Refleksi Ibadah Kurban

Oleh: Ahmad Rusdiana

Qurban atau adhiyah bermula sejak zaman Nabi Ibrahim yang diperintah Allah SWT melalui mimpinya untuk menyembelih putra kesayangan sekaligus satu-satunya saat itu; Ismail. Ketaatan Ismail dan keteguhan Ibrahim telah terbukti dengan kesungguhan menjalankan perintah Allah itu, meskipun secara manusia pasti sangat berat di hati. Maka di saat leher Ismail telah siap, seketika itu Allah menggantinya dengan seekor domba. Seperti itulah kemudian umat Islam disyariatkan untuk menyembelih hewan qurban.

Sungguh, Kami telah memberimu kenikmatan yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. (QS. Al-Kautsar : 1-2)

Dan unta-unta itu Kami jadikan Anda bagian dari syiar agama Allah, Anda banyak mendapatkan perhatiannya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya)… (QS. Al-Hajj : 36)

Ibadah qurban, sesungguhnya mengandung hikmah yang dalam. Ia mengandung dimensi spiritual, sekaligus dimensi sosial. Ia mendekatkan hamba kepada Allah SWT, sekaligus membuatnya peduli pada sesama. Dengan daging yang dibagikan kepada orang miskin sekaligus sebagai bentuk pengurangan beban dan menggembirakan mereka, daging qurban juga dapat dibagikan kepada orang kaya untuk melembutkan hati mereka, dengan harapan mereka pun terpanggil untuk mensantuni sesama mengokohkan keimanannya.

Jika hikmah seperti itu dicapai dengan qurban, dengan menyembelih hewan seperti unta, sapi dan kambing dan membagikannya kepada sesama, sesungguhnya semangat yang sama juga harus kita miliki; baik kemarin ketika Idul Adha kita berqurban atau tidak. Semangat untuk peduli pada sesama, semangat untuk menebar kemanfaatan kepada manusia, semangat untuk mengurbankan sesuatu yang berharga demi kejayaan agama. Semangat qurban harus dilanjutkan pada setiap masa, setiap bulan, setiap satuan waktu kehidupan. Karenanya, selain kata adhiyah atau qurban, dalam Islam kita juga mengenal kata at-tadhiyah atau pengorbanan. Semangat qurban yang dilanjutkan dalam setiap fragmen kehidupan itu tidak lain adalah at-tadhiyah; pengorbanan.

Abdul Halim Mahmud, salah seorang ulama besar Timur Tengah, dalam kitabnya Rukn At-Tadhiyah menjelaskan bahwa dijadikannya pengorbanan (at-tadhiyah) sebagai salah satu sunnah Islam dalam empat poin utama:

Yang pertama, bahwa setiap langkah dalam beramal karena Islam selalu membutuhkan pengorbanan atau disunnahkan adanya pengorbanan di sana jika tidak sampai pada tataran kewajiban.

Yang kedua, bahwa antara adhiyyah (qurban) dan at-tadhiyyah (pengorbanan) tampak jelas keterkaitannya. Hubungannya sangat kuat karena keduanya merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah.

Yang ketiga, bahwa masing-masing antara adhiyyah (qurban) dan at-tadhiyyah (pengorbanan) mewujudkan adanya tolong menolong antara kaum muslimin, mewujudkan dan melindungi mereka.

Yang keempat, bahwa masing-masing antara adhiyyah (qurban) dan at-tadhiyyah (pengorbanan) keduanya menghasilkan kebaikan firman Allah swt:

…dan berbuat kebaikan, supaya kamu mendapat kemenangan (QS. Al-Hajj [22]: 77)

Sejak Islam dikumandangkan, sejak Muhammad diangkat sebagai Nabi dan Rasulullah, sejak saat itu pula sejarah pengorbanan dimulai. Baik pengorbanan harta, pengorbanan waktu, pengorbanan fikiran, hingga pengorbanan nyawa yang dilalui oleh generasi pertama umat ini.

