Jakarta – ekpos.com – Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa, regulasi EU Deforestation-Free Regulation (EUDR) yang mulai berlaku pada Juni 2023 akan berdampak buruk bagi Indonesia. Dampak buruk itu terutama akan menerpa ekspor produk perkebunan seperti kopi, kakao dan minyak sawit.
“Jika EUDR ini diterapkan maka ekspor Indonesia bisa terganggu di tahun depan sebesar 6 miliar Euro (Rp 99,6 triliun), EUDR akan diberlakukan dalam waktu 18 bulan setelah diundangkan pada Juni 2023, yang berarti berlaku pada Desember 2024,” kata Airlangga.
“Upaya Indonesia saat ini, pertama, dengan Uni Eropa dibentuk Task Force yang diharapkan akan menyelaraskan best practice yang sudah berlaku, sehingga ekspor Indonesia ke UE, untuk produk-produk hasil kehutanan tidak akan terpengaruh,” kata Airlangga.
Kedua, menurut Airlangga, pemerintah RI akan mengakselerasi perundingan EU-CEPA. “Forum ini sudah ada 14 round dan masih ada 2 round lagi, dan Presiden Joko Widodo menargetkan akan selesai di akhir tahun ini,” kata Airlangga.
Selain itu, Airlangga juga menyampaikan ada beberapa critical issue yang harus disampaikan.
“Kami terus mengkoordinasikan dengan kementerian-kementerian terkait agar ini segera selesai. Sebab jika ini bisa selesai maka tentunya ekspor Indonesia ke UE akan terbuka lebar,” ungkap Ketua Umum Partai Golkar itu.
EUDR adalah singkatan dari European Union Deforestation-Free Regulation (Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa).
Ini adalah regulasi yang diberlakukan oleh Uni Eropa untuk mengurangi impor produk yang terkait dengan deforestasi.
Regulasi ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif deforestasi terhadap lingkungan dan membantu melindungi hutan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Aturan ini menetapkan standar dan persyaratan ketat terkait dengan praktik pertanian, penggunaan lahan dan perlindungan lingkungan.
Produk perkebunan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut dapat dilarang masuk ke pasar Uni Eropa atau menghadapi pembatasan perdagangan.
Penerapan EUDR pada produk perkebunan Indonesia, seperti minyak sawit, dapat memiliki dampak signifikan karena Indonesia adalah salah satu produsen terbesar dan pengekspor terbesar minyak sawit di dunia.
Regulasi ini mengharuskan produsen dan eksportir untuk dapat membuktikan bahwa minyak sawit yang mereka produksi atau ekspor, bebas dari deforestasi dan memenuhi standar keberlanjutan yang ditetapkan oleh Uni Eropa. (Red).