Jakarta – ekpos.com – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menemui Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, di Rumah Dinas Ketua DPD RI, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (18/1/2022).
Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi sejumlah Senator yakni Bustami Zainuddin (Lampung), Fachrul Razi (Aceh), Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalsel), Sylviana Murni (DKI Jakarta), Matheus Stefi Pasimanjeku (Maluku Utara) dan Sekretaris Jenderal DPD RI, Rahman Hadi.
Sementara AHY didampingi sejumlah pengurus di antaranya Wakil Ketua MPR Rai Fraksi Demokrat, Syarif Hasan, Sekjen Partai Demokrat, Teuku Riefki Harsa, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Marwan Cik Hasan, Badan Pembina OKK Herman Hairon, Ketua DPD Partai Demokrat Sulteng, Anwar Hafid, Direktur Eksekutif Partai Demokrat, Sigit Raditya, Wasekjen Partai Demokrat, Andi Timo Pangeran dan Agus Jovan Latuconsina.
Menurut Agus Harimurti Yudhoyono, partainya dengan DPD RI memiliki kesamaan juang berkaitan dengan Presidential Threshold 0 persen.
“Kami ingin menguatkan bahwa wacana Presidential Threshold 0 persen itu terus kami perjuangkan,” katanya.
Ia menceritakan perjuangan Fraksi Partai Demokrat di DPR RI untuk mewujudkan Presidential Threshold 0 persen.
“Sayangnya, Partai Demokrat kalah suara. Suara kami tak cukup memperjuangkan hal itu saat itu,” kata ujar putra Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Bagi AHY, Presidential Threshold 0 persen merupakan persoalan fundamental kebangsaan. “Ini urusan kebangsaan, bukan election semata. Jangan sampai kita menabrak semangat demokrasi, karena jadi cacat,” tegasnya.
AHY pun menilai, antara Partai Demokrat dan DPD RI memiliki kesamaan juang yang searah. “Nafas perjuangan kita sama terkait masa depan demokrasi kita ini. Banyak hal yang bisa kita perjuangkan bersama,” ucapnya.
Sementara Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, memaparkan perannya selama ini dalam memperjuangkan Presidential Threshold 0 persen.
Senator asal Jawa Timur itu mengaku tak alergi dengan DPR RI.
“Tapi saya tidak suka jika kekuasaan itu dimonopoli. Salah satu contohnya adalah hak kami, sebagai utusan daerah dan golongan dalam mengusung calon presiden sebagaimana dulu diatur sebelum akhirnya dilakukan amandemen konstitusi ternyata kan dikebiri,” papar LaNyalla.
Untuk itu, LaNyalla melihat untuk mengurai problematika kebangsaan harus dimulai dari hulu, bukan hilirnya.
“Amandemen yang dilakukan empat tahap pada 1999-2002 inilah yang membuat masalah selalu ada di negara kita. Kita harus kembalikan konstitusi kita kepada UUD 1945 yang asli. Kita ngomongnya Pancasila, pancasila apa. Sila keempat itu sudah tak ada. Voting sekarang, tidak ada musyawarah,” ujarnya.
LaNyalla pun berharap, AHY dapat berkolaborasi memperjuangkan hal tersebut agar arah perjalanan bangsa ini kembali kepada rel yang dicita-citakan para pendiri bangsa.
“Harapan saya Partai Demokrat terus memperjuangkan PT 0 persen, karena hal itu jelas-jelas bertentangan dengan UUD 1945,” papar LaNyalla.
Pancasila, kata LaNyalla, saat ini telah diobok-obok. Demokrasi Pancasila dan ekonomi Pancasila berubah wajah menjadi demokrasi liberal dan ekonomi kapitalistik.
“Saya kira hal itulah yang harus terus kita perjuangkan. Kita harus berani bangkit mengoreksi arah perjalanan bangsa yang sudah melenceng dari cita-cita para pendiri bangsa. Tujuannya adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai sila pamungkas dari Pancasila dapat kita realisasikan,” tuturnya. (Red).