Mengapa Elektabilitas Pramono Anung dan Rano Karno Kini Unggul di Pilkada DKI Jakarta?

JAKARTA || Ekpos.com – Elektabilitas pasangan Ridwan Kamil (RK) dan Suswono dalam Pilkada DKI Jakarta 2024 menghadapi tantangan serius yang berakar pada dinamika politik dan sosial yang kompleks di Jakarta.

Meskipun didukung oleh koalisi partai besar, pasangan ini belum berhasil merebut hati sebagian besar pemilih Jakarta, terutama mereka yang memiliki latar belakang agama dan budaya yang kuat, serta loyalis Anies Baswedan yang kecewa dengan keputusan PKS. Berikut adalah beberapa faktor kunci yang menjelaskan fenomena ini:

*Pemilih Muslim Tidak Otomatis Mengikuti Arah PKS*

Meski PKS memiliki basis pendukung muslim yang solid, keputusan mereka untuk tidak mendukung Anies Baswedan tidak serta-merta diikuti pemilih muslim di Jakarta. Banyak pendukung Anies yang memutuskan jalur independen, mendukung Pramono-Rano atau bahkan memilih “coblos semua kandidat” sebagai bentuk protes. Ini menunjukkan bahwa kesetiaan pemilih muslim tidak sepenuhnya terkonsolidasi dalam satu arah dan mencerminkan kebebasan dalam menentukan preferensi di Pilkada.

*Fragmentasi Suara Pendukung Anies Baswedan*

Para pendukung Anies di Jakarta tidak solid dalam menentukan pilihan baru setelah PKS tidak mendukung Anies. Sebagian mereka memilih untuk golput, sementara sebagian lainnya mulai mendukung pasangan Pramono-Rano, yang mereka anggap lebih mewakili aspirasi lokal. Beberapa dari mereka juga melihat bahwa sikap golput mungkin justru memberikan keuntungan bagi pasangan yang kurang mereka dukung, sehingga perlahan beralih mendukung Pramono-Rano.

*Daya Tarik Sosok Pramono Anung dan Rano Karno*

Pramono Anung dan Rano Karno membawa keunikan masing-masing yang kuat. Pramono, sebagai mantan aktivis mahasiswa dan politisi senior, dinilai memiliki kemampuan memahami isu-isu lokal. Rano Karno, yang dikenal sebagai seniman dan tokoh budaya Betawi, menambah nilai emosional bagi pemilih, khususnya mereka yang tumbuh besar mengenal sosoknya di layar lebar. Kombinasi latar belakang ini membuat pasangan Pramono-Rano mampu menarik simpati dari berbagai usia, termasuk pemilih muda dan generasi lebih tua yang menghargai jejak sejarah dan budaya.

*Dukungan Ulama dan Tokoh Agama Lintas Keyakinan*

Selain menggaet pemilih budaya, Pramono dan Rano mendapatkan dukungan dari berbagai ulama Betawi dan tokoh agama lintas keyakinan yang menghargai kedekatan mereka pada nilai-nilai agama dan budaya lokal. Dukungan dari pemuka agama ini memperkuat citra pasangan Pramono-Rano sebagai pasangan yang sesuai dengan nilai-nilai Jakarta, yang memang memiliki keberagaman yang tinggi.

*Perpindahan Suara dari Golput ke Pramono-Rano*

Banyak pendukung Anies yang sebelumnya memilih golput mulai melihat bahwa keputusan untuk tidak memilih hanya akan menguntungkan pasangan yang tidak sesuai aspirasi mereka. Oleh karena itu, banyak yang kemudian mendukung Pramono-Rano. Pasangan ini dinilai lebih dekat dengan aspirasi warga Jakarta ketimbang RK-Suswono yang terlihat lebih terkait dengan kepentingan elit nasional.

*Karakter Politik Jakarta dan Pilkada di Negara Demokrasi Lain?*

Dinamika politik Jakarta dalam Pilkada ini mengingatkan pada beberapa fenomena serupa dalam pemilihan di negara-negara besar dengan iklim demokrasi matang. Di kota-kota besar yang menjadi pusat pemerintahan, pemilih cenderung lebih kritis dan sensitif terhadap kebijakan pemerintah pusat. Misalnya, dalam pemilihan lokal di kota New York dan London, kandidat yang lebih dipandang sebagai bagian dari “status quo” atau pemerintahan pusat sering kali menghadapi tantangan dari kandidat lokal yang dinilai lebih responsif terhadap kebutuhan daerah.

