Inilah 3 Sikap untuk Merawat dan Mencintai NKRI Pasca Kemerdekaan

Prof.Dr.Ahmad Rusdiana, MM

Oleh: A.Rusdiana

Kemerdekaan Republik  Indonesita 17 Agustus 1945 merupakan anugrah dan rahmat dari allah SWT.

Oleh sebab itu, kita sebagai bangsa Indonesia wajib bersyukur dengan jalan menjaga, merawat dan mengisi dengan hal hal positif dan maslahat bagi bangsa dan negara.

Artinya, “ Sejujurnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS. Ibrahim [14]:7). 

Negara  Republik Indonesia telah mginjak  usia kemerdekaan yang ke-78. Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 RI (Republik Indonesia) akan diperingati pada tanggal 17 Agustus 2023 mendatang. Dengan mengusung tema “Terus Melaju Untuk Indonesia Maju”. Tema ini mencerminkan semangat Bangsa Indonesia untuk terus melanjutkan perjuangan dan pembangunan, berkolaborasi bersama memanfaatkan momentum ini untuk mewujudkan Indonesia Maju.

Sebelum berbicara tema “Terus Melaju Untuk Indonesia Maju”. Tidak berlebihan apabila saat ini membicara modal semangat tema tersebut, salah satunya adalah mencintai, merawat dan mempertahankan cinta tanah air. Mempertahankan cinta tanah air; meneladani kecintaan ulama terhadap tanah air bukan tanpa alasan. Ulama terdahulu memegang dawuh Nabi Muhammad SAW yakni “mempertahankan cinta tanah air karena Allah lebih baik dari dunia dan seisinya”. Begitu kuatnya tekad para ulama untuk memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan dengan berlumur darah agar anak cucunya merasakan kemerdekaan, agar mudah dalam tholabul ilmi, agar mudah dalam bekerja dan hidup aman damai,” Oleh karena itu, tugas generasi saat ini adalah menjaga keutuhan bangsa Indonesia, jangan sampai bangsa yang telah diperjuangkan oleh para ulama hancur karena ulah dan kecerobohan generasi saat ini. “Jangan sampai niatnya hiburan perayaan Agustus malah berakhir ricuh. Sangat munafik dan merupakan hal yang bodoh jika kita kisruh dengan saudara kita sendiri, apalagi masih sebangsa dan setanah air,

Islam mengajarkan  bahwa cinta tanah air bagian dari Iman. Tanah air kita adalah Indonesia. Mencintai Indonesia adalah bagian dari iman. Kiai Muhammad Said dalam kitab Ad-Difa’ani Al Wathan min Ahammi al-Wajibati ala Kulli Wahidin Minna halaman 3 menjelaskan bahwa umat Islam wajib menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu memupuk persaudaraan dan persatuan di kalangan Muhajirin, antara kalangan Muhajirin dan Ansor, serta mengakomodasi kepentingan umat Islam, umat Yahudi, dan orang-orang Musyrik.

Mencintai tanah air merupakan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam . Rasulullah mencintai Makkah dan Madinah karena dua tempat mulia tersebut merupakan tanah air beliau. Mencintai tanah air adalah bagian dari iman karena tanah air merupakan sarana utama untuk melaksanakan perintah agama. Tanpa tanah air, seseorang akan menjadi tunawisma. Tanpa tanah air, agama seseorang kurang sempurna, dan tanpa tanah air, seseorang akan menjadi terhina. Syekh Muhammad Ali dalam kitab Dalilul Falihin halaman 37 mengatakan: Maknaya “Cinta tanah air bagian dari iman.” حُبُّ الوَطَنِ مِنَ الإِيْماَنِ
Terkait anjuran untuk mencintai tanah air, Nabi memberikan sebuah contoh teladan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalamShahih Bukhari juz 3 halaman 23:

“Ketika Rasulullah hendak datang dari bepergian, beliau mengatur kemudi kendaraan yang ditunggangi setelah melihat dinding kota Madinah. Bahkan beliau sampai menggerak-gerakan binatang yang dikendarainya tersebut. Semua itu dilakukan sebagai bentuk kecintaan beliau terhadap tanah airnya. (HR Bukhari).

