BANDUNG – Ekpos.Com >> Komitmen Wali Kota Bandung, Oded M. Danial dalam mewujudkan visi Bandung Agamis terus dilakukan dengan membuat program bernuansa keagamaan, Oded meluncurkan program Gerakan Urang Nulisan Alquran (Geulisan).
Sebagai penanda mengawali program Geulisan, peserta yang berpartisipasi yakni anak-anak penyintas thalassemia. Acara ini juga diikuti oleh kaum disabilitas, dan para pemuda hijah yang tergabung di komunitas Tingweh.
Oded menuturkan, peserta pada gerakan awal ini sengaja mengajak komunitas yang cukup minoritas. Dia ingin menyampaikan pesan bahwa tentang semangat solidaritas sesuai dengan tagline Hari Jadi ke-211 Kota Bandung (HJKB), “Bandung Harmoni Tuntaskan Pandemi”.
“Ini dalam rangka ulang tahun Kota Bandung, kita ingin lebih mengajak masyarakat membangun harmoni dan kebersamaan. Banyak program lain juga rangkaian HJKB ini agar kita bisa membuat warga Bandung semakin solid,” ucap Oded saat Geulisan di SEMO, Jalan Riau, Rabu, (22/9/2021).
Lewat Geulisan ini, para peserta diajak untuk menebalkan tulisan Arab dari cetakan Alquran yang dibuat samar. Masing-masing peserta dibagi tugas untuk menebalkan ayat Alquran dari surat yang berbeda-beda.
Oded mengatakan, program Geulisan bukan hanya sebatas gebrakan menjalang peringatan HJKB saja. Namun, bakal menjadi gerakan berkesinambungan guna mewujudkan visi Bandung Agamis, khususnya bagi pemeluk agama islam .
“Saya berharap ini menjadi sebuah gerakan yang bisa membantu mencintai Alquran. Tadi di sini dimulai dengan ana-anak thalasemia, ada pemuda hijarah, ada disabilitas. Besok insyaallah dengan para camat. Jadi nanti geulisan ini per kecamatan nulis 1 juz,” ujarnya.
Oded berharap, Geulisan bukan hanya sekadar belajar menulis, tetapi turut mengkaji sisi spriritualitas yang terkandung dalam Alquran.
“Dinamika kehidupan itu macam-macam, ada yang mendapatkan ujian selalu menyenangkan ada pula yang sebaliknya. Jangan merasa berkecil hati. Justru ini bagian dari kecintaan Allah,” terangnya.
Begitupun kepada para pemuda hijrah, Oded turut memberikan suntikan motivasi. Dia menyatakan, tidak ada kata terlambat untuk belajar, tanpa terkecuali dalam konteks menekuni ilmu agama guna memperbaiki kehidupan.
“Hatur nuhun luar biasa ‘surprise’ sekali hari ini. Akang-akang ini walaupun bertato tapi sudah menyatakan berhijrah. Mudah-mudahan menjadi sebuah model seperti halnya zaman dahulu sahabat Umar bin Khatab,” ungkapnya.
Secara pribadi, Oded mengundang para pemuda hijrah tersebut untuk datang ke Pendopo Kota Bandung untuk bersama-sama berdiskusi masalah keagamaan.
“’Tong keueung, bingung ieu tato kumaha’, insyaallah Allah itu maha pengampun. Sekali-kali ayo datang ke pendopo kita ngaji bareng Mang Oded,” imbuhnya.
Antusiasme para peserta Geulisan ini ditunjukan dengan keseiusan para peserta dalam menebalkan ayat Alquran. Bahkan, Opet salah seorang pemuda hiijrah pun turut membacakan ayat yang ditulisnya.
Opet, anggota komunitas pemuda hijrah Tingweh mengaku sangat terarik ketika diajak untuk mengikuti Geulisan. Pria yang dua tahun terakhir memperdalam ilmu agama ini bahkan ingin turut mengajak teman-temannya yang lain untuk bergabung.
“Biar bacanya lebih bisa dan lebih detail tulisnya. Buat ke teman-teman kami, jangan takut buat belajar baca Quran. Tidak ada kata telat,” kata Opet.
Sementara dari pihak penyelanggara, Ujang Koswara atau yang akrab disapa Uko, sebagai kolaborator Pemkot Bandung untuk program Geulisan ini mengaku, menangkap semangat yang sama dengan semangat yang digelorakan kepemimpinan Oded dan Yana Mulyana dalam menciptakan Bandung Agamis.
Uko, panggilannya, juga menilai, di tengah pandemi Covid-19 ini perlu semangat bersama untuk kembali membangkitkan sendi kehidupan baik secara sosial maupun ekonomi. Salah satunya melalui Geulisan yang memakai pendekatan secara spiritualitas.
“Pertama, dampak pandemi semakin panjang dan masyarakat sudah ‘aral’. Jadi itu harus dibuka dengan ada nuansa baru tentang pesan moral. Akhirnya pendekatannya adalah religi,” ucap Uko.
Uko mengungkapkan, para peserta dari penyintas thalassemia justru yang meminta untuk ikut berpartsipasi dalam Geulisan. Begitupun dari para pemuda hijrah yang ingin turut berbagi semangat dalam belajar tentang alquran.
“Mereka punya keterbatasan. Kebayang yang ditato itu kapan ngajinya? Tapi dengan menulis seperti ini beberapa kali, mereka bisa ikut ngaji juga,” katanya.
“Ini juga bukti bahwa orang bisa membaca dan menulis Alquran bukan karena pelajaran tapi soal niat. Anak-anak dengan keterbatasan masih bisa nulis,” katanya.**