Bandung- Ekpos.com
Manusia terkadang dihinggapi oleh keinginan-keinginan yang dapat memuaskan rasa gembiranya terhadap sesuatu dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Kegiatan yang dilakukannya diiringi dengan tujuan untuk menunjukkan eksistensinya pada orang lain disertai dengan tujuan keduniawian, inilah yang dinamakan ”pamrih” sangat tidak dianjurkan.
Demikian dikatakan A.Rusdiana saat dikonfirmasi ekpos.com bertepatan peringatan dengan Hari Amal Bakti (HAB) Ke-76 Kemenag RI.di Kampus UIN SGD Bandung, Senin, 3 Januari 2022.
Menurutnya, Setiap individu diminta untuk mengerjakan sesuatu dengan niat yang tulus ikhlas, sebab, niat ikhlas merupakan salah satu makna dari syahadat ”tiada yang berhak disembah selain Allah.
”.Agar menjadikan ibadah hanya ditujukan kepada Allah semata”.ungkap Rusdiana yang juga Guru Besar UIN Bandung ini.
Rusdiana pun mengutip [QS. Az-Zumar, 39 :2].……Mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya dalam (menjalankan) agama”. [QS.Al-Bayyinah[98]:5]. Selanjutnya“….beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan (mu) untuk Nya.
Dijelasakan, sulit rasanya menemukan suatu perbuatan yang tidak ternoda tujuannya selain hanya karena Allah semata. Namun, kata ia disitulah letak keunggulan dari individu yang mampu melaksanakan arti ikhlas.
“ Ikhlas merupakan suatu perkara yang sangat tinggi, “ikhlas adalah salah satu rahasia-Ku dan akan Ku-buka pada hamba-hamba-Ku yang Ku-pilih.” Kata Rus mengutip sebuah hadis.
Lebih jauh dipaparkan, sungguh suatu kehormatan tersendiri bagi kita selaku manusia apabila “dipilih” oleh Allah untuk mengetahui rahasia terbesar dalam menjalankan kehidupan melalui “ikhlas”.
“ Mewujudkan ikhlas bukan pekerjaan yang mudah seperti anggapan orang jahil. Imam Sufyan Ats Tsauri berkata,” Tidaklah aku mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati niatku, sebab ia senantiasa berbolak-balik pada diriku”.ucapnya
Ditambahkan, Ikhlas yang maksud adalah ikhlas yang menganjurkan individu untuk memasrahkan diri dan hidup besandar pada perintah Allah swt merupakan pertanda bahwa selaku umat manusia mempercayai dan siap menjalankan ketentuan-Nya, dan nilainyapun menjadi ibadah.
“Beribadah kepada Allah swt merupakan tugas yang paling pokok bahkan satu-satunya tugas dalam kehidupan manusia, apapun yang dilakukan oleh manusia seharusnya dijalani dalam kerangka ibadah kepada Allah swt.” tandas Prof.Rusdiana
Ditegaskan Rus untuk dapat mengabdi dan beribadah kepada Allah, perlu dikelola dengan cara yang baik dan benar. Ada tiga tahap yang mesti dilalui, yaitu:
Tahap pertama: memahami pekerjaan apapun yang manusia lakukan di dunia pada dasarnya telah terkait dengan Allah, karena Allah-lah penguasa tertinggi di dunia. (QS.Al–Baqarah[2]: 207).
Tahap dua; apapun yang manusia kerjakan tidak dilakukan untuk kebaikannya sendiri, akan tetapi harus dikerjakan atas nama Allah semata. (QS. al-Jumu‘ah [62]:9).
Tahap ketiga; Berbakti kepada Allah merupakan pernyataan taqwa. Prinsip taqwa yang dipancarkan dari lubuk hati manusia harus dapat menjiwai setiap perbuatan, perkataan dan pikiran. (QS.Al-Fathah[1]:5)&(QS. al-Israa’[17]:23).
Dikatakan, agar ikhlas terpelihara, ada variabel profesionalisme, kompetensi, itqan dan kesungguhan. Ini tantangan terberat. Ikhlas inilah yang akan memperkuat potensi spritualitas kita.
“Secara prinsip, Islam memandang keikhlasan sebagai pondasi dan ruh sebuah amal, apapun bentuknya amal tersebut selama termasuk kategori amal sholih. Baik amal dilakukan dalam skala pribadi maupun secara kolektif (bermasyarakat, berbangsa dan bernegara). Pola kerja manajemen ikhlas dan keinginan untuk beramal sholeh akan mampu mengatasi rintangan-rintangan dalam dinamika kehidupan.”pungkas Rusdiana.*** Rie
‘