Staf Khusus Wakil Ketua DPR RI, Dukung Langkah GREAT Institute

JAKARTA || Ekpos.com – GREAT Institute menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Potensi Perang Dunia dan Kesiapan Indonesia ke Depan, yang menghadirkan lebih dari 15 narasumber dari kalangan pertahanan, akademisi, hingga diplomat, Jumat (4/7).

Melalui keterangannya, Jum’at (4/7), Ketua Dewan Direktur GREAT Institute, Dr Syahganda Nainggolan menjelaskan situasi dunia saat ini tidak sedang baik-baik saja.

Dalam kondisi seperti itu, negara ini tidak boleh tidur. Kalau kita tidak bersiap, kita akan jadi korban.

“Pembentukan UU Keamanan Nasional dan Dewan Keamanan Nasional bukan pilihan, itu kebutuhan mutlak,” kata Syahganda.

NARASUMBER FGD-Brigjen TNI Dr. Sunoto, S.IP., MDS., PSC, Staf Khusus Wakil Ketua DPR RI, Prof. Sufmi Dasco Ahmad, salah satu narasumber dalam FGD. (Foto Ist).

Dia menambahkan, politik luar negeri Indonesia tak cukup dengan slogan bebas-aktif. Harus ada keseimbangan. Harus ada ketegasan.

Ada 4 point yang diminta dalam FGD tersebut yaitu:

1. Mendesak pembentukan Undang-Undang Keamanan Nasional dan Dewan Keamanan Nasional sebagai organ vital dalam menghadapi krisis.

2. Mendorong penguatan Komponen Cadangan (Komcad) sebagai kekuatan rakyat semesta dalam sistem pertahanan nasional.

3. Menegaskan bahwa politik luar negeri bebas aktif harus berlandaskan kepentingan nasional dan keseimbangan strategis.

4. Menyatakan keyakinan kolektif bahwa Presiden Prabowo Subianto memahami lanskap global dan perlu terus didukung dalam mewujudkan strategi keamanan nasional Indonesia.

Sementara itu, Brigjen TNI Dr. Sunoto, S.IP., MDS., PSC, Staf Khusus Wakil Ketua DPR RI, Prof. Sufmi Dasco Ahmad, menyoroti pentingnya skenario contingency planning, manajemen logistik pertahanan, dan kebutuhan transformasi strategi nasional menuju “respons tangkas berbasis intelijen dan teknologi.” Ia juga menyinggung urgensi mengubah doktrin lama dan memperkuat kemampuan early warning.

Brigjen TNI Dr. Sunoto, mendukung adanya UU Keamanan Nasional dengan membentuk Dewan Keamanan Nasional (National Security Council), selain itu juga sangat penting Diplomatic Resilience, Kemandirian Bangsa melalui swasembada pangan dan energi, modifikasi dan pembaharuan doktrin dan strategi perang dalam menghadapi ketidakpastian global.

“Perang modern itu cukup dengan satu tombol,” ujar Dr. Sunoto melalui pesan whatshap, Jum’at (4/7).

Dr. Drajad Wibowo menyoroti kesiapan fiskal Indonesia yang jauh dari cukup.

“Kinerja penerimaan negara semester pertama 2025 justru turun dari Rp1.458 triliun ke Rp1.451 triliun. Kalau penerimaan tidak cukup, bagaimana bisa kita beli alutsista, apalagi memperkuat pertahanan?,” katanya.

Drajad juga menilai, Presiden Prabowo visioner, tetapi visi itu butuh detail. Dan detail itu yang harus dibantu susun bersama.

Diungkapkan Dr. Anton Permana, memperingatkan soal “peta panas” dunia. Setidaknya ada lima titik panas yang harus kita waspadai: Ukraina, Timur Tengah, Taiwan, Laut China Selatan dan konflik India–Pakistan.

Dia juga mengungkap bahwa, Australia memiliki 23 pangkalan rudal yang mengarah ke Indonesia, sementara pertahanan udara RI masih mengandalkan pesawat generasi keempat.

Helmy Fauzy memuji langkah Presiden Prabowo yang membawa Indonesia masuk ke BRICS. Sikap Indonesia kini tegas. Beda dengan era sebelumnya yang masih gamang.

Terpisah, Dr. Stepi Anriani, Pakar Pertahanan dan Intelijen, menyebut, perang kini telah bergeser menjadi multidomain warfare.

“Perang tidak lagi frontal, tetapi simultan dan presisi. Lihat serangan B-2 Spirit Amerika ke fasilitas Iran atau rudal presisi Iran ke Israel. Semua terukur,” ujarnya.

Diskusi menghadirkan pembicara utama Dr. Drajad Wibowo, Dr. Anton Permana dan mantan Dubes RI untuk Mesir Helmy Fauzi, serta jajaran pakar seperti Dr. Stepi Anriani, Dr. Zarman Syah, Staf Khusus Wakil Ketua DPR RI Dr. Sunoto, Dr. Rahmi Fitriyanti, hingga Komjen (Purn) Prof. Dr. Iza Padri dan Dr Teguh Santosa.

Sebagai penutup, GREAT Institute mengingatkan bangsa ini pada satu pelajaran dari sejarah: dunia tak pernah benar-benar damai. (Red).

 

Total
0
Shares
Previous Article

Atasi Kemacetan, Harus Dimulai dari Perubahan Total Sistem Trayek Angkot

Next Article

Putusan MK Berpotensi Menjadi Masalah Baru yang Sulit, Rumit, Ruwet dan Bikin Mumet

Related Posts