Al-Hafidh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fath al-Bari juz 3, hal.705 menjelaskan bahwa hadits tersebut menunjukkan keutamaan Madinah dan menganjurkannya mencintai tanah air serta mencintainya”. Dalam konteks Indonesia, menjaga kemerdekaan RI, menjaga Pancasila, menjaga Bhineka Tunggal Ikha, menjaga NKRI, dan menjaga Undang-undang 1945 adalah bagian dari iman dan agama.

Mengapa hubbul wathan minal îmân ? Mengapa kita perlu mencintai tanah air Indonesia tercinta ini? Karena hanya dengan kondisi bangsa dan negara yang aman dan stabil, umat muslim dapat beribadah dengan nyaman, beramal dengan baik, dan dapat beristirahat dengan tenang. Bayangkan saudara Suriah kita yang dilanda peperangan, seperti di Afghanistan, Irak, dan Libya, Ukraina (masih hangat), mereka tidak pernah nyaman dan enak seperti kita. Atsar Khalifah Umar bin Khatab sebagaimana dikutip Syekh Ismail Haki dalam kitab Tafsir Ruhul Bayan juz 6 halaman 442 menyatakan:

Sayyidina Umar berkata: “Seandainya tidak ada cinta tanah air, hancurlah negara yang terpuruk. Dengan cinta tanah air, negara akan Berjaya.”

Inilah  sikap dan tidak tindakan  kita untuk melindungi kemerdekaan Republik Indonesia tercinta ini:

Pertama: Syekh Muhammad Amin As-Syinqithi sebagaimana dikutip Muhammad Said dalam kitab Al-Difa’ani Al Wathan min Ahammi Al Wajibati ala Kulli Wahidin Minnahalaman 24-25 mengatakan bahwa Al-Qur’an telah memposisikan umat Islam pada posisi yang merdeka, mulia, terhormat, maju, dan mandiri. Ketika umat Islam dalam posisi terbelakang, miskin, atau dalam kondisi yang mundur, lebih disebabkan oleh kecerobohan umat Islam sendiri, yaitu meninggalkan kewajiban dalam mengatur kehidupan duniawi. Al-Qurân sebagai kitab suci umat Islam sudah selayaknya tetap menjadi bacaan utama setiap hari. Oleh karena itu, seorang muslim sejati yang berlomba menjadikan al-Qurân sebagai salah satu mediasi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pentingnya al-Quran dalam kehidupan sehari-hari sangatlah besar. Al-Qurân sudah cukup menjawab masalah yang sering terjadi pada manusia. Al-Qurâan tidak hanya sebagai bacaan biasa, tapi jauh dari itu al-Qurâan sebagai pemberi ketenangan batin bagi mereka yang membaca.

Kedua: Imam An-Nawawi menyatakan dalam pendahuluan kitab al-Majmu ‘: wajib bagi umat Islam untuk bekerja, mandiri, dan produktif dalam segala kebutuhan, walaupun hanya memproduksi sebuah jarum maupun garam. Umat ​​Islam tidak boleh tergantung pada umat lain. Sebab alat ukur kekuatan umat Islam bergantung pada kemandiriannya dalam mencukupi kebutuhan. Untuk mewujudkan kemerdekaan dan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, maju dan berdaulat, setiap warga memperjuangkan bangsa sesuai dengan profesi masing-masing.

  1. Jika menjadi pejabat, jadilah pejabat yang baik, amanah, jujur, dan tidak korupsi.
  2. Jika menjadi pendidik, jadilah pendidik yang baik, produktif dalam karya ilmiah, jujur, dan mengabdi di masyarakat.
  3. Jika menjadi pelajar, jadilah pelajar yang rajin menuntut ilmu di bidang masing-masing, karena ilmumu kelak dibutuhkan oleh bangsa dan umat.

