BANDUNG – Ekpos.Com >> Hadirnya kawasan bebas sampah (KBS) di Kelurahan Sukamiskin dan Kelurahan Cihaurgeulis, Kota Bandung telah mampu mengurangi pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS).
Di sana penanganan sampah betul-betul diatasi mulai dari hulu hingga ke hilir. Sebelum diangkut untuk diolah, terlebih dulu warga sudah memilah sampah rumah tangga.
“Rata-rata pengurangan sampah yang dibuang ke TPS itu di atas 30 persen, ini menunjukan bahwa kalau kita kawal pengelolaan sampah mulai dari rumah tangga sampai ke TPS itu bisa mengurangi pembuangan sampah ke TPA,” tutur Kepala Bidang Kebersihan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Sopyan Hernadi pada Bandung Menjawab, Selasa 7 September 2021.
Ia mengungkapkan, total pengurangan sampah yang dibuang ke TPA dari kelurahan Cihaurgeulis periode Januari-Juni 2021 sebesar 136.430 Kg. Sementara total pengurangan sampah dari kelurahan Sukamiskin periode Januari-Juni 2021 sebesar 256.067 Kg.
Dengan begitu, Sopyan optimis jika kawasan bebas sampah diterapkan di semua kelurahan maka akan mengurangi jumlah pembuangan sampah ke TPA.
Perlu diketahui, saat ini jumlah sampah yang dibuang ke TPA masih cukup besar, yaitu rata-rata 1300 ton per hari, dari jumlah total timbulan sampah 1600 ton.
“Seandainya ini diterapkan di semua kelurahan, maka target kita untuk pengurangan sampah ke TPA mencapai 30 persen saya rasa bisa tercapai,” imbuhnya.
“Lebih dari 100 RW sudah kita lakukan pendampingan dan penerapan kawasan bebas sampah,” imbuhnya.
Sebetulnya dalam hal penanganan sampah, terang Sopyan, jika masyarakat betul-betul memahami cara memilah sampah dengan baik, mereka akan merasakan manfaat dan nilai ekonomis.
“Kita buktikan, ada kawasan pengolahan sampah mandiri di RW 08 Sarijadi. Kita set program sudah 2 bulan, dan akhirnya mereka tahu kalau dari sampah ini bisa bermanfaat,” terangnya.
“Contoh kecil sampah anorganik yang dikumpulkan oleh petugas sampah, mereka bisa nabung dalam seminggu Rp200 ribu dari sampah. Dan sampah organik yang bau itu mereka olah jadi kompos tanaman dan dimanfaatkan untuk Buruan SAE,” imbuhnya.
Dengan memilah sampah juga, tentu masyarakat maupun lembaga bisa mengurangi bahkan tak perlu lagi membayar biaya angkut sampah.
“Jadi yang selama ini mereka bayar untuk angkut sampah bisa dipakai untuk olah sampah,” tuturnya.
Sopyan mengungkapkan, meski pandemi Covid-19 masih berlangsung, tidak memperngaruhi produksi sampah. Justru, kata dia, secara variasi terjadi penambahan jenis sampah baru yaitu sampah medis seperti masker dan lain sebagainya.
Guna terjadinya penumpukan, maka untuk mengelola sampah, Kota Bandung memiliki program Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan).
Terkait limbah medis, pihaknya membagi dalam dua model. Pertama sampah yang sifatnya klinis dari rumah sakit, dan pengelolaannya dilakukan secara mandiri oleh mereka.
Kedua yaitu limbah medis seperti masker yang berasal dari rumah-rumah.
“Itu kita lakukan sosialisasi dalam pengemasannya. Jadi masker bekas digunting, dibungkus dengan plastik, dan disatukan dengan sampah jenis rumah tangga lainnya,” tuturnya.**