Lihatlah Rasulullah bersama ibunda kaum mukminin Khadijah ra yang semula termasuk orang yang paling kaya di Makkah, mereka hidup sederhana karena harta-hartanya digunakan untuk bekal dakwah. Juga selamatkan kaum mukminin dan bantu mereka yang kekurangan. Abu Bakar pun demikian. Sahabat terkemuka ini memerdekakan budak muslim dengan uangnya sendiri. Bilal adalah salah satunya. Demikianlah pengorbanan harta senantiasa mengiringi langkah generasi pertama umat ini, baik dalam periode Makkiyah maupun Madaniyah.

Pengorbanan waktu juga dilakukan oleh seluruh sahabat. Tidak ada satu pun di antara mereka yang memeluk Islam kecuali setelah itu segera mengorbankan waktunya untuk mendakwahi orang lain. Tidak ada satu pun di antara mereka yang memeluk Islam kecuali setelah itu segera mengorbankan waktunya untuk membela agama yang mulia ini.

Para sahabat juga mencurahkan segala potensi akalnya untuk memperjuangkan Islam dan memberikan kemanfaatan kepada sesama. Maka kita kenal nama Salman Al Farisi yang membawa ide pertahanan parit saat pasukan ahzab hendak menyerbu Madinah. Jadilah perang itu disebut perang khandaq. Ada Khalid bin Walid, meskipun belakangan masuk Islam, dia berjasa besar bagi Islam. Kekuatan pikirannya dicurahkan untuk merancang strategi perang hingga kaum muslimin selalu mendapatkan kemenangan di bawah komandonya.

Bahkan pengorbanan nyawa juga menjadi hal yang mudah dijumpai pada generasi pertama umat ini. Mulai dari Sumayyah dan suaminya yang menjadi syuhada pertama karena pembunuhan kafir Quraisy karena tidak mau kembali kepada jahiliyah. Tidak terhitung banyaknya jumlah syuhada sejak perang badar, uhud, khandaq, dan perang-perang berikutnya. Karakter para sahabat itu adalah menyambut seruan jihad dengan siap mengorbankan nyawa mereka; menjadi syuhada fi sabilillah.

Sejak Islam dikumandangkan, sejak Muhammad diangkat sebagai Nabi dan Rasulullah, sejak saat itu pula sejarah pengorbanan dimulai. Baik pengorbanan harta, pengorbanan waktu, pengorbanan fikiran, hingga pengorbanan nyawa yang dilalui oleh generasi pertama umat ini.

Lihatlah Rasulullah bersama ibunda kaum mukminin Khadijah ra yang semula termasuk orang yang paling kaya di Makkah, mereka hidup sederhana karena harta-hartanya digunakan untuk bekal dakwah. Juga selamatkan kaum mukminin dan bantu mereka yang kekurangan. Abu Bakar pun demikian. Sahabat terkemuka ini memerdekakan budak muslim dengan uangnya sendiri. Bilal adalah salah satunya. Demikianlah pengorbanan harta senantiasa mengiringi langkah generasi pertama umat ini, baik dalam periode Makkiyah maupun Madaniyah.

Pengorbanan waktu juga dilakukan oleh seluruh sahabat. Tidak ada satu pun di antara mereka yang memeluk Islam kecuali setelah itu segera mengorbankan waktunya untuk mendakwahi orang lain. Tidak ada satu pun di antara mereka yang memeluk Islam kecuali setelah itu segera mengorbankan waktunya untuk membela agama yang mulia ini.

Para sahabat juga mencurahkan segala potensi akalnya untuk memperjuangkan Islam dan memberikan kemanfaatan kepada sesama. Maka kita kenal nama Salman Al Farisi yang membawa ide pertahanan parit saat pasukan ahzab hendak menyerbu Madinah. Jadilah perang itu disebut perang khandaq. Ada Khalid bin Walid, meskipun belakangan masuk Islam, dia berjasa besar bagi Islam. Kekuatan pikirannya dicurahkan untuk merancang strategi perang hingga kaum muslimin selalu mendapatkan kemenangan di bawah komandonya.

