KTT G20 Berperan Dalam Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi Covid-19

Jakarta – ekpos.com – Dampak Pandemi Covid-19 yang cukup dahsyat, menumbuhkan semangat tinggi bagi Indonesia dalam berjuang menghadapi tantangan, khususnya pada sektor perekonomian. Salah satu upaya nyata yang dilakukan oleh Indonesia dalam memulihkan perekonomian nasional adalah melalui Forum Internasional KTT G20.

Indonesia resmi menjadi tuan rumah pelaksanaan Presidensi G20 (Group of Twenty) sejak diserahterimakan oleh Italia pada 31 Oktober 2021 di kota Roma, Italia.

Salamuddin Daeng, pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) mengatakan, sejarah pembentukan G20 adalah untuk mencari solusi atas krisis ekonomi yang melanda dunia. Krisis yang terjadi sejak 2008 di Amerika dan negara-negara Eropa ini kemudian memunculkan inisiatif dari negara – negara G7 atau kelompok negara-negara maju untuk memperluas cakupan dalam penyelesaian krisis.

Dengan mengikut sertakan negara-negara yang sedang bertumbuh termasuk Indonesia dan 20 negara yang memiliki GDP (Gross Domestic Product) tertinggi di dunia, untuk diajak mencari soslusi bersama atas krisis yang melanda dunia saat ini.

“KTT G20 saat ini di Indonesia isu nya benar-benar bergeser 180 derajat, jika dulu temanya masih tentang investasi, infrastruktur, stabilitas ekonomi internasional, namun sekarang isunya cukup berbeda secara signifikan. Tiga isu utama yaitu Covid-19 serta ekonomi pasca Covid-19, digitalisasi dunia, dan transisi energi. Tiga isu tersebut adalah satu agenda yang dianggap sebagai jalan keluar. Sebelumnya agenda ini tidak muncul sebagai isu mainstream atau isu utama,” ujar Salamuddin melalui keterangannya, Minggu (13/11).

Menurut Salamuddin, ini yang menjadi tantangan KTT G20 jika dikerjakan dengan serius, tiga agenda tersebut sangatlah signifikan, sangatlah berarti bagi milestone dalam menyelesaikan krisis yang sudah terjadi selama ini. Mungkin tidak akan semudah membalik telapak tangan tetapi jika agenda-agenda ini dijalankan dengan serius dan dengan paradigma yang benar maka dapat menghasilkan sesuatu yang besar. Oleh karena itu, paradigmanya dulu yang harus dirubah, jadi kalau selama ini paradigmanya selalu liberalistik dan kapitalistik maka harus digeser menjadi sosialistik dan kemanusian.

“Isu G20 ini adalah recover together, jadi pulih bersama bukan mekanisme pasar kalua recover together tapi mekanisme yang lebih kepada corporation, kerjasama dunia. Kerjasama negara-negara dengan GDP terbesar untuk mau mengubah paradigma pembangunan global menjadi lebih sosialistik dan kemanusiaan,” kata Salamuddin.

Menutup pembicaraanya, Salamuddin Daeng mengatakan, Presidensi G20 menjadi momen penting karena untuk pertama kali secara geopolitik posisi Indonesia ini menjadi punya relevansi. Jadi Indonesia masih tetap dapat membangun visi dan misi yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 menjadi visi global, menjadi cara global untuk keluar dari kemelut krisis. Selain secara geopolitik, secara objektif Indonesia memiliki, modal sosial yang besar untuk bisa membantu dunia mengatasi masalah, misalnya dalam main supply chain. Indonesia itu sudah dikategorikan kedalam climate superpowers, artinya negara dengan luas wilayah dan kekayaan yang melimpah, bioversity, hayati, kekayaan hutan yang sebetulnya bisa menjadi jawaban atas krisis ini. (Red).

Total
0
Shares
Previous Article

Ketua Umum PBTI: Pembinaan Organisasi dan Prestasi, Harus Menjadi Prioritas Demi Masa Depan Taekwondo Indonesia

Next Article

Bentuk Kepedulian, Satgas Yonif Raider 142/KJ Bantu Pembangunan Rumah Tokoh Agama

Related Posts