Majalengka – ekpos.com – Tragedi bentrokan maut di lahan tebu Jatitujuh antara petani pro kemitraan Pabrik gula dan petani kontra kemitraan yang menelan 2 korban jiwa pada Oktober 2021 lalu menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban.
Bagaimana tidak, 2 keluarga korban yang meninggal dunia bukan hanya kehilangan suami tercinta, tetapi juga beban hidup lainnya seperti hutang piutang.
Seperti diungkapkan istri salah satu korban, Sutinah (40) warga Desa Jatiraga Kecamatan Jatitujuh Kabupaten Majalengka. Dirinya mengungkapkan, sekarang ia harus membiayai sendiri kehidupannya bersama dengan anak laki-lakinya yang masih berusia 3 tahun.
“Kalau diingat mah sedih, saya belum bisa kerja karena anak kan masih kecil jadi ga bisa ditinggal. Jujur kalau keringetan saya suka nangis,” katanya sambil menyeka air mata saat ditemui di kediamannya, Selasa (17/5/2022).
Sutinah mengatakan, yang menambah beban pikirannya saat ini adalah ia harus menanggung beban hutang yang ditinggalkan suaminya. Sebelum almarhum menjadi korban, mereka sempat mengagunkan sertifikat rumah dan juga BPKB kendaraan untuk biaya usaha.
“Saya juga bingung ini, sekarang jadi tidak bisa nyicil angsuran lagi di Bank. Suami saya kan dulu gadaikan sertifikat rumah sama BPKB mobil buat usaha, nah sekarang saya nggak bisa mengangsur,” ungkapnya.
Meskipun pihaknya telah mendapatkan bantuan dari Pabrik Gula Jatitujuh untuk santunan kematian dan biaya pendidikan anak, namun dirinya berharap adanya bantuan untuk bisa melunasi hutang-hutang yang masih menunggak.
“Ada sih bantuan, tapi saya sih berharap hutang saya bisa lunas. Saya nyari makan sehari-hari buat anak saja susah bagaimana mau bayar hutang,” tuturnya.
Ia juga meminta kepada majelis hakim agar memberikan hukuman kepada pelaku dengan hukuman seberat-beratnya.
“Kalau bisa mah penjara seumur hidup, biar keluarganya juga merasakan apa yang saya rasakan sekarang,” tandasnya.
Sebagai informasi, para pelaku bentrokan yang menyebabkan hilangnya dua nyawa dituntut 12 tahun penjara. (Red)