Bahkan pengorbanan nyawa juga menjadi hal yang mudah dijumpai pada generasi pertama umat ini. Mulai dari Sumayyah dan suaminya yang menjadi syuhada pertama karena pembunuhan kafir Quraisy karena tidak mau kembali kepada jahiliyah. Tidak terhitung banyaknya jumlah syuhada sejak perang badar, uhud, khandaq, dan perang-perang berikutnya. Karakter para sahabat itu adalah menyambut seruan jihad dengan siap mengorbankan nyawa mereka; menjadi syuhada fi sabilillah.

Saat ini, di negeri ini, kita tidak menjumpai jihad fi sabilillah yang memberi kita kesempatan untuk mengorbankan nyawa di jalan Allah. Namun demikian, medan pengorbanan lain masih terbuka luas. Siapa pun yang menjaga semangat itu maka mereka berpeluang mengejar orang-orang terbaik ke tempat terbaik berupa surga, dapat dilakukan melalui kegiatan:

Pertama, berdakwah dan amar ma’ruf nahi munkar. Inilah pengorbanan yang harus selalu ada dan kita lakukan bersama. Dakwah adalah al-muayyidat bagi agama ini. Dengannya umat terselamatkan dari pemurtadan. Dengannya seorang muslim diarahkan untuk kokoh dalam keislamannya. Dengannya seorang muslim diajak menjalankan Islam secara kaffah sekaligus memeperjuangkannya.

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran : 104).

Kedua, berinfaq dan shadaqah baik yang wajib maupun yang sunnah. Seorang muslim hendaklah meneruskan semangat qurban dengan terus mengeluarkan hartanya di jalan kebaikan dengan shadaqah baik yang wajib semisal zakat, maupun yang sunnah; yang tidak terikat oleh ketentuan besaran dan waktunya.

Dengan menyantuni fakir miskin dan kaum dhuafa’, bukan hanya kami bersyukur kepada Allah SWT tatapi juga berusaha untuk memperkokoh keislaman mereka dan menumbuhkan saling cinta. Jangan sampai kita menjadi pendusta agama yang tidak peduli dengan beban sesama.

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menyarankan memberi makan orang miskin… (QS. Al-Ma’uun : 1-3)

Ketiga, masukan sesuai kompetensi. Ketika seorang muslim bekerja, hendaklah dia berniat untuk ibadah. Bahwa ia ikut membangun peradaban Islam, membantu sesama, menebar kebaikan dan kemanfaatan bagi manusia. Maka segala daya yang dikeluarkannya, lelahnya, energinya, semuanya menjadi bentuk pengorbanan. Karenanya, seorang muslim yang memiliki semangat berkurban pada saat yang sama juga memiliki semangat untuk terus meningkatkan kinerja dan memperbaiki prestasi.

Dengan agungnya makna dan tujuan dari ibadah kurban ini, maka sudah selayaknya kita berusaha untuk dapat melaksanakannya sehingga kita akan semakin dekat kepada Allah. Tentu kita tidak ingin menjadi hamba yang kufur nikmat dan memutus rahmat Allah karena kita tidak berkurban padahal sebenarnya kita mampu.

Mari kita bersama-sama menjadi hamba yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan perintah-perintahnya. Jangan sampai kita pada kondisi yang disebutkan dalam surat Al-Kautsar ayat 3: اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ Artinya: “Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)”. Audubillah. Tapi sebalikknya kita melakukan perintah sekaligus menjadi balasan dari Allah SWT, Firman-Nya. “Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS. Al-Hajj [22]: 32).Wallahu a’lam.

*(Àrtikel,merupakam esensi naskah khutbah Jumat, 30 Juni 2023)

(Penulis,guru besar manajemen pendidikan UIN SGD Bandung).

 

Total
0
Shares
Previous Article

Kebijakan BI Tidak Berdampak Pada KUB bank bjb dengan Bank Bengkulu

Next Article

Satgas Yonarmed 1 Kostrad Ramaikan Perayaan Idul Adha Di Daerah Penugasan

Related Posts