JAKARTA || Ekpos.com – Ketua Makamah Agung RI, Prof Dr H Sunarto mengatakan bahwa, dalam setiap putusan yang dijatuhkan hakim harus memperhatikan tidak hanya kebenaran formil tetapi juga kebenaran materill yang akan mengarah pada keadilan sejati.
Dari Hasil Sidang Putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Proyek pembangunan Jalur kereta Besitang – Langsa Tahun 2015 – 2023, negara di rugikan 30,8 Milyar selisih jauh dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang di taksir kisaran 1,1 Triliun.
Berdasarkan pertimbangan Hakim, pada fakta hukum dan keterangan para saksi serta terdakwa di persidangan.
Mengacu ke Surat Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan Nomor PD.0306 tanggal 7 Oktober 2021 di katakan bahwa, Perihal Hasil Audit Kinerja Inspektorat II pada September 2021 menyatakan bahwa capaian Progress Pekerjaan Proyek sudah 98 persen.
“Majelis Hakim menyimpulkan pendapatnya bahwa, ada ketidak adilan dalam pekerjaan pembangunan jalur kereta Besitang – Langsa pada BTP Medan 2015-2023. Jika di hitung secara total loss atau total kerugian negara, yang hanya berdasarkan pertimbangan belum bisa di manfaatkan atau belum di operasinalkan,” ungkap Ketua Majelis Hakim, Djumyamto di saat membacakan pertimbangan Putusan, pada sidang Hari Senin (25 November 2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Hakim berpendapat, jika kerugian Keuangan negara di hitung secara total loss karna belum bisa di gunakan, maka Negara tidak adil juga mengambil keuntungan secara tidak sah dari Terdakwa.
Lantaran nyata nya proyek ini telah di laksanakan oleh Terdakwa. Ada barang material yang sudah terlanjur terpasang dan sudah di beli dengan menggunakan uang dari hasil Anggaran pekerjaan Proyek Jalur Kereta Besitang – Langsa.
Hakim lalu membeberkan hasil perhitungannya, yakni jumlah pencairan pekerjaan konstruksi dan supervisi jalur kereta Besitang-Langsa sebesar Rp 1.149.186.416.220 triliun dikalikan progres pekerjaan 98 persen. Diperoleh angka Rp 1.126.202.687.902 yang sudah dikerjakan kontraktor. Terdapat selisih Rp 22.983.728.325.
Kemudian, ditambah pencairan pembayaran paket detail engineering design (DED) 10 fiktif sebesar Rp 7,9 miliar, maka total kerugian negara menjadi Rp 30,8 miliar.
Majelis hakim berwenang menghitung kerugian negara berdasarkan angka 16 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016. Surat edaran ini menyebut bahwa hakim dapat menilai adanya kerugian negara dan besaran kerugian negara berdasar fakta di persidangan.
“Menimbang bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka majelis hakim berpendapat, unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara telah terpenuhi pada perbuatan terdakwa,” ujar Hakim
Hakim menyatakan, keempat terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan jalur kereta Besitang-Langsa 2015-2023.
Hakim menilai, perbuatan terdakwa Nur Setiawan Sidik cs terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUH Pidana sebagaimana dakwaan primer.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nur Setiawan Sidik, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun. Dan pidana denda sebesar Rp 250 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” putus hakim.
Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada Nur Setiawan sebesar Rp 1,5 miliar. Uang ini dari adanya penerimaan fee dari terkait pekerjaan paket pekerjaan jalur kereta Besitang – Langsa.
Uang pengganti wajib dibayarkan selama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun.
Kemudian, terdakwa Amanna Gappa divonis 4,5 tahun penjara. Dia juga dikenakan pidana denda Rp 250 juta subsider 3 bulan, serta wajib membayar uang pengganti Rp 3,2 miliar subsider 2 tahun kurungan.
Selanjutnya untuk terdakwa Freddy Gondowardojo divonis 4,5 tahun penjara, juga pidana denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Freddy pun diharuskan membayar uang pengganti Rp 1,5 miliar subsider 1,5 tahun kurungan.
Sementara terdakwa Arista Gunawan divonis penjara selama 4 tahun dan denda Rp 250 subsider 3 bulan kurungan. Hakim menganulir pidana uang pengganti terhadapnya, sejumlah Rp 12,3 miliar subsider 4 tahun hukuman badan sebagaimana tuntutan Jaksa.
Menurut hakim, yang menerima uang tersebut adalah perusahaan tempat Arista Gunawan bekerja. Sedangkan terdakwa hanya menerima upah atau gaji dari pekerjaannya. Sehingga uang pengganti tersebut seharusnya dibebankan kepada perusahaan tempat Arista Gunawan bekerja.
Hakim menyebut, pertimbangannya sesuai dengan Pasal 18 Ayat 1 huruf d Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Yang menyebutkan bahwa pembayaran uang pengganti sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindakan,” pungkasnya. (Sena).