Jakarta – ekpos.com – Sekitar 35 persen orang di dunia membaca lebih banyak karena adanya Covid-19. Barangkali ini erat kaitannya dengan aktivitas masyarakat yang serba terbatas di masa pandemi Covid-19, lalu menjadikan membaca sebagai aktivitas pilihan.
Hal ini senada dengan yang dilaporkan oleh Perpustakaan Nasional pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi X DPR, tanggal 16 April 2020, bahwa selama masa pandemi Covid-19 pengguna perpustakaan digital IPusnas per minggu naik 130 persen.
Akan tetapi, persoalan banyak dan tidaknya membaca belum begitu bermakna jika literasi juga belum dipahami secara benar. Literasi ini harus dibangun melalui proses belajar yang bertujuan untuk melahirkan kesadaran kritis individual atau kelompok yang bersifat otonom, memanusiakan dan memerdekakan.
“Literasi dikaitkan dengan kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainya, tanpa harus mengerti apa yang dibaca dan ditulis,” kata Direktur Runata Edu dan Dosen Sosial Media Content Production Institut STIAMI Jakarta, DR. Geofakta Razali dalam webinar Ngobrol Bareng Legislator dengan tema Menumbuhkan Budaya Membaca Melalui Literasi Digital, Rabu (25 Mei 2022).
Selain Geofakta, hadir sebagai pembicara adalah Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, Dirjen Aptika Kemkominfo, Semual Abrijadi dan Dosen STIE Jayakarta, Riyanto Wujarso.
Literasi digital menyangkut sebuah proses penanaman metode berfikir yang dapat bermanfaat bagi pembangunan manusia. “Oleh karena itu, tantangan membaca, pada digital pun, tidak lagi hanya buta huruf, tetapi meningkatka literasi dan dibudayakan menjadi latihan,” kata Geo.
Dosen STIE Jayakarta, Riyanto Wujarso mengatakan, budaya membaca dapat didefinisikan sebagai konsep yang digunakan individu untuk mengubah semua informasi dan keterampilan yang diperoleh melalui membaca menjadi cara hidup dalam masyarakat.
Dia menjelaskan, menumbuhkan budaya membaca yang baik itu penting, karena membaca merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki setiap orang.
Dia mengukutip data yang dirangkum Kompas Tekno dari We Are Social, Selasa (23 Feb 2021) yang menjelaskan waktu yang dihabiskan orang Indonesia untuk mengakses internet per hari rata-rata 9 jam.
Bahkan Kemkominfo juga mencatat orang Indonesia dapat menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari. Dalam hal kecerewetan di medsos, orang Indonesia berada diurutan ke-5 dunia. Warga Jakarta paling cerewet menuangkan segala bentuk unek-unek di Twiter lebih dari 10 juta tweet setiap hari.
Ilmu minimalis, malas baca buku, tapi sangat suka menatap layar gadget berjam-jam, ditambah paling cerewet di media sosial pula. “Jangan heran jika Indonesia jadi sasaran empuk untuk info provokasi, hoax, dan fitnah,” katanya.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto mengatakan, digitalisasi adalah suatu keniscayaan. Posisi literasi digital sangat penting bahkan telah menjadi lifestyle bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Namun, katanya, index membaca Indonesia hingga saat ini adalah salah satu yang terendah di dunia. Dari 61 negara, Indonesia ada diurutan 60. Data ini bukan untuk mengejek atau mengolok-olok Indonesia. “Perlu dorongan untuk meningkatkan budaya membaca yang lebih baik,” katanya. (Red).