BANJARMASIN || Ekpos.com – Sidang Perkara dugaan penyimpangan dalam Pengelolaan Dana Program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Tahun Anggaran 2019 dan Tahun 2020 oleh terdakwa Eko Wahyudianto terus berlanjut di PN Tipikor Banjarmasin.
Pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi saksi kali ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Tanah Laut menghadirkan 6 (Enam) orang saksi selaku pengelola program pada Puskesmas Angsau dan seorang lagi yakni Hj. Adya Fariani yang saat itu selaku pembantu bendahara pengeluaran di UPT Puskesmas Angsau, Rabu (9/4/25).
7 (Tujuh) orang saksi dihadirkan secara bersamaan karena dianggap saling berkaitan.
Suasana sidang terasa haru dan tegang, manakala saksi Hj. Adya Fariani (Terpidana dalam Putusan Nomor:25/Pid.Sus-TPK/2023/PN Bjm), menyampaikan kesaksian nya.
Disampaikannya bahwa, Ia selaku pembantu bendahara pengeluaran setelah menerima Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) yang benar/tidak fiktif dari para pengelola program kemudian diserahkan kepada terdakwa selaku Verifikator untuk di verifikasi.
Terkait tuduhan terhadap terdakwa, Eko Wahyudianto yang telah melakukan perbuatan yakni meloloskan Surat Pertanggung jawaban (SPJ) UPT. Puskesmas Angsau yang tidak lengkap dan/atau kegiatan fiktif yang dilakukan oleh Saksi HJ. Adya Fariani menerangkan, SPJ yang saya serahkan kepada verifikator adalah yang tidak fiktif, tegasnya .
Selanjutnya kepada Majelis Hakim yang diketuai oleh Fidiyawan Satriantoro, Saksi Hj. Adya Fariani menjelaskan bahwa, SPJ fiktif dibuat oleh Bendahara Dinkes Tanah Laut, Kadapi.
Diakuinya, setelah menerima SPJ fiktif dimaksud atas perintah Kadapi juga agar Ia meng inputnya.
“SPJ fiktif setelah dicairkan uangnya diterima Kadapi,” ucap Adya Fariani.
Ditanya kenapa Ia mau melakukan hal tersebut, saksi Adya mengungkapkan bahwa, telah berkali-kali menolak namun karena adanya tekanan dan dirinya adalah bawahan maka terpaksa melakukanya.
Ia pun telah menyampaikan pengunduran diri sebagai bendahara pembantu baik secara lisan maupun tertulis kepada Kepala Puskesmas Angsau, Rinawati yang juga selaku KPA namun permintaan nya tidak dikabulkan.
Karena keterangan ini, Majelis Hakim memerintahkan kepada JPU agar menghadirkan Rinawati pada sidang berikutnya.
Ditegaskan oleh Majelis Hakim bahwa, akan menggali siapa saja yang terlibat dalam perkara ini.
Mixi dan Syafrianto, selaku Penasihat Hukum terdakwa saat dikonfirmasi saat skorsing sidang, mengutarakan bahwa, perkara ini terlalu dipaksakan.
Menurutnya, untuk menetapkan kliennya yakni Eko Wahyudianto sebagai terdakwa harusnya pemeriksaan saksi-saksi dan bukti bukti harus lengkap.
“Sesuai fakta persidangan yang diungkapkan oleh saksi Adya Fariani, menurut kami, Eko Wahyudianto ini merupakan korban yang tidak tahu menahu mengenai SPJ fiktif yang dibikin oleh Kadapi maupun Adya Fariani,” ucapnya.
“Kami Selaku kuasa hukum akan semaksimal mungkin untuk membuka tabir, untuk kebenaran dan keadilan agar terdakwa Eko Wahyudianto agar mendapatkan vonis bebas murni,” pungkas Mixi.
Pada sidang sebelumnya, Terdakwa Eko Wahyudianto didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan:
Primair sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 56 Ke-1 KUHP.
Subsidair diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 56 Ke-1 KUHP.
Terdakwa dituduh telah melakukan perbuatan dengan sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp. 267.056.800,00 (dua ratus enam puluh tujuh juta lima puluh enam ribu delapan ratus rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut yang berasal dari penyimpangan dalam Pengelolaan Dana Program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Tahun Anggaran 2019 dan Tahun 2020 sebagaimana tercantum dalam Laporan Hasil Audit Investigasi BPKP Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan tentang Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan Dana Program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) pada UPT. Puskesmas Angsau Kec. Pelaihari, Kab. Tanah Laut Tahun Anggaran 2019 dan Tahun 2020. (MN).