BANDUNG – Ekpos.Com >> Jawaban saksi yang dihadirkan dalam Sidang lanjutan kasus suap Walikota Cimahi (non aktif) Ajay Muhammad Priatna, terkait pembangunan Rumah Sakit Kasih Bunda (RSUKB) dan Mall Pelayanan Publik (MPP), yang digelar di ruang sidang Pengengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin (14/6/2021) dimulai pukul 10.00 WIB sampai pukul 20.30 WIB, masih simpang siur.
Dalam sidang yang dipimpin Majelis Hakim I.Dewa Gede S, SH, MH, Lindawati, SH MH, dan Sulistiono, SH, MH, tersebut dihadirkan saksi Dominicus Djoni Hendarto, Marshal, Bambang, dan Zulkifli. Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Budi Nugraha, SH, MH, Tito, SH, MH dan Ridwan, SH, MH, mengajukan pertanyaan- pertanyaan kepada saksi Djoni, bagaimana bisa terlibat dalam proyek RSUKB.
Menurut Djoni, dirinya kenal dengan tedakwa pada Tahun 2007 dalam komunitas Motor Gede (Moge) Harley Davidson Club. JPU juga, mendalami kesaksian Djoni, keterlibatan Djoni dalam kasus Pembangunan RSUKB. Berdasarkan keterangan Djoni, dirinya pertama kali diperkenalkan dengan Komisaris Utama RSUKB Jonathan Hutama oleh Cing-cing.
“Berawal dari perkenalan itulah, dirinya mengetahui bahwa RSUKB akan melakukan pengembangan rumah sakit. Namun, semula akan dibangun 14 lantai, tidak jadi dan hanya dibangun 10 lantai. Karena pihak RSUKB kembali berhasil membeli tanah sekitarnya. Dalam pembicaraan saat itu, keluar anggaran secara perkiraan sebesar Rp 42 Milyar, lalu diturunkan kembali menjadi Rp 39 Milyar,” terang Djoni.
Namun kata Djoni, karena banyaknya sub kontraktor yang masuk, akhirnya Anggaran proyek dipangkas kembali menjadi Rp 32 Milyar.
Namun, saat Budi JPU mempertanyakan apakah ada kerjasama antara PT Ledinho milik Djoni dengan PT Trisakti Mandiri Perkasa milik Ajay dalam pembangunan proyek RSUKB, jawab Djoni tidak ada kerjasama sama sekali bahkan Ajay sendiri tidak pernah memberikan modalnya dalam pembangunan RSUKB.
Sedangkan terkait fee koordinasi sebesar Rp. 3,2 Miliar dari RSUKB, dikatakan JPU Budi atas perintah siapa? Djoni menjawab, bahwa fee koordinasi itu atas intruksi dari RSUKB karena permintaan terdakwa Ajay.
“Pada saat itu tedakwa menanyakan kepada saya, terkait fee dari dr. Hutama, saya jawab belum turun, lalu terdakwa bilang pada saya kalau gak turun, IMB nya akan ditahan. Kemudian, terdakwa minta nomor telepon Hutama pada saya, sama saya tidak diberikan dengan alasan tidak enak sama Hutama,” jelasnya.
Dalam kesaksian sidang itu, JPU mempertanyakan kapan Djoni memberikan nomor telepon Hutama, menurut Djoni setelah dua hari pertemuan dengan Ajay. Djoni mengaku kembali bertemu dengan Hutama dan disampaikan permintaan Ajay kepada Hutama, lalu Hutama melalui manager keuangannya Cynthia transfer uang sebesar Rp 250 Juta kerekening Djoni.
“Karena saat itu malam hari, uang yang di transfer dari dr. Hutama baru saya serahkan besok paginya ke Yanti bagian keuangan PT Trisakti Mandiri Perkasa dikantor terdakwa, Jalan Mutiara Bandung,” terangya.
