Trotoar merupakan fasilitas umum yang dibutuhkan para pejalan kaki. Bilamana terjadi kerusakan seharusnya segera diperbaiki, agar bagi siapa saja yang melintasinya merasa aman dan nyaman. Trotoar yang dipakai para pejalan kaki biasanya sekaligus berfungsi sebagai penutup (manhole) drainase. Masalahnya, selain mengalami kerusakan, penutup (manhole) drainase tersebut juga dikarenakan dicuri orang. Hal ini sebagaimana terjadi di sejumlah titik di Kabupaten Bandung. (Pojokbandung.com, (2/3/2021)
Bisa dibayangkan pada saat musim hujan, jika tidak ada penutupnya maka sampah-sampah akan masuk, menyumbat saluran air, atau sampahnya berhamburan ke jalan, menimbulkan bau yang tidak sedap.
Ketidaknyamanan trotoar selain karena rusak atau manhole yang dicuri, juga disebabkan oleh adanya galian untuk menanam kabel misalnya yang tidak dirapikan kembali setelahnya. Kurangnya pengawasan dari para pengusaha terhadap pekerja asal-asalan dan tidak profesional dalam melakukan pekerjaannya menambah ketidaknyamanan pengguna trotoar.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Bandung, Agus Nuria mengatakan pada tahun 2020, Dinas PUTR telah menganggarkan untuk perbaikan, tetapi karena adanya Refocusing (menunda) maka terpaksa ditangguhkan.
Sebagai antisipasi hingga menunggu adanya anggaran, pemerintah setempat menutup lubang-lubang tersebut dengan menggunakan kayu atau material lain untuk menghindari pejalan kaki terperosok ke dalamnya.
Karena menyangkut kebahayaan seharusnya pemerintah memprioritaskan perbaikannya dibanding membangun fasilitas umum lainnya yang sifatnya tidak mendesak. Melihat fakta yang ada, Indonesia saat ini sedang membangun besar-besaran. Ada jalan tol, kereta cepat, bandara, dan lain sebagainya. Lalu kenapa trotoar yang sejatinya adalah kebutuhan rakyat mesti menunggu tersedianya anggaran? Padahal jalan tol, kereta cepat yang menelan biaya sangat besar terus berjalan, dan belum tentu bisa dinikmati masyarakat secara umum karena harus bayar.
Masalah pencurian manhole bisa jadi bukan hanya di Kabupaten Bandung saja. Kenapa pencurian marak, selain tidak memiliki rasa tanggung-jawab, tidak memikirkan bahya bagi orang lain, bisa jadi terdesak karena kebutuhan.
Pandemi telah mengakibatkan aktifitas ekonomi terhambat. PHK, berkurangnya penghasilan ditambah naiknya harga-harga, diduga kuat akan berefek terhadap bertambahnya tindakan kriminal seperti pencurian.
Semua permasalahan di atas berpulang kepada penerapan kapitalisme-sekular. Ketika rakyat tidak menjadi prioritas maka pembiaran terhadap kerusakan fasilitas umum akan terus terulang. Di sisi lain pembangunan infrastruktur berbayar akan terus digenjot demi keuntungan.
Kapitalisme telah memposisikan penguasa hanya sebatas regulator. Pengelolaan sumber daya alam, pembangunan infrastruktur diserahkan kepada pengusaha/para kapital, mengakibatkan pemasukan bagi APBN negara sangat minim selain mengandalkan pajak. Sedangkan pajak sama saja dengan membebani rakyat yang sudah berat bebannya.
Sekularisme yaitu meminggirkan agama dari pengaturan kehidupan telah menciptakan pemimpin tidak berfungsi sebagai pengurus umat. Masyarakat pun jauh dari ketaatan terhadap ajaran agamanya. Ditambah sanksi yang tidak mampu memberikan efek jera mengakibatkan tindakan kriminalitas terus berulang.
Berbeda dengan Islam, sebagai agama yang tidak hanya mengatur urusan ibadah saja, Islam mengatur segala interaksi antar manusia. Misalnya dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. Begitu pula Islam mempunyai sistem tersendiri dalam pengaturan pembangunan infrastruktur, pengelolaan saluran air, atau pemasangan alat-alat yang berhubungan dengan fasilitas umum berikut pemeliharaannya. Semuanya terkoordinasi di bawah perintah dan pengawasan penguasa, tidak diserahkan kepada swasta baik lokal terlebih asing.
Islam sebagai sistem yang sempurna, pernah mengalami masa peradaban yang gemilang, salah satunya tergambar dari infrastruktur. Tata ruang kota-kota besar yang tertata rapi tercipta sebagai bentuk tanggung jawab penguasa terhadap rakyat. Khalifah Umar begitu khawatir kalaulah ada jalan yang bolong sehingga unta bisa terperosok ke dalamnya. Jangankan keamanan manusia, binatang saja menjadi perhatiannya.
Pada masa Bani Umayyah, Cordoba menjadi ibukota Andalusia di bawah kekuasaan khilafah. Kota ini dikelilingi taman-taman hijau, di waktu malam diterangi dengan lampu-lampu yang membuat pejalan kaki memperoleh cahaya sepanjang sepuluh mil lampu tanpa terputus. Lorong-lorongnya diberi alas dengan batu ubin, dan tidak ada sampah-sampah yang numpuk di jalan-jalan. Bandingkan dengan saat ini, tumpukan sampah mudah sekali ditemukan.
Dalam Islam, seorang pemimpin/khalifah adalah raa’in (pengurus), yang mengurusi rakyat dengan aturan Islam. Membangun fasilitas-fasilitas umum yang aman dan nyaman menjadi tanggung jawabnya. Semua fasilitas umum dibiayai negara. Negara pun menerima siapa saja yang mau ikut menyumbang tanpa paksaan.
Ketika rakyat kesulitan mendapatkan pekerjaan maka khalifah pun akan mengusahakannya, sebagai bentuk tanggung jawabnya. Begitu pun bagi yang sama sekali tidak mampu mencari nafkah karena alasan sakit atau tidak ada ahli waris yang mampu menanggungnya. Rasulullah saw. menegaskannya:
“Imam (khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
Demikianlah bagaimana Islam hadir memberikan pelayanan yang terbaik bagi rakyatnya, khususnya mengenai fasilitas umum. Maka sudah selayaknya kita kembali kepada aturan yang bersumber dari Allah Swt. dengan menerapkan syariat-Nya dan menegakkan kembali sistem Islam yang sesuai dengan metode kenabian. Wallahu a’lam Bishawwab