Jakarta – ekpos.com – BAKTI Kominfo terus berupaya menghadirkan jaringan internet di seluruh Indonesia khususnya di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) dengan membangun Tol Langit.
Istilah Tol Langit ini menggambarkan sebuah sambungan bebas hambatan berupa sinyal internet yang dapat menghubungkan seluruh daerah di Indonesia tanpa terkecuali.
Hal ini dapat diwujudkan dengan membangun jaringan backbone nasional dan satelit multifungsi berteknologi tinggi (High Throughput Satelite).
Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Latif menjelaskan bahwa, kehadiran Tol Langit sangat dibutuhkan mengingat masih adanya kesenjangan digital di Indonesia, di mana hampir di seluruh wilayah masih terdapat masyarakat yang belum mendapatkan akses internet.
Tercatat pengguna internet aktif pada tahun 2019—2020 baru 73,7% dari seluruh total penduduk Indonesia, dengan tingkat penetrasi tertinggi di Pulau Jawa dan Sumatera. Target pemerintah setidaknya sebanyak 92,6% dari total penduduk merupakan pengguna internet aktif.
“Tol Langit seperti jalan tol bebas hambatan. Jaringan internet di pedalaman yang sebelumnya hanya terwujud oleh satelit kini digantikan oleh fiber optic sehingga internet bisa lebih cepat seperti di kota besar,” jelasnya lebih lanjut, Selasa (14/9).
Salah satu cara mewujudkan Tol Langit dengan membangun infrastruktur telekomunikasi backbone yang menghubungkan antarkota/kabupaten melalui jaringan serat optik Palapa Ring serta infrastruktur middle mile berupa satelit, serat optik, dan microwave link sebagai penghubung hingga ke wilayah kecamatan.
BAKTI berencana membangun fiber optic Palapa Ring Integrasi di tahun 2022—2023 dengan total 12.803 km dalam 2 fase pembangunan, fase 1 (2022) sepanjang 5.226 km dan fase 2 (2023) sepanjang 6.857 km. Dari total fiber optic yang akan dibangun, 8.203 km akan digelar di daratan, 3.880 km di laut, dan sisanya berupa microwave link.
Jaringan ini akan mengitegraskan 3 paket Palapa Ring yang sudah terbangun, yakni Palapa Ring Barat, Tengah dan Timur sehingga saling terhubung.
Program pembagunan Palapa Ring Integrasi yang menelan biaya hingga 8 triliun Ini akan menjadi bagian utama dari Tol Langit Nasional.
Tujuannya untuk memperkuat jaringan yang sudah ada dan menjadi backup bila di satu wilayah jaringannya terputus, sehingga pemanfaatan internet akan lebih maksimal. Sumber pendanaan program rencananya didapat dari kerjasama pemerintah dan pihak swasta.
Jaringan Palapa Ring yang saat ini sudah terbangun di wilayah Barat, Tengah dan Timur pun dalam prakteknya tidak mudah untuk dikerjakan. Banyak kendala lapangan yang dihadapi oleh BAKTI dan para mitra kerjanya. Umumnya tantangan hadir dari faktor geografis, sosial dan administratif.
Hal ini juga diungkapkan oleh Presiden Direktur Moratelindo, Galumbang Menak, salah satu mitra kerja BAKTI yang dipercaya untuk membangun jaringan Palapa Ring wilayah Barat dan Timur.
Kondisi geografis Indonesia yang memiliki pegunungan tinggi memberi tantangan yang luar biasa, khususnya di wilayah Papua yang gunung-gunungnya bisa mencapai lebih dari 4000 m di atas permukaan laut.
Lokasi yang hanya bisa diakses dengan helicopter ini juga menghambat kinerja para pekerja lapangan, karena suhu udara dan kadar oksigen yang rendah.
Kendala tidak hanya di masalah teknologi, namun juga dari sisi keamanan. Penyerangan dan pengerusakan bisa terjadi kapan saja dari kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua.
Dalam hal ini Moratelindo harus terus berkoordinasi dengan pihak TNI untuk menjamin keselamatan karyawannya.
“Membangun Palapa Ring tidak hanya mengorbankan keringat dan memakan biaya yang besar, tapi juga harus berkorban nyawa. Sudah banyak korban, baik dari karyawan, kontraktor, maupun aparat TNI yang gugur demi mewujudkan internet di pelosok negeri, khususnya di wilayah Indonesia Timur,” ungkap Galumbang.
Untuk mengubah wajah dan pola hidup masyarakat di daerah 3T lewat kehadiran internet sangat tidak mudah. Peran serta berbagai pihak sangat dibutuhkan.
Bukan hanya pemerintah pusat yang bergerak maju bersama dengan mitra-mitranya, aparat keamanan TNI dan Polri yang mengawal program ini supaya berjalan aman, namun juga peran pemerintah daerah yang juga harus proaktif memberi akses kemudahan lewat berbagai perizinan yang dibutuhkan.
Harapannya, ke depan tidak terjadi lagi perizinan yang berbelit hingga membutuhkan 29 izin hanya untuk membangun jaringan fiber optic sepanjang 60—70 km.
Semoga cukup satu perizinn sudah bisa memberi akses untuk melaksanakan pekerjaan, sehingga program-program pemerintah dapat berjalan dengan lebih cepat dan hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. (Red).