Dari sanalah lanjut Djoni, terdakwa Ajay memberitahukan Djoni bahwa untuk masalah keuangan fee koordinasi tidak lagi melalui Djoni tapi antara bagian keuangan RSUKB Cynthia bersama Yanti sekretaris dirinya. Untuk, selanjutnya pembayaran-pembayaran RSUKB terhadap Ajay, Djoni tidak mengetahuinya.
Begitu pula saat Dikonfrontir terkait pembangunan Mall Pelayanan Publik (MPP) milik Pemerintahan Kota Cimahi antara Djoni dan Bambang, banyak ketidaksamaan, seperti kata Bambang pemborong MPP pada sidang yang lalu pertemuan Djoni dan Bambang dilakukan di Mall KBB, sedangkan saat Dikonfrontir Djoni menerangkan di Ruko-Ruko,seputar KBB.
Dalam kesaksian sidang tersebut juga Djoni, menyatakan disamping Bambang mengeluarkan fee koordinasi terhadap Ajay, sebesar 1,7 Milyar, Bambang juga mengeluarkan uang sebesar Rp 185 Juta untuk proses pekerjaan kepada Ajay. “Pada saat itu uangnya, kata terdakwa untuk Ainul dan Deni, menjelaskan kepada saya dan Pak Bambang,” tuturnya.
Namun saat Dikonfrontir kembali dengan Bambang, Bambang menjelaskan tidak ada Ainul atau Deni dirumah Ajay. Atas kesaksian Bambang, menjadi perhatian bagi Tim kuasa hukum Ajay Fadli Nasution, SH. Fadlipun mempertegas pula kepada Djoni, apakah dalam pertemuan tersebut benar-benar ada Ainul dan Deni, Atau bagaimana.? Djoni sendiri, dia tetap melihat ada Ainul dan Deni.
Sementara itu terdakwa Ajay menyatakan, saat pertemuan pertama dirinya hanya menanyakan kepada Djoni bagaimana masalah pekerjaan RSUKB.
“Kenapa waktu saya tanya berbeda dengan faktanya, yang saya tanyakan sisa tagihan yang 1,5 Milyar, ketika saya tanya ke dokter ternyata 3,2 Milyar cuma yang Rp 200 Juta sudah dibayarkan ke Pak Djoni itu waktu saya perlu, akhirnya saya berfikir, ya sudah Dok bayar kesaya, tapi ada syaratnya harus ada seijin Pak Djoni, dan sayapun telepon Pak Djoni, dan pak Djonipun mengiyakan,” papar Ajay.
Bahkan kata Ajay, dirinya tidak mengerti ada kontrak yang begitu banyak, dirinya sama sekali tidak pernah diberi informasi tentang masalah tersebut. “Saya tidak pernah ketemu dengan Pak Bambang dirumah, jadi, dari tadi saya perhatikan, saya jadi bingung sendiri karena tidak ada faktanya,” jelas Ajay.
Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede angkat bicara mempertanyakan pula pada saksi Djoni berapa perusahaan yang mengerjakan proyek RSUKB. Djoni juga menjawab, yang diketahui dirinya hanya PT Daniar, Birawa, mengerjakan besi, PT Bangun Cipta mengerjakan struktur baja. I Dewa kembali, mempertanyakan untuk nilai kotrak RSUKB pada Djoni,
“Nilai kontrak kurang lebih 42 Milyar, dalam prosesnya akan ada penambahan dan pengurangan anggaran, tapi lebih banyak kepengurangannya dimana beberapa material utama disuplai oleh pihak Rumah Sakit, makanya jalan proyek dilakukan pengawasan oleh saudara Marshal sebagai Management Kontraktor (MK),” papar Djoni.
Dilanjutkan oleh Djoni dengan adanya sub kontraktor maka nilai kontrak menjadi 32 Milyar dengan fee Koordinasi nya sebesar 10%.
Sidang dugaan kasus suap terhadap Walikota Cimahi non aktif yang menyita perhatian dan cukup lama ini, akan dilanjutkan minggu depam dan akan rencanakan menghadirkan Saksi Yanti, selaku Sekrtaris terdakwa yang disebut sebut oleh saksi Djoni yang menerima uag dari dirinya untuk terdakwa. (Red)