DEMAK || ekpos.com – Study tour atau outing class, hingga saat ini masih dianggap sebagai bagian dari pembelajaran luar kelas yang efektif dan menyenangkan. Namun beberapa hari ini muncul berbagai pro dan kontra ditengah musibah kecelakaan bus wisata di Ciater Subang, Jawa Barat, yang menelan korban jiwa hingga 11 orang siswa dan guru.
Flashback tahun 2003 juga terjadi tragedi yang mengerikan berupa terbakarnya bus wisata di tanjakan PLTU Paiton Jawa Timur, dengan korban sebanyak 54 siswa dan guru SMK Yapemda Sleman, Jogjakarta.
Menyikapi hal tersebut, Ketua PGSI (Persatuan Guru Seluruh Indonesia) Kabupaten Demak, Noor Salim, menyampaikan sikapnya, usai pelaksanaan praktek Asesment Sumatif Akhir Jenjang, di sekolah nasional Karangturi, Selasa (14/5/2024).
“Inna Lillahi, 27.500 anggota PGSI Demak, menyampaikan duka- cita yang mendalam, atas musibah kecelakaan bus wisata SMK Lingga Kencana Depok, semoga semua arwah almarhum, diterima disisi-Nya, keluarga yang ditinggal diberi kekuatan,” kata Salim melalui keterangannya, Selasa (14/5).
Lanjutnya, menyikapi berbagai pro dan kontra yang ramai di media sosial, berikut pernyataan PGSI:
PERTAMA,
Bahwa outing class, studi wisata, studi ziarah wisata, wisata rohani atau apapun namanya, bertujuan untuk memperkaya pengalaman dari teori pelajaran yang didapat dalam kelas dari buku, guru, juga hasil jelajah Internet. Maka pengalaman pembelajaran melalui aksi dengan mengamati, mencoba, dan mempraktikkan langsung ke lapangan, dapat meningkatkan pemahaman dan lebih banyak manfaat bagi siswa.
KEDUA,
Pelaksanaan study tour atau sebutan lainnya, pihak sekolah tidak boleh memaksa. Biasanya panitia mengedarkan surat pilihan kepada orangtua, terkait rencana studi wisata, termasuk anggaran, obyek, waktu, fasilitas, hingga manfaat bagi siswa. Maka jika sekiranya ada panitia yang memaksa siswa untuk ikut studi wisata, dapat melaporkan ke dinas pendidikan atau kemenag setempat.
KETIGA,
Terhadap sikap warganet yang menyerukan penolakan studi tour dengan alasan wisata cukup dilihat dan pelajari lewat internet, maka perlu dipahami bahwa setelah anak belajar melalui buku, guru dan internet, perlu dibuktikan ke dunia nyata sebagai bentuk “tadabbur alam”, mengenal tanda-tanda kebesaran Allah SWT. dengan cara hadir langsung untuk merasakan dan melihat ciptaan-Nya yang indah. Hal ini akan memperkuat keimanan dan menambah rasa syukur, sehingga akhlak mulia siswa akan terus terbentuk.
KEEMPAT,
Sekolah dan panitia agar lebih selektif memilih biro wisata dan benar- benar memastikan bus sudah di Ram-Check (inspeksi keselamatan) atau lolos uji KIR oleh dinas perhubungan setempat. Jangan tergiur dengan harga murah, jika ujungnya berakibat pada fasilitas yang asal- asalan dengan pertaruhan nyawa. Begitupun orangtua jangan meminta harga murah tapi menuntut fasilitas lengkap.
KEENAM,
Dalam hal terjadi kecelakaan karena faktor bus yang jelek dan rusak , maka biro wisata dan PO bus harus bertanggung jawab secara hukum perdata ataupun pidana, karena pihak sekolah melalui panitia telah teken kontrak atas pelaksanaan studi wisata siswa.
BERAGAM SIKAP PRO-KONTRA.
1. Dari orangtua siswa.
Hadi Wiyono, Tegowanu.
“Setiap orang punya momen pada masa yang dilaluinya, setiap orangtua juga punya cara membahagiakan anak- anaknya diantaranya dengan studi wisata, agar anak punya cerita indah bersama teman, yang nanti akan dikenang disaat dewasa. Studi wisata juga momen anak lebih dekat menghargai dan menghormati guru, maka bagi saya studi wisata itu penting”.
2. Dari guru.
Sugiyono, S.Th.I.
Guru di SMK Kabupaten Demak ini menyampaikan bahwa, Mengenali ragam obyek wisata dan tempat tempat religius, tidak cukup hanya melihat lewat gambar atau video saja. “Jika wisata dianggap cukup lewat video, maka sama halnya menganggap sekolah cukup dirumah sendiri dengan buka internet saja. Padahal dulu saat covid, diminta belajar wfh pada protes,” tandasnya.
3. Dari warganet di FB SAENDA.
“Lebih baik studi tour dihapus aja, karena zaman sekarang cari uang makin sulit dan tidak semua wali murid kehidupan kesehariannya cukup, sebelum ada korban dari sikis anak yang bersangkutan karena tidak bisa mengikuti kegiatan, alangkah baiknya kegiatan studi tour dihapus”. (Red).