Ketiga: jadilah warga Negara yang selalu berusaha berbuat baik dalam segala kondisi, tempat, dan berperilaku baik dengan akhlak yang mulia. berusaha untuk berbudi pekerti luhur, menjaga moral, dan membangun kecintaan terhadap tanah air dengan jalan yang baik. Bagaimana caranya? Hal itu berdasarkan bahwa:

  1. Kebahagian datang bagi yang berbuat baik” “[…] Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” Kutipan ini bersumber dari surat Al-A’raf: 56. Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa rahmat Allah senantiasa ada bagi siapapun yang tulus menyebarkan kebaikan kepada orang-orang di sekitarnya. Ayat ini dapat meningkatkan bahwa perbuatan baik akan mendatangkan kasih sayang dari Allah SWT di dunia maupun akhirat. Melakukan perbuatan baik akan membuka pintu kebahagiaan, kesehatan, dan ketenangan hati. Berbuat baik bisa juga diartikan sebagai satu langkah lebih dekat untuk meraih rahmat Allah.
  2. Selalu ingat kebaikan yang datang dari Allah SWT; Terkadang sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, kita lupa untuk bersyukur. Padahal, semua yang ada pada diri kita adalah nikmat mempersembahkan Sang Khalik, mulai dari kesehatan, harta, hingga pengetahuan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 122 yang berbunyi, “ Ingatlah nikmat yang telah Aku berikan kepadamu.”
  3. Berbagi kebaikan juga untuk diri sendiri; Beberapa orang kalah bahwa berbuat baik itu bertujuan untuk mendapatkan manfaat berarti. Anggapan yang tidak salah, namun sejatinya, perbuatan baik kita kepada orang lain layaknya “bumerang” bagi diri kita sendiri. Jadi, saat Anda membantu orang lain, bukan hanya mereka yang merasakan manfaatnya, tetapi Anda juga, nona. Hal ini disebutkan di surat Al-Isra’ ayat 7 yang berbunyi, “ Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.” Kebaikan untuk orang lain akan mengundang kebaikan untuk diri sendiri. Sebaliknya, perbuatan buruk kepada orang lain juga akan mendatangkan keburukan bagi siapapun yang melakukannya.
  4. Terus bersyukur dan berterima kasih positif; “ Barang siapa bertakwa kepada Allah, maka Ia akan menjadikan jalan keluar memberinya dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka[…]” Dalam surat Ath-Thalaq ayat 2-3, Allah menjanjikan jalan keluar berupa rezeki yang tak terduga bagi umat-Nya yang bertakwa dan senantiasa tawakal. Ayat ini melarang kita untuk selalu menyalahkan yang positif dan husnuzan (berprasangka baik) kepada Allah SWT. Rajin beribadah dan melakukan kebaikan akan meningkatkan ketakwaan kita. Selalu ingat janji Allah bahwa Ia akan memberi rezeki dan jalan keluar bagi ciptaan-Nya yang berjalan lurus sesuai ajaran-Nya.
  5. Setiap langkah baik sangatlah berarti; Terkadang, manusia ragu untuk berbuat baik kepada sesama karena merasa kebaikannya tidak cukup berharga. Namun, sebenarnya sebuah kebaikan tetaplah kebaikan dan lebih baik dari beribu keburukan. Allah menyatakan hal ini melalui firman-Nya dalam surat Al-Maidah ayat 100, “ Katakanlah (Muhammad), ‘Tidaklah sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu menarik hatimu.’”

Setiap kebaikan, meski bentuknya kecil, akan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Begitu pula dengan keburukan, seremeh apa pun bentuknya juga akan mendapat ganjaran. “ Barangsiapa yang berbuat kebaikan (sebesar biji dzarrah), niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang melakukan kejahatan (sebesar biji dzarrah), niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula .”

(Wallahu a’lam bishowwab)

*( Artikel merupakan esensi Khutbah Jumat 11,Agustus 2023 )

Total
0
Shares
Previous Article

ATLET PUSHIDROSAL JUARAI KOMPETISI OLAHRAGA AIR RENANG LAUT SELAT KELAGIAN 2023

Next Article

Lepas Anggota Baru, Pesan Danrem 081/DSJ: Harus Selalu Bersyukur

Related Posts