BANDUNG,- Warga Batununggal Mulia IX, Kota Bandung mendesak PT Kereta Cepat Indonesia (KCIC) segera menyelesaikan pembebasan lahan di kawasan tersebut.
Rencana pembebasan lahan untuk proyek kereta cepat yang sudah disosialisasikan sejak 4 tahun silam tersebut, hingga saat ini belum juga terealisasi.
“Tersisa 6 rumah lagi yang belum tuntas pembebasan lahannya, padahal KCIC sudah menjanjikan pembebasan lahan sejak 4 tahun lalu. Rumah yang belum dibebaskan sudah ditandai dengan diberi nomor bahkan surveyor KCIC sudah masuk ke dalam rumah untuk melihat aset guna menghitung ganti rugi,” beber salah satu perwakilan warga, Eki Alghazali kepada media, Selasa (2/3).
Menurut Eki, saat ini baru 12 rumah tahap pertaman, kemudian dua kali empat unit rumah dan terakhir kapling. Ia mendesak KCIC agar menuntaskan soal pembebasan lahan baru setelah itu melanjutkan pembangunan.
“Kami sudah siap pindah kok, tapi kami minta KCIC agar segera melunasi ganti untung rumah warga. Apalagi proses berjalannya pembangunan kereta cepat ini sering bersinggungan dengan warga,” tegasnya.
Ia mengeluhkan akses jalan Batununggal Mulia IX yang ditutup seng oleh KCIC tanpa ada koordinasi dengan warga, Jumat (26/2) lalu.
“Setahu kami penutupan jalan itu perlu izin warga setempat, salah satunya melalui RT/RW. Tetapi RT/RW pun mengaku tidak menerima permintaan izin,” kata dia.
Pada prosesnya, kata dia, pihak KCIC melakukan sosialisasi dan mendata rumah warga terdampak pembangunan proyek kereta cepat di kawasan tersebut.
Bahkan, sudah sampai tahap penandaan rumah, selain rumahnya, pohon-pohon pun masuk dalam data pembebasan.
“Kami juga sudah meminta mediasi, namun yang hadir hanya dari pihak yang tidak bisa memberikan keputusan. Mediasi pun tidak menghasilkan solusi, karena KCIC tetap membangun sedangkan warga meminta kejelasan ganti rugi terkait pembebasan rumah,” tukas Eki.
Selama proyek pembangunan KCIC itu, warga cukup terganggu dengan suara bising, terlebih saat memasang tiang pancang, belum lagi debu saat musim kemarau yang mengotori rumah.
“Keinginan warga itu dibebaskan segera, terlebih surveyor sudah datang. Karena proyek ini milik negara, jadi tidak boleh ada rakyat yang dirugikan. Kami minta KCIC secepatnya merealisasikan,” kata dia.
Eki mengakui, meski sudah ada pembicaraan soal pembebasan lahan, namun tidak ada perjanjian tertulis antara pemilik rumah dengan KCIC.
Saat ini, kata dia, warga pun sudah menyurati KCIC melalui surat elektronik (email) agar segera menuntaskan persoalan ini.
“Terus terang kalau masih tetap tinggal disini kami sangat terganggu. Bahkan anak saya sudah tidak berani main sepeda di depan rumah karena takut mendengar suara bising dari proyek KCIC. Belum lagi bila musim kemarau, abu yang ditimbulkan sangat membuat warga tak nyaman,” tandas Eki. [mae]