Damai Hari Lubis (Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
JAKARTA || Ekpos.com – _Prabowo Presiden RI harus dijaga marwah dan wibawanya dan publik harus terus moral support kepada Prabowo sebagai antisipasi dari “rongrongan Jokowi yang asumtif publik pengamat, “Jokowi kuat memiliki ego tahta kursi Presiden RI yang pernah singgah kepada dirinya, ‘secara estafet diberikan’ kepada Prabowo dan bakal legacy ke Gibran._
Andai benar asumsi publik demikian dan disepakati oleh faktor kekuasaan, hal ini tentunya inkonstitusional, melanggar sistim hukum yang berlaku positif, karena Negara RI tidak mengenal estafet dan waris mewaris kursi kekuasaan (legacy), pastinya melanggar UUD 1945 Jo. UU Tentang Pemilu.
Selanjutnya, berkaca terhadap dunia politik yang dikenal nonsense kesetiaan melainkan kepentingan. Dan saat ini hal omong kosong kesetiaan terbukti melalui gejala-gejala geo politik tanah air yang transparan, Prabowo yang dulu kerap menyanjung politik Jokowi, sehingga cukup meng-gelisahkan atau “geli dan resah” kan masyarakat bangsa ini, karena statemen poltiknya “akan melanjutkan semua yang dihasilkan dan dibangun oleh Jokowi”, namun kini terbukti satu persatu program Jokowi nyata Prabowo pereteli.
Diantaranya:
1. IKN ditunda tanpa batas waktu,
2. TAPERA di lepeh,
3. Izin PSN PIK 2 potensi dibatalkan, bahkan pemagaran laut diperintahkan dicabut,
4. Menteri titipan oligarki era Jokowi yang ternyata _ndableg_ bakal direshuffle.
*_Maka Prabowo yang nampak mulai “berkhianat” dari sisi kacamata guram antek-antek Jokowi dan kroni, namun nyata populer dimata publik yang waras berpikir,_* terbukti begitu banyaknya apresiasi yang ditujukan kepada Prabowo, selebihnya karena memang diskresi politik ekonomi dan sistim hukum yang dilakoni Jokowi kebanyakan illogical, lalu menjadi ampas overlapping kebijakan yang sulit didaur ulang, bahkan selain diyakini, bakal menjadi beban yang merugikan mayoritas anak bangsa kelak, juga akan menimbulkan gejolak penolakan dan melahirkan kelompok oposan, sehingga bakal mengganggu stabilitas pelaksanaan kebijakan dan atau program KMP/Kabinet Merah Putih.
Sehingga “artefak budaya politik” peninggalan Jokowi lumrah dan wajar, sehingga hal yang biasa-biasa saja, karena memang hal yang patut dan mudah untuk “dienyahkan” sedini mungkin oleh seorang Prabowo yang realitas memegang kendali di tampuk kekuasaan
Lalu terhadap perlawanan “Jokowi dan kroni” kini masyarakat dijejali nuansa isu naif (bloon-isme) konsep politik modern ala revolusi mental, metode intrik-intrik diskursus politik kekanak-kanakan yang digunakan oleh “Jokowi dan Gibran dan kroni”, namun hasilnya cukup membahayakan Konsep Tujuan Bernegara RI yang terdapat pada preambule alinea keempat UUD 1945.
Wujud contoh daripada gejala-gejala politik kekanak-kanakan ini berpola rekayasa melalui gambar video sang sengaja diedarkan dengan misi sarat alih isu, diantaranya saat ini, Jokowi naik motor dan tanda tangan di motor lalu dipublis, kemudian diikuti isu kelas tinggi, dengan pola memperalat KPK untuk berita seksi dengan pola menjadikan mesin sekaligus tangan kanan politik Megawati, Hasto Kristiyanto menjadi TSK, sekaligus menunjukan kekesalan Jokowi kepada Megawati yang menolak dirinya 3 periode plus memberhentikannya sebagai kader PDIP. Sehingga pupus harapannya menjadi Ketum PDIP melalui konsep politik “teori Moeldoko”.
Kesemua isu yang beredar, khusus agar membuat obscur (kabur) perilaku dugaan pembiaran, obstruksi (nepotisme), gratifikasi bahkan temuan “perspektif analogi” makar yang dilakukan Jokowi melalui PSN PIK 2 berikut implikasi dari seluruh kerugian keuangan negara akibat program Jokowi dan diantaranya upaya ?cover (menutupi) berkembangnya informasi OCCRP, bahwa “Jokowi pemimpin nomor 2 terkorup di dunia”.
Temuan OCCRP Ini merupakan hal yang serius dan indikasi sinyal kuat terhadap wujud pelanggaran extra ordinary dari jatidiri Jokowi (kroni dan keluarga) *_yang dikenal sederhana namun diekspos oleh organisasi internasional dari Eropa (OCCRP) sebagai sosok koruptor (moral hazard) kelas dunia_*
Sebagai Presiden RI Prabowo tidak cukup dengan kepuasan semu, lalu menjadi besar kepala, setelah nyata memperoleh apresiasi publik karena membatalkan program Jokowi yang memang nir manfaat, sehingga wajar karena merupakan kepatutan (hal yang biasa-biasa saja), namun ada bentuk kewajiban dan tanggung jawab moral seorang pemimpin tertinggi di NKRI yang premier dan ideal, yaitu perintah tegas (selaku Jendral) selaku Presiden RI jika serius melaksanakan sumpah dan jabatannya serta mengidolakan sosok pemimpin besar Ir. Soekarno Sang Proklamator dengan memahami makna hakekat JAS MERAH. Maka Prabowo hendaknya implementasikan kepastian hukum terhadap dugaan segala pelanggaran atau “kejahatan” Jokowi dari mulai janji Esemka, dimana Prabowo pun diinformasikan sebagai salah seorang “korban pemesan mobil made in Jokowi dimaksud” dan dugaan (litigasi) publik Jokowi pengguna ijazah palsu berikut dari sisi puluhan bahkan kebohongan 100 lebih
Sehingga agar Prabowo “halal besar kepala” lalu di-justifikasi publik dengan terukir dalam buku sejarah kepimpinan bangsa, maka Presiden Prabowo ideal untuk mencanangkan program projek percontohan penegakan dan pembangunan hukum nasional terhadap setiap eks Presiden RI.
Dan momentum pelaksanaan projek penegakan hukum nasional kepada Jokowi dan keluarga dimaksud, membutuhkan kebijakan yang tegas berupa wujud surat perintah presiden yang ber-skala prioritas kepada Kapolri dan Jaksa Agung serta berkordinasi dengan KPK agar segera proses dan investigasi hukum terhadap Jokowi, Gibran dan Kaesang serta Bobby Nst. Termasuk Pemerintahan Prabowo sudi kiranya mengundang para pakar yang kapabel sesuai kebutuhan program projek penegakan hukum nasional terhadap Jokowi dan Keluarga dan mesti dilandasi due process and aquality, dan para pakar andai ikut dilibatkan dalam tim investigasi harus memiliki kriteria dedikatif yang profesionalitas, berintegritas, proporsionalitas, akuntabel dan legitimate dalam makna jelas jam terbang dan track record
Saran penutup sebagai catatan hukum, bahwa pelaksanaan proses penyidikan serta penuntutan hukum terhadap sosok Jokowi harus tanpa ada rasa dendam, melulu harus dilandasi rule of law dan semata mata demi fungsi dan tujuan hukum yakni berkepastian, bermanfaat dan berkeadilan sesuai asas sistim hukum yang melekat di dalam UUD. 1945. Republik Indonesia adalah negara hukum (recht staat). **