Oleh: Djuyamto, SH, MH (Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan)
JAKARTA || Ekpos.com – Secara singkat dapat dikatakan, putusan hakim jangan hanya menjadi berita buruk yang menenggelamkan banyaknya prestasi lembaga, tapi dikelola pemberitaannya menjadi kekuatan utama lembaga.
Putusan hakim sebaik dan sebenar apa pun (obyektif, independen, transparan, akuntabel, dan berintegritas) akan dianggap tidak adil oleh pihak yang berperkara dengan tujuan mencari kemenangan, bukan bertujuan mencari kebenaran.
Dalam konteks kelembagaan, maka Mahkamah Agung dan Badan-Badan Peradilan di bawahnya yang notabene core business-nya adalah memeriksa, memutus dan mengadili perkara yang disengketakan pihak-pihak yang berhadapan kepentingan dengan out put berupa putusan, maka sudah menjadi resiko laten jika akan terus menghadapi penilaian publik dalam sudut pandang atau perspektif yang berbeda.
Bagi pihak yang dalam putusan hakim diuntungkan, dia akan memuji dan mengatakan putusan hakim sudah tepat dan adil, namun di pihak yang tidak diuntungkan, akan menganggap putusan tidak benar dan tidak adil. Itu jika tujuan berperkara adalah mencari kemenangan.
Oleh karena putusan adalah core bussines lembaga pengadilan, maka tolok ukur publik terhadap baik buruknya lembaga seringkali hanya dinilai dari putusan hakim saja, padahal sudah banyak perubahan-perubahan positif yang dilakukan lembaga pengadilan dalam melayani publik dengan berbagai inovasi baik mengenai administrasi perkara, maupun kemudahan dalam proses persidangan dengan mengoptimalkan teknologi informasi.
Salah satu contoh transparansi proses beracara yang bisa diakses dengan mudah oleh para pihak bahkan oleh publik yaitu SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) maupun e–Court yang mendeskripsikan perjalanan proses perkara sejak didaftarkan sampai putusan, belum lagi inovasi-inovasi lainnya.
Namun Succes Story atau keberhasilan semua perubahan positif dan bermanfaat bagi publik maupun pihak berperkara tersebut, ibarat panas kena hujan sehari, jika kemudian ada blow up atau viralnya sebuah putusan hakim yang dianggap atau dinilai tidak adil. Semua prestasi itu seolah tenggelam tiada arti hanya karena sebuah putusan.
Dan barangkali itu semua menjadi bukti tak terbantahkan adagium yang menyatakan putusan adalah mahkota-nya hakim. Segala pernak pernik perhiasan di pakaian kebesaran tentu tidak akan semahal dan seberharga makhkota di kepala. Jika mahkota dilihat retak, maka hilanglah kewibawaan pemakainya.
Bertolak dari fakta demikian, lalu bagaimana seharusnya strategi kehumasan lembaga pengadilan agar mampu menjadikan putusan hakim (putusan pengadilan) yang merupakan core bussines menjadi lucky point kehumasan bukan menjadi bad point ?
Jika kita melihat fenomena terkait pemberitaan sebuah putusan yang dinilai menjatuhkan performa lembaga pengadilan, hampir semua adalah terkait dengan putusan yang menarik perhatian masyarakat. Sehingga fokus management kehumasan sudah semestinya dimulai sejak perkara tersebut dilimpahkan atau didaftarkan ke pengadilan, bahkan untuk perkara pidana sudah bisa dimulai mapping-nya sejak ditetapkannya tersangka oleh penyidik di wilayah hukum pengadilan setempat.
Humas pengadilan harus sudah melakukan semacam langkah Pulbaket (informasi penting terkait perkara dimaksud) agar setidaknya bisa digunakan untuk melakukan analisa yang hasilnya berupa opsi langkah-langkah antisipasi berkait dengan pemberitaan perkara dimaksud.
Humas pengadilan juga secara internal melakukan koordinasi dengan majelis hakim yang menangani perkara yang menarik perhatian masyarakat tanpa mengganggu independensinya, sekedar untuk memperoleh informasi perkembangan penanganan perkaranya, agar Humas mampu memberikan jawaban atas pertanyaan dari media pers dengan akurasi yang tepat dan tidak melanggar aturan.
Selanjutnya dengan memperoleh dan mengamati jalannya persidangan, Humas akan bisa menganalisa apakah jika putusan dibacakan akan menimbulkan dampak pemberitaan yang seperti apa. Barangkali lebih tepat jika majelis hakim setelah membacakan putusan atas perkara yang menarik perhatian masyarakat mau memberikan poin-poin pertimbangan putusannya, sehingga seusai dibacakan, Humas bisa menyampaikan release singkat kepada media pers.
Hal ini penting dilakukan agar publik tidak memperoleh berita tentang putusan yang seringkali ditulis secara tidak benar oleh media, dan berita yang tidak tepat tersebut sudah terlanjur dikonsumsi publik dan pada akhirnya menjadi berita yang sudah digoreng untuk kepentingan berbagai pihak.
Langkah lain yaitu Humas pengadilan harus proaktif berkoordinasi dengan majelis-majelis hakim yang menangani perkara dengan isu hukum yang aktual dan diapresiasi publik agar kelak mem-blow up putusan tersebut ke media pers bisa menjadi berita yang viral.
Secara singkat dapat dikatakan, putusan hakim jangan hanya menjadi berita buruk yang menenggelamkan banyaknya prestasi lembaga, tapi dikelola pemberitaannya menjadi kekuatan utama lembaga. ***