Oleh : A. Rusdiana
Setiap manusia diciptakan Allah dalam keadaan suci, ia diberi kebebasan untuk berbuat apa saja yang ia kehendaki, inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Hak Azazi Manusia (HAM). Dalam ajaran Islam, meskipun manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat apa saja sesuai dengan kemauaannya, namun ia harus mempertanggung- jawabkan semua perbuatannya setelah kehidupan di dunia ini. Tidak hanya Islam, setiap agama baik Kristen, Hindu maupun Budha semuanya mengajarkan pada pemeluknya tentang adanya kehidupan setelah kehidupan dunia ini, Islam menamakan dengan alam akhirat dan Hindu/Budha menamakan dengan alam nirwana. Semua agama juga mengajarkan bahwa di alam itulah manusia akan menemukan kehidupan abadi, mendapatkan kebahagiaan dan kesengsaraan.
Agar manusia sukses dalam kehidupannya di dunia ini maka Allah mengirim seorang rasul untuk menjelaskan rambu-rambu kehidupan yang harus di ta’ati dan dilaksanakan, rambu-rambu itu adalah: 1) Setiap manusia harus menyembah Allah, karena ia diciptakan secara hanif tunduk kepada Tuhan. Fiman Alla SWT, dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Tidaklah mereka disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”. (QS. Al-Bayyinah [98]: 5)
Selanjutnya; 2) Semua manusia harus berbuat yang baik dan menjauhi yang jelek, demikian ini karena ia kelak ia dimintai pertanggungjawaban atas semua yang dilakukan di akhirat. Fiman Alla SWT, dalam Al-Qur’an:
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)-Nya pula. (QS. Az Zalzalah [99]: 7)
Selanjutnya untuk hal itu, dalam kitab jami’ al-Shaghir, al-Suyuthy meriwayatkan sebuah hadis dari sahabat Jabir tentang wasiat jibril kepada nabi, wasiat tersebut adalah:
Artinya: “Wahai Muhammad ! hiduplah sekehakmu, tetapi ingatlah bahwa kamu akan mati. Cintalah kepada siapa saja yang ingin engkau cintai, tetapi ingatlah bahwa engkau akan berpisah dengannya. Berbuatlah sekehendakmu, tetapi ingatlah bahwa engkau akan menemukan balasannya”. (Kitab al-Shaghir, al-Suyuthy)
Kandungan Hadis ini, al-Ghazaly mengingatkan kepada kita agar Mawas diri terhadap tiga hal, bila ingin sukses dalam kehidupan dunia Akhirat, yaitu:
Pertama: Hendaknya kita tidak terbuai dengan kehidupan dunia
karena seberapa banyak harta yang kita miliki harta pasti akan ditingalkan. Jika semua harta dunia itu akan kita tinggalkan maka sudah selayaknya harta itu tidak menjadi tujuan hidup kita, tidak selayaknya kita menumpuk harta sebanyak-banyak tetapi kita hanya mengambil secukupnya. Sudah seharusnya harta itu kita jadikan untuk bekal kehidupan di akhirat. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa suatu ketika nabi pernah berwasiat kepada Abi dzarr:
Artinya: “Wahai Abi Dzarr perbaikilah perahu karena laut yang akan kamu karungi sangat dalam (maksdunya niatlah yang baik dalam setiap perbuatanmu agar engkau mendapatkan pahala dan selamat dari siksa neraka kelak di akhirat). Ambilah bekal dengan sempurna karena perjalanan engkau tempuh sangatlah jauh (maksudnya perbanyaklah amal ibadah untuk bekal karena perjalanan ke akhirat sangat susah dan banyak rintangan). Ringankan beban karena medan yang akan akan engkau tempuh sangat susah (maksudnya janganlah banyak berbuat dosa karena akan menyusahkanmu). Murnikan amal karena dzat yang mengintai kamu selalu waspada (maksudnya beramallah hanya karena Allah karena hanya disisinya kamu akan menemukan balasannya)”
Berkaitan dengah hal ini Abu Sulaiman al-Darani berkata:
Artinya: Sungguh bahagia bagi orang yang dalam umurnya punya suatu perbuatan yang dimaksudkan hanya karena Allah Imam al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak meriwayatkan bahwa nabi pernah mengajarkan do’a yang sangat panjang kepada ibnu Umar, diantara doa itu adalah:
Artinya: Ya Allah ! janganlah engkau jadikan bencana dalam masalah agamaku, janganlah engkau jadikan dunia sesuatu yang paling menyusahkanku.
