Surakarta – ekpos.com – Ketua Mahkamah Kehormatan DPR RI, Adang Daradjatun mengungkapkan Hak imunitas yang diamanatkan undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 kepada DPR, salah satunya terkait kebebasan berbicara bagi anggota parlemen menjadi Hak yang penting di sebuah negara hukum.
“Hak imunitas yang dimiliki oleh anggota DPR RI sebagai amanat dari Undang-undang dasar 1945 hasil amandemen ini pada dasarnya adalah hak wakil rakyat yang tidak boleh dipersoalkan atau disalahkan dalam hubungan dengan tindakan yang dilakukan. Termasuk setiap ucapan atau pendapatnya dalam kedudukannya sebagai anggota Dewan,” ujar Adang dalam sosialisasi Hak imunitas anggota DPR RI dan DPRD, serta Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) Khusus Anggota DPR RI di Kantor DPRD Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (3/7).
Dijelaskannya, kebebasan berbicara bagi anggota parlemen itu semata untuk menunjang fungsi tugas dan wewenangnya dalam memberikan check and balances bagi eksekutif (pemerintah-red).
Meski demikian, Ia mengakui, Hak imunitas DPR ini terkadang dianggap sebagai perlakuan yang berbeda antara anggota lembaga perwakilan rakyat dengan warga masyarakat pada umumnya. Sebagaimana prinsip equality before the law atau persamaan di hadapan hukum.
Terkait hal tersebut, Mantan Wakapolri yang didampingi oleh anggota MKD DPR RI, M Fadholi ini menyebutkan, selain equality before the law, ada juga Azas lain yang mengatakan bahwa hal yang sama diperlakukan sama, sementara hal yang berbeda diperlakukan berbeda.
“Dalam hal ini, Anggota lembaga perwakilan rakyat dinyatakan berbeda, karena ketika berhadapan dengan hukum, ada kewajiban konstitusional berupa memberikan pendapat dan suara terhadap sebuah kebijakan publik, yang telah diputuskan pemerintah atau eksekutif,” jelas Politisi dari Fraksi PKS ini.
Untuk diketahui, konsep mengenai hak imunitas atau kekebalan atas lembaga perwakilan juga dianut negara-negara lain di dunia. Meskipun ketentuan rinci mengenai kekebalan parlemen inj berbeda-beda. Inggris misalnya, menganut model ‘non-accountability atau model non-akuntabilitas.
Model ini melindungi kebebasan berbicara dalam melaksanakan tugas anggota parlemen. Ini berarti bahwa anggota lembaga perwakilan tidak dapat dituntut untuk opini atau pendapat dalam melaksanakan tugasnya di parlemen. Dalam beberapa hal juga mencakup kegiatan di luar parlemen, seperti pekerjaan konstituen, asalkan dapat didefinisikan sebagai kegiatan keparlemenan (Parliamentary businesess).
Sedangkan Sistem ‘inviolability’ diterapkan Perancis sebagai kekebalan yang lebih luas lagi, yang berarti bahwa wakil-wakil terpilih tidak dapat dituntut untuk kegiatan kriminal, kecuali mereka tertangkap tangan.
Dan, berdasarkan Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 (MPR, DPR RI, DPD RI, DPRD) dan Undanh – Undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Negara Indonesia menganut sistem non akuntabilitas sebagaimana diterapkan di Inggris.
Dimana anggota DPR RI dan DPRD tidak dapat dituntut di depan pengadilan akibat pernyataan, sikap, pertanyaan ataupun aktifitas yang terkait dengan tugas, fungsi dan wewenang sebagai anggota dewan. (Ayu).