Sama seperti di Jakarta, pemilih New York atau London seringkali memilih kandidat yang mereka anggap sebagai “underdog” atau yang menawarkan visi independen dari kebijakan pemerintah pusat. Dalam konteks Jakarta, pasangan Pramono-Rano dianggap sebagai figur yang lebih “otentik” dan tidak terkait erat dengan kebijakan pemerintah pusat, yang mencerminkan ketidakpuasan warga terhadap kebijakan nasional tertentu.

*Sensitivitas Masyarakat Jakarta terhadap Tokoh Nasional*

Kedekatan Jakarta dengan pusat kekuasaan membuat warga lebih kritis dalam menilai figur-figur nasional. Di Jakarta, nama besar seperti Jokowi dan Prabowo yang biasanya menjadi magnet dukungan di daerah lain, justru kurang berpengaruh dalam menentukan elektabilitas pasangan RK-Suswono. Warga Jakarta lebih peka terhadap dampak kebijakan pusat, dan banyak yang masih menyimpan skeptisisme terhadap berbagai program nasional, terutama yang mereka nilai tidak memberi manfaat langsung bagi mereka.

Posisi Pramono Anung sebagai mantan menteri era Jokowi justru memperkuat citranya sebagai pilihan yang tidak sepenuhnya “perpanjangan” dari Jokowi. Terlebih lagi, dukungan Ketua PDIP, Megawati, yang pernah mengungkapkan kekecewaannya terhadap beberapa kebijakan Jokowi, semakin memperkuat kesan bahwa Pramono-Rano adalah pilihan independen. Megawati, dengan pengaruhnya yang besar di Jakarta, mengingatkan pada dukungan dari tokoh-tokoh lokal berpengaruh di kota besar lainnya, seperti mantan wali kota atau figur legendaris di New York atau London, yang dapat mengalihkan basis suara.

*Analisis Media dan Implikasi ke Depan*

Headline media seperti Tempo yang menyoroti lemahnya elektabilitas RK-Suswono dengan judul seperti “Mengapa Partai Koalisi Indonesia Maju Meninggalkan Ridwan Kamil” menunjukkan bahwa dukungan partai besar tampak tidak efektif di lapangan. Bahkan, peran tokoh-tokoh besar seperti Prabowo dan Jokowi tidak otomatis menaikkan elektabilitas pasangan RK-Suswono, memperkuat kesan bahwa masyarakat Jakarta lebih independen dalam menentukan pilihan mereka. Fenomena ini menjadi catatan penting bagi koalisi nasional di Pilkada daerah lain, terutama di kota-kota besar.

Secara keseluruhan, preferensi masyarakat Jakarta dalam Pilkada 2024 menunjukkan bahwa mereka sangat mengutamakan calon yang dapat memahami isu lokal dan menunjukkan kedekatan emosional. Dengan pola ini, pasangan Pramono-Rano memiliki peluang yang kuat untuk terus mengungguli pasangan RK-Suswono, terlebih dalam suasana politik yang kian kritis terhadap pengaruh elit pusat. Pilkada Jakarta kali ini menunjukkan betapa pentingnya membangun kedekatan dengan masyarakat dan memahami sejarah serta nilai-nilai yang hidup di antara warga, pola yang sama terlihat dalam pemilihan lokal di negara demokrasi besar lainnya.

Oleh: Agusto Sulistio (Pendiri The Activist Cyber, Mantan Kepala Aksi & Advokasi PIJAR era tahun 90an, Aktif di Indonesia Democracy Monitor (InDEMO))

Total
0
Shares
Previous Article

Pererat Silaturahmi, Komandan Lanud Husein Sastranegara Audiensi ke Rektor Universitas Nurtanio

Next Article

Jabat Kasrem 081/DSJ, Letkol Inf Meina Helmi Pernah Raih Juara I LKJ TMMD Ke-117

Related Posts