INDAHNYA TOLERANSI: Kunci Terciptanya Kehidupan Damai dalam Kebinekaan

Oleh: Ahmad Rusdiana

Pada momentum Hari Toleransi Internasional ini, kita bersama-sama tetap  menjaga persatuan bangsa   dan  menguatkan keimanan serta  ketakwaan kepada Allah swt. Iman dan takwa yang kita miliki ini merupakan sebuah anugerah yang tidak semua umat manusia memilikinya. Kita harus bersyukur, walaupun terpaut jarak yang jauh dan beda zaman dengan Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah ilahiyah, namun kita dianugerahkan kesempatan hidup dalam Islam, sebagai agama samawi pamungkas yang sempurna dan agama yang diridhoi oleh Allah swt. Hal ini ditegaskan dalam Qur’an surat Al-Maidah ayat 3

Artinya: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu”(QS, Al-Maidah ayat 3:).

Manisnya Islam yang kita rasakan saat ini tidak akan bisa lepas dari jasa, wasilah, dan lembutnya dakwah yang disampaikan Wali Songo di penjuru nusantara ini. Mereka mampu memasukkan nilai-nilai Islam sebagai agama Rahmatan lil Alamin pada budaya dan tradis bangsa Indonesia. Mereka mampu meyakinkan para leluhur kita dengan dakwah penuh hikmah yang memang sudah dicontohkan oleh nabi Muhammad saw dan juga sudah ditegaskan serta diperintahkan oleh Allah. Hal ini termaktub dalam Surat An-Nahl:125:

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.(QS, An-Nahl:125:).

Dalam ayat ini, kita harus memahami bahwa penting berdakwah dengan cara yang baik. Karena hal baik yang didakwahkan dengan cara tidak baik, tentu tidak akan mendapatkan hasil yang baik. Dalam konteks dakwah di Indonesia, kita harus menyadari bahwa Indonesia memiliki keragaman suku, budaya, tradisi, bahasa, dan agama. Sehingga menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk mengedepankan dakwah dengan hikmah di tengah kebhinekaan Indonesia yang menjadi takdir dan sunnatullah.

Toleransi menjadi kunci terciptanya kehidupan yang damai. Perbedaan-perbedaan yang ada di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat tidak boleh menjadi pemicu konflik akibat arogansi dan prinsip merasa paling benar sendiri. Perbedaan-perbedaan yang ada, sudah seharusnya menjadi kekuatan untuk bersama membangun kehidupan yang harmonis penuh dengan toleransi serta tidak saling menyakiti dan menyalahkan keyakinan dan kepercayaan orang lain. Allah swt berfirman dalam Qur’an surat Al-An’am: 108:

Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.” (QS, Al-An’am: 108).

Ayat ini secara khusus ditujukan kepada kita, umat Islam, tentang bagaimana seharusnya kita bersikap menghadapi sesembahan orang di luar Islam. Ayat ini diturunkan saat suatu ketika orang-orang Islam mencaci-maki berhala, sesembahan orang-orang kafir, kemudian mereka dilarang Allah melalui nabi untuk tidak memaki-maki itu.

Dalam kisah yang diriwayatkan oleh ‘Abd ar-Razzaq dari Qatadah ini, Allah melarang kaum Muslimin memaki berhala yang disembah kaum musyrik untuk menghindari makian terhadap Allah dari orang-orang musyrik. Karena mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahui sifat-sifat Allah dan sebutan-sebutan yang seharusnya diucapkan untuk-Nya. Maka bisa terjadi mereka mencaci-makiAllah dengan kata-kata yang menyebabkan kemarahan orang-orang mukmin. Dari ayat ini kita bisa mengambil hikmah bahwa kita dilarang melakukan perbuatan yang bisa menimbulkan perbuatan yang memunculkan akibat buruk lainnya. Kita juga dilarang melakukan sesuatu yang menyebabkan orang-orang di luar Islam semakin tambah menjauhi kebenaran Islam. Allah memberikan penjelasan bahwa Dia menjadikan setiap umat menganggap baik perbuatan mereka sendiri. Hal ini berarti bahwa ukuran baik dan tidaknya sesuatu perbuatan atau kebiasaan, adakalanya timbul dari penilaian manusia sendiri. Apakah itu merupakan perbuatan atau kebiasaan yang turun-temurun ataupun perbuatan serta kebiasaan yang baru saja timbul.

