkan sebagian masyarakat dan bahkan pemerintah belum seragam dan tegas dalam melarang produksi dan peredaran miras tersebut. Apalagi kedudukan miras yang disebutkan dalam sebuah hadist adalah induk dari segala kejahatan. Terjadinya tindak kriminal, tidak jarang dimulai dari pengaruh minuman keras yang diminumnya.
Tentang bahaya miras itu sendiri, kita telah diingatkan oleh salah seorang sahabat Rasulullah SAW, Utsman bin Affan. Diriwayatkan, suatu ketika Utsman sedang menyampaikan khutbah sembari berpesan, “Waspadalah terhadap miras karena sesungguhnya miras merupakan induk segala perbuatan keji. Sungguh, pernah terjadi pada seorang pria saleh sebelum kalian dari kalangan ahli ibadah. Ia rajin beribadah ke masjid. Suatu ketika ia bertemu dengan seorang perempuan nakal.“. “Perempuan tersebut memerintahkan kepada pembantunya agar mempersilakan lelaki tersebut masuk ke dalam rumah. Kemudian pintunya dikunci rapat-rapat. Di sisi perempuan tersebut terdapat miras dan seorang bayi. kemudian perempuan tadi berkata, ‘Kamu tidak bisa keluar dari rumah ini sebelum engkau memilih minum segelas arak ini atau engkau berzina dengan aku, atau engkau membunuh bayi ini. Jika kamu tidak mau, maka saya akan berteriak dan saya katakan bahwa kamu ini memasuki rumahku. Siapa yang akan percaya kepadamu?’ Lelaki tersebut menjawab, “Saya tidak mau melakukan perbuatan keji (berzina) atau pun membunuh jiwa seseorang.” Akhirnya ia minum segelas miras. Demi Allah, ia menjadi mabuk sehingga ia pun berbuat zina dengan perempuan tersebut dan membunuh si bayi.
Utsman RA pun berpesan, “Jauhilah minum minuman keras, karena minuman keras merupakan induk segala perbuatan keji. Demi Allah, sungguh, iman dan minuman keras tidak akan bersatu di dalam hati seseorang melainkan hampir pasti salah satu di antaranya melenyapkan yang lain.”
Status miras dari zatnya saja sudah diharamkan. Terlebih dampak dan dosa yang didapatkan bagi pelakunya pun cukup besar juga, naudzubillah. Nabi Muhammad SAW juga menyatakan khamr (miras) adalah ummul khaba ‘its (induk dari segala kejahatan) sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barang siapa meminumnya, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya.” (HR ath-Thabrani).
Dengan redaksi yang sedikit berbeda, Abdullah bin Amr meriwayatkan, bahwa Nabi SAW bersabda,”Khamr adalah induk dari segala kejahatan, barang siapa meminumnya, maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari, apabila ia mati sementara ada khamr di dalam perutnya, maka ia mati sebagaimana matinya orang Jahiliyyah.” (HR ath-Thabrani)
Islam dengan sistem khilafahnya sangat tegas dalam masalah miras ini. Islam menciptakan sistem yang mengeliminasi total miras di masyarakat. Pelaku yang meminumnya akan dikenakan hukuman had berupa dicambuk/dipukul dalam hitungan 40-80 kali cambukan. Tentu saja bila hukuman yang diterapkan demikian akan menimbulkan efek jera bagi pelakunya dan pencegah bagi yang lain agar tidak melakukan hal yang sama. Keberadaan negara sebagai junnah tidak akan membiarkan siapa pun yang memproduksi miras, yang memperjualbelikannnya atau yang mengkonsumsinya bebas melakukan hal demikian. Sebab negara akan terus memantau segala aktifitas warganya agar senantiasa menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Wallohu ‘Alam bishowwab.