BANDUNG, Ekpos.Com — Sebanyak 15 pelaku budaya di Kota Bandung bakal mendapatkan penghargaan dalam Anugerah Budaya Kota Bandung 2024 yang akan diselenggarakan di Hotel Horison Kota Bandung, Sabtu, 2 November 2024 mendatang.
Bukan hanya untuk perorangan, penghargaan Anugerah Budaya Kota Bandung juga diberikan kepada komunitas, kelompok, lembaga hingga pelaku usaha. Dari data yang didapat, penerima penghargaan tahun ini meningkat dari tahun lalu, tahun 2023 lalu hanya 10 insan budaya.
Sementara itu, nanti para penerima anugerah akan mendapatkan Surat atau Piagam Penghargaan yang ditulis di kertas Daluang. Daluang sendiri merupakan kertas yang biasa digunakan dalam naskah kuno asli nusantara. Kertas Daluang juga merupakan Warisan Budaya Tak Benda oleh Kemendikbud (2014). Bukan hanya itu, para penerima anugerah juga akan mendapatkan dana kanyaah dari Pemkot Bandung.
“Program Anugerah Budaya ini sebetulnya sebuah program apresiasi dan kepedulian dari pemerintah Kota Bandung melalui dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung,” ujar Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung, Nuzrul Irwan Irawan saat menjadi narasumber di Basa Basi Podcast PWI Pokja Kota Bandung, Selasa (29/10/2024).
Pemberian penghargaan kepada pelaku budaya, sambungnya, sebagai salah satu apresiasi Pemkot Bandung kepada insan budaya yang telah berkontribusi terhadap pemajuan budaya di Kota Bandung.
“Peraih anugerah bukan hanya dari perorangan tapi juga bisa grup atau kelompok,” ucap Irwan yang juga menjabat sebagai Plt. Kepala Bidang Pengkajian Budaya Disbudpar Kota Bandung.
Sedang salah seorang sosok yang terlibat dalam membidani penyelenggaraan program Anugerah Budaya Kota Bandung, Dr. Etti Rochaeti S, M.Hum, menerangkan bahwa pada tahun 2006 muncul gagasan Kota Bandung ingin sebagai kota seni budaya.
“Pada saat itu, dibentuklah sebuah tim untuk persiapan Kota Bandung sebagai kota seni budaya. Terbentuklah BACC (Bandung Art and Culture Council). Anugerah Budaya Kota Bandung jadi salah satu program persiapan menuju kota seni budaya dan hingga kini tetap dijalankan,” terangnys.
Sejak tahun 2006, penilaian bukan berdasarkan audisi tapi tim juri selama satu tahun mengamati, mencari dan menerima masukan dari teman teman-teman pemerhati budaya di Kota Bandung.
“Waktu itu kriteria dengan istilah Panggelar, Pamekar dan Pamentar. Panggelar artinya pencipta, Pamekar itu pengembang dan Pamentar itu pelaku budaya yang mempopulerkan,” papar Ceu Etti sapaan akrabnya.
Selain istilah itu, lanjutnya, untuk pertimbangan dan penilaian yang mempengaruhi dalam memberikan anugerah, tim juri juga menilai dedikasi dan konsistensi termasuk prestasi pelaku budaya calon penerima anugerah.
“Tapi tidak semua misalnya satu orang (insan budaya) itu harus memenuhi prestasi, konsistensi kemudian dedikasi. Dedikasi dan konsistensi itu yang utama kami pertimbangkan,” ujarnya.
Diungkapkan Ceu Etti, waktu itu sudah ditetapkan bahwa calon penerima anugerah minimal sepuluh tahun berkarya tanpa henti.
Sebagai salah satu saksi pelaku sejarah dan perjalanan Anugerah Budaya Kota Bandung Ceu Etty berharap, anugerah ini tidak terhenti dan selalu ada dan
siapapun yang nantinya akan menjadi juri, dapat menjaga marwah Kota Bandung terhadap insan budaya.
“Karena saya sebagai manusia juga memiliki keterbatasan usia, stamina dan sebagainya. Siapapun nanti yang akan jadi juri tolong dijaga marwah Kota Bandung dengan menghasilkan kualitas-kulitas para penerima (anugerah) supaya tetap terjaga nilai-nilai esensial-nya,” harapnya.
“Mudah-mudahan kota Bandung juga memiliki kemampuan untuk menambah anggaran supaya penerima anugerah ini bertambah. Karena di Kota Bandung ini sangat banyak pelaku budaya, Bandung tetap nanjung anugerah Budaya tetap jaya,” pungkasnya. (*)