Bentuk lain dari toleransi dalam islam yang terkait dengan kebebasan beragama adalah tidak cepat-cepat menghukum kafir kepada orang yang masih menyisakan sedikit celah untuk disebut sebagai muslim. Imam malik mengatakan, orang yang perbuatan dan pernyataannya mengarah kepada kekufuran dari sembilan puluh sembilan arah, tetapi masih menyisakan keimanan walau dari satu arah, maka dihukumi sebagai orang beriman.

Dari kajian di atas, toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat istiadat, budaya, bahasa serta agama. Ini merupakan fitrah dan sunatullah yang sudah menjadi ketetapan Allah Swt. Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Alah swt dalam Qs Al-Hujurat ayat 13 yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan mejadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah Swt ialah orang yang paling bertaqwa diantara kalian. Sesungguhya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mendengar.”

Dalam islam, toleransi bukanlah fatamorgana atau bersifat semu. Tapi memiliki karakter dasar yang kuat dan tempat utama. Ada beberapa di dalam Al-Quran yang bermuatan toleransi.

Pertama, toleransi dalam keyakinan dan menjalankan peribadatan. Dari pengertian ini, konsep terpenting dalam toleransi islam adalah menolak sinkretisme, yakni kebenaran itu hanya ada pada islam dan selain islam adalah bathil. Allah swt berfirman: “Barangsiapa yang mencari agama selain islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) dari padanya, dan di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS Ali Imron: 85).

Kaum muslimin dilarang ridho atau bahkan ikut serta merta dalam segala bentuk peribadatan dan keyakinan orang-orang kafir dan musyrikin. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah swt dalam firmanNya: “Katakanlah : Wahai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah, dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah dan aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku” (Al-Kafirun : 1-6). Dalam penjelasan surat tersebut, makna dari ayat-ayatnya menunjukan keluasan ajaran islam tidak memaksakan islam kepada orang lain, masing-masing melaksanakan tuntutan agamanya dan tidak mencampuradukan ajaran agama satu dengan yang lainnya.

Kedua, toleransi dalam beragama/hidup berdampingan dengan agama lain. Umat islam dilarang memaksa pemeluk agama lain untuk memeluk islam. Karena tidak ada paksaan dalam agama. Allah Swt berfirman: “Tidak ada paksaan dalam agama (islam), (karena) sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah. Maka barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut (Syetan atau apa saja yang disembah selain Allah) dan berimana kepada Allah, sungguh dia telah berpegang kepada buhulan tali yang kokoh yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqoroh : 256).

Dalam penjelasan ayat di atas, islam adalah agama hidayah Allah Swt, oleh karena itu tidak dibenarkan adanya paksaan menganutnya. Apabila sudah menganutnya hendaklah melaksakan ajarannya. Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat tersebut mejelaskan: jangalah memaksa seorangpun untuk masuk islam. Islam adalah agama yang sangat jelas dan gamblang tentang semua ajaran dan bukti kebenarannya, sehingga tidak perlu memaksakan seseorang masuk ke dalamnya. Orang yang mendapatkan hidayah, terbuka lapang dadanya dan terang mata hatinya, tertutup penglihatan dan pendengarannya maka tidak layak baginya masuk islam dengan paksa. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah berkata kepada bapakku dari Amr bin Auf, dari Syuraih, dari Abi Hilal, dari Asbaq ia berkata, “Aku dahulu adalah ‘abid’ (hamba sahaya) Umar bin Khotob dan beragama nashrani. Umar menawarkan islam kepadaku dan aku menolak. Lalu Umar r.a berkata: Laa Ikraaha Fiddin, wahai Asbaq jika anda masuk islam kami dapat minta bantuanmu dalam urusan muslimin,”. Itulah salah satu sikap yang ditunjukkan oleh shahabat mulia Umar Bin Khatab r.a dalam menunjukkan komitmennya tentang toleransi kepada orang lain.

