Apakah Jokowi akan Reshuffle Kabinet Walau Paska 1 Oktober 2024?

DHL (Pengamat Politik dan Mujahid 212)

JAKARTA || Ekpos.com – Oleh sebab keadaan force mejeur, maka bisa saja terjadi sesuatu hal yang tak terduga. Maklum politik inheren dengan kekuasaan. Walau pada tanggal 1 Oktober 2024 sudah dilantik para anggota DPR RI dan MPR RI periode 2024-2029. Dan walau deskripsi dari sisi kacamata politik parlemen sudah dikuasai bakal penguasa baru RI 1 Prabowo Subianto.

Hal negara dalam keadaan darurat oleh sebab chaotic, walau hanya sebatas lokasi di Jakarta (tidak meluas) ke daerah lainnya. Namun dalam kacamata politik dan kekuasaan, tidak mustahil terjadi penetapan negara dalam keadaan darurat oleh penguasa tertinggi Jokowi.

Contoh kecil triggernya adalah, saat terjadinya eksekusi terhadap peserta diskusi kebangsaan di Hotel Grand Kemang pada 28 September 2024. Jika saja, peserta diskusi mengadakan perlawanan, dan kurban jatuh diantara kedua belah pihak maka keributan di Ibu kota negara Jakarta, ini “bak pucuk dinanti ulam pun tiba” atau bisa (sengaja) dipersepsikan oleh para stakeholder penguasa, sebagai bakal awal terjadinya chaos di NRI sehingga urgen tuk diantisipasi (anticipatory urgency). Sehingga terbitlah penetapan Ibukota Negara dalam status darurat sipil/ civil emergency (drrt sipil) oleh Presiden RI. Seperti status Aceh pada masa Orba, bahkan jangan-jangan langsung penetapan martial law (status negara dalam keadaan darurat militer).

Maka sebagai penguasa, seumpama dan mengingat tinggal beberapa hari lagi pelantikan Presiden RI ke 8, pada 28 Oktober 2024. Kira-kira apakah ada kemungkinan terjadinya peristiwa politik, “negara dalam keadaan darurat?”

Bahwa menurut sistim konstitusi, sepanjang presiden belum berganti, maka Presiden RI masih memiliki hak prerogatif dan dapat menggunakannya, terlebih ada faktor “kepentingan politik dan kekuasaan”, diantaranya, ada faktor pertimbangan politik kepemimpinan pusat ibukota negara RI Jakarta (karena IKN Paser-Senajam, ditengarai batal), lalu dihubungkan dengan bisnis projek PIK. Dengan eks Seskab Pramono Anung (PDIP) yang notabene seteru Jokowi, adalah kompetitor Pilkada DKI 2024. Diikuti gagalnya Kaesang ikut serta di pilkada DKI Jakarta, dengan alasan rapat DPR RI “tidak kuorum”, serta hebohnya akun fufu fafa serta gratifikasi Kaesang yang dilaporkan ke KPK. Dan lain-lain. Sehingga bisa menjadi kekhawatiran dan bahan provokasi pihak-pihak pendukung istana dan kroni, bahwa “Gibran bakal tidak dilantik”, serta berlanjut proses hukum terhadap Jokowi dan keluarga.

Maka multi kekhawatiran pihak rezim, munculkan perlawanan politik konspirasi ala machevialism dengan misi gagalkan pelantikan prabowo. Sehingga praktiknya membutuhkan provoke commotion (pancing gaduh) model tragedi Grand Kemang 28 September 2024.

Tehnis strategis alternatif lainnya, selain pancing gaduh, demi misi mencegah pelantikan RI 1. Presumsi langkah bad politics rezim istana ditandai adanya sinyal politik “jika” ada penggantian jabatan Menhan dan “jika” sosok Menhan pengganti tersebut adalah Jendral Maruli, Kasad menantu LBP, yang nyata loyal ke rezim. Adapun visi dan misinya, demi selamatkan mertua dan para kroni istana paska lengser.

Ada pola lain menuju keadaan darurat selain oleh sebab muncul sebuah rekayasa chaos, bisa saja melalui mundurnya Jokowi dari RI 1 dan “memaksa” Makruf Amin ikut mundur lalu keadaan menjadi kacau, maka berdasarkan uud 45 f 6 berlaku kepemimpinan negara dalam bentuk triumvirat, yaitu negara dibawah 3 orang menteri, yaitu Menhan pengganti (Maruli), Mendagri Tito loyalis rezim dan Menlu Marsudi, selama 1 bulan, kemudian segera dibuat Sidang istimewa MPR RI memilih presiden baru diluar Prabowo-Gibran, karena Panglima Tinggi sudah dibawah triumvirat, maka MPR RI dipaksa sidang dalam beberapa hari, yang anggota MPR RI nya tentu masih bersisa, bercokol loyalis rezim status quo?

Hal ini tentu perlu difikirkan, karena selama belum serah terima jabatan, kaki rezim “pendukung Gibran atau lingkaran sesungguhnya”, masih bisa menendang bola, melalui hak prerogatif reshuffle, walau eksen dilakukan pada hari Rabu, hari kramat (menurut kepercayaan sebuah golongan tertentu) saat malam hari masih tanggal 16 Oktober 2024.

Namun andai saja benar Jokowi ada gejala-gejala rezim nekat dengan indikasi menggunakan pola politik chaos, atau penerapan politik triumvirat atau melalui pola reshuffle, kemudian rezim mengeluarkan penetapan status darurat.

Maka pendapat dan pertanyaan penulis, apakah “para kodok tak sadar diri, air mulai panas mendidih”, yang bakal merebus dan menguliti kulit. ***

Total
0
Shares
Previous Article

Dandim Tulungagung Pimpin Upacara Wisuda Purna Tugas dan Kenaikan Pangkat 73 Anggota

Next Article

Penakluk Mount Everest, Naik Pangkat Letnan Kolonel

Related Posts