Kedua: Hendaklah kita memperhatikan siapa orang yang seharusnya kita cintai.
Kita harus mencintai orang yang bisa membuat tenang hati kita, bisa menolong kita untuk semakin taqwa kepada Allah dan mencegah kita agar tidak melakukan maksiat kepada Allah. Demikian ini karena bisa saja orang yang dicintai itu kelak menjadi musuh yang menjeruskan kita ke neraka. Dalam surat al-Zuhruf: 67 Allah berfirman:
Artinya: “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa: (QS. al-Zuhruf [43]: 67).
Untuk hal itu, Imam al-Baghawi dalam kitab Ma’alim al-Tanzil mengemukakan sebuah riwayat bahwa ayat ini menurut Ali ibn Abi Thalib terkait dengan adanya dua orang mukmin dan dua orang kafir yang saling mencintai. Ketika di akhirat nanti dua orang yang mukmin menemukan kebahagiaan karena keduanya saling memerintahkan ta’at kepada Allah dan berbuat kebajikan. Sementara dua orang yang kafir menemukan kesengsaraan hidup, keduanya saling bermusuhan, masing-masing menyalahkan yang lain mengapa mereka melakukan maksiat dan berbuat dosa.
Ketiga: Hendaklah kita memperhatikan bagaimana seharusnya kita beramal.
Kita harus beramal semata-sama karena Allah, karena hanya Allahlah yang akan membalas amal perbuatan kita. Kaum muslimin Rahimakumullah Dalam kenyataannya, tidak semua manusia mematuhi ketentuan-ketentuan Allah sebagaimana yang diharapkan, sebagian manusia ada yang mematuhi rambu-rambu kehidupan tersebut sehingga ia selamat dan bahagia dalam hidupnya. Namun sebagian yang lain melanggar rambu-rambu Allah sehingga ia hidup sengsara dan harus menerima hukuman Allah.
Dalam sebuah hadis nabi SAW., bersabda bahwa ada empat ciri-ciri orang yang sengsara dan bahagia dalam hidupnya.
Tanda-tanda orang yang celaka itu ada empat: 1) Lalai/lupa terhadap dosa yang telah lalu/yang telah diperbuat padahal dosa itu selalu ada disisi Allah; 2) Menyebut/selalu mengingat kebaikan yang lalu/yang telah diperbuat padahal dia tidak mengetahui apakah kebaikan itu diterima atau ditolak oleh Allah; 3) Melihat/mengagungkan orang yang di atasnya dalam masalah dunia; dan 4) Melihat/merendahkan orang yang dibawahnya dalam masalah agama. Allah berkata kepada orang ini: (dengan perbutannmu itu) engkau mengharapkan pahala manusia bukan mengharapkan pahala dari-Ku maka Aku meninggalkan kamu.
Adapun tanda-tanda orang yang bahagia dalam hidupnya juga ada empat pula: 1) Mengingat/menyesali dosa-dasa yang lalu/yang telah diperbuat. 2) Melupakan perbuatan-perbuatan baik yang lalu/yang telah dikerjakan; 3) Melihat orang yang di atasnya dalam masalah agama, dan 4) Melihat orang yang dibawahnya dalam masalah dunia.Wallahu ‘alam.
*Penulis adalah Tutor/dosen-Gubes manajemen pendidikan UIN SGD Bandung