Ketiga, toleransi dalam hubungan antar masyarakat dan bernegara. Dalam hal ini terdapat beberapa hal konsep sikap toleransi yang harus ditunjukan umat islam yakni diantaranya:

(1) Kaum muslimin harus tetap berbuat adil walaupun terdapat non muslim dan dilarang mendholimi hak mereka. Sebagaimana firman Allah swt: “Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, menyebabkan kamu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (Al-Maidah: 2).

(2) Orang-rang kafir yang tidak menyatakan permusuhan terang-terangan kepada kaum muslimin, diperbolehkan kaum muslimin hidup rukun dan damai bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan mereka. “Allah tidak melarang kamu terhadap orang yang tidak memerangi kamu pada agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negeri kamu, bahwa kamu berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orag-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya hanya melarang kamu terhadap orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengurisr kamu, bahwa kamu menjadikan mereka teman. Dan barangsiapa yang menjadikan mereka sebagai teman, maka mereka itulah orang-orang yang dholim. (Qs Al-Mumtahanah: 8-9). Dari tafsiran ayat tersebut, artinya umat islam diperbolehkan berbuat baik dan tidak memusuhi umat islam dan selama tidak melanggar prinsip-prinsip terpenting dalam islam. Dan hal ini seperti yang dicontohkan Rasulullah Saw dalam jual beli.

Dalam konteks kebinekaan yang ada di Indonesia, Islam hadir dalam kesejukan dan mampu membuat perombakan besar dalam tatanan kehidupan di nusantara. Perubahan ini tidak terjadi secara instan atau serta merta. Butuh waktu bagi Wali Songo untuk memasukkan nilai-nilai Islam. Akselerasi dakwah pun akhirnya dilakukan dengan menjadikan tradisi sebagai salurannya. Media gamelan, seni wayang, dan berbagai tradisi bangsa Indonesia mampu diwarnai dengan keislaman dan ketauhidan dengan tidak serta merta langsung menyalahkan sepenuhnya tetapi juga tidak membenarkan semuanya. Dakwah yang dicontohkan Wali Songo mampu mengganti muatan-muatan tradisi lokal yang bertentangan dengan ajaran dasar Islam, tanpa memicu polemik dan konflik terlebih penentangan yang mengakibatkan pertumpahan darah. Kita pun wajib bersyukur karena keberhasilan dakwah Wali Songo dan toleransi bangsa Indonesia yang mampu terjaga sampai saat ini, menjadikan Indonesia percontohan dunia dalam kerukunan. Banyak tempat ibadah yang berdekatan bahkan berdampingan di Indonesia dan umatnya hidup rukun dan damai. Keragaman dan kedamaian seperti ini sangat langka ditemukan di berbagai penjuru dunia.

Dengan kondisi damai seperti ini, kita bisa merasakan sendiri ketenangan dan kekhusuan beribadah tanpa ada gangguan konflik dan peperangan. Anugerah ini harus kita syukuri dengan menjaga serta meningkatkan toleransi pada setiap perbedaan. Jangan karena ulah segelintir orang yang merasa paling benar sendiri, kita ikut-ikutan bertindak intoleran dan terprovokasi sehingga memunculkan ketidakharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Semoga Allah swt senantiasa memberikan perlindungan dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita mampu menyelaraskan antara Islam, tradisi, dan toleransi dalam kehidupan kita sehari-hari.Aamin yra.

Wallahu A’lam Bishowab.

(Artikel ini merupakan intisari naskah Jumat 18 Nopember 2022)

Penulis adalah Guru Besar dan Pakar Manajemen Pendidikan UIN SGD Bandung.

Total
0
Shares
Previous Article

Tingkatkan Mutu Kesehatan Di Papua, Satgas Yonif Raider 142/KJ Bersinergi Dengan Puskesmas Kelila Gelar Imunisasi

Next Article

Bakamla RI Gelar Harmonisasi Rencana Patroli Nasional Tahun 2023

Related Posts