BANDUNG, Ekpos.Com –Berkat mengelola sampah anorganik, kampung seluas 217,3 hektare di kawasan Bandung Timur mampu menarik perhatian negara tetangga yaitu, Korea Selatan dan Malaysia belajar langsung dari emak-emak Kelurahan Cipadung Kidul, Kecamatan Panyileukan, Kota Bandung.
“Kami punya Bank Sampah Sehati (sehat lingkungannya, harmonis warganya, terinspirasi dan inovatif kegiatannya). Didirikan di RW 9, hasil kepedulian tokoh masyarakat dan warga yang dimotori Pak Yoyo Sutaryo Ketua RW 9 untuk memilah dan memisahkan sampah,” papar Lurah Cipadung Kidul, Bahrudin.
Warga memilah sampah anorganik dan menabungnya di Bank Sampah Sehati. Tabungan sampah yang sudah dicatat, pada akhir Ramadan nanti akan dibagikan hasilnya.
“Sudah dapat beberapa penghargaan. Ada kunjungan dari luar negeri juga seperti Malaysia dan Korea Selatan untuk study banding ke Bank Sampah Sehati,” ucapnya.
Sampah anorganik yang sudah terkumpul pun disulap menjadi aneka kerajinan oleh tangan emas emak-emak di Cipadung Kidul. Ada yang dijadikan tas, alas tikar, kotak tisu, dan lain sebagainya.
Menurut Bahrudin, hadirnya Bank Sampah Sehati mampu membuat para ibu di lingkungannya menjadi lebih produktif.
“Bahkan, kami juga kerap membuat sabun dari minyak jelantah yang dikumpulkan warga sekitar,” lanjutnya.
Ia mengaku, pengolahan sampah di Cipadung Kidul telah dilakukan jauh-jauh hari sebelum Kota Bandung mengalami darurat sampah. Awalnya ada petugas dari vendor pihak ketiga untuk menarik sampah organik di tiap RW. Sedangkan sampah anorganik dibuang ke Bank Sampah Sehati.
“Sejak ada darurat sampah di TPA Sarimukti, kami perluas jangkauan pemilahan sampah. Apalagi Pemkot Bandung juga memberikan bantuan Kang Empos untuk 20 persen penduduk di sini,” jelasnya.
Selain itu, di Cipadung Kidul juga memiliki Buruan Sae yang telah didirikan dari tahun 2019, seiring dengan instruksi dari Wali Kota Bandung sebelumnya, almarhum Oded M. Danial (Mang Oded).
“Kemarin Alhamdulillah dapat bantuan dari Bank Indonesia untuk bibit bawang merah. Lalu, tanaman potensial di Buruan Sae kami juga ada terong, pakcoy, caisim, dan kangkung,” tuturnya.
“Bisa untuk keindahan, produktivitasnya ada, juga jadi sarana silaturahmi. Warga berkumpul botram, ngobrol, dan semakin dekat. Kami juga bisa sisipkan program sosialisasi, sehingga tidak sulit untuk menyampaikannya ke masyarakat,” ungkapnya.
Meski sulit menemukan lahan kosong luas di Kota Bandung, ia berharap masyarakat bisa memanfaatkan lahan sekecil apapun untuk jadi produktif.
Selain mengembangkan Buruan Sae, pihaknya pun bekerja sama dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung untuk penyuluhan dan bantuan bibit kepada para petani di sekitar.*