BANDUNG, Ekpos.Com — Praktik rentenir hingga saat ini paling marak ditemui di pasar-pasar tradisional di Kota Bandung. Mereka menyasar pedagang kecil hingga akhirnya banyak pedagang yang terlilit utang.
Hal itu diungkapkan Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana saat membuka acara Focus Group Discusion ‘Strategi Peningkatan Ekonomi Masyarakat Melalui Peran Satgas Anti Rentenir Kota Bandung di Hotel Savoy Homann, Rabu (6/10/2021).
Menurutnya, saat ini rentenir sudah semakin canggih dan mereka mampu beradaptasi dengan zaman. Mulai dari berpura-pura membuka koperasi simpan pinjam padahal isinya praktik rentenir. Termasuk memanfaatkan teknologi digital atau kerap disebut pinjaman online (pinjol).
“Kita harus bergerak lebih cepat dari rentenir, melalui FGD ini diharapkan bisa menghasilkan strategi-strategi untuk mengatasi praktek rentenir, sehingga Kota Bandung bisa menjadi kota yang bersih dari rentenir” tuturnya.
Sebagai langkah pertama, Yana meminta Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) Kota Bandung mempersempit ruang rentenir. Salah satunya dengan menghidupkan kembali koperasi-koperasi simpan pinjam.
“Kita juga harus mendekatkan Bank Bandung dan aktif mempromosikan program kepada masyarakat seperti program pinjaman modal usaha,” pintanya.
“Ini bisa menjadi alternatif masyarakat dan lambat laun meninggalkan rentenir,” harap Yana.
Yana mengingatkan agar memberi kemudahan proses pinjaman. Karena sejatinya rentenir memberi kemudahan dalam proses pinjaman. Hal itulah yang membuat masyarakat akhirnya terjebak.
“Rentenir bisa menagih setiap hari, dan bagi pedagang kalau dia ditagih sekaligus sebulan Rp100.000 rasanya mahal, tapi kalau sehari Rp5000 dia mampu. Padahal jadinya Rp150.0000 (sebulan),” tuturnya.
“Jadi kuncinya, bagaimana kita bisa mengolektif tagihan per hari dan kemudahan proses pinjaman,” tambahnya.
Kepala Dinas KUKM Kota Bandung, Atet Dedi Handiman mengungkapkan, sejak pandemi Covid-19 terjadi kenaikan pengaduan yang didominasi korban pinjaman online.
Sebagian besar dari mereka terpaksa meminjam karena untuk membuka usaha dan biaya hidup sehari-hari.
“Ada kenaikan pengaduan sebanyak 34 persen. Latar belakangnya karena untuk membuka usaham biaya hidup, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain,” terangnya.
“Tindak lanjut dari pengaduan dilakukan mediasi dan advokasi, penyelesaian mandiri dan kemitraan,” imbuhnya.
Atet mengakui, pandemi covid-19 telah berdampak terhadap perekonomian masyarakat termasuk para pedagang kecil.
“Sehingga ada beberapa masyarakat yang memilih jalan pintas, salah satunya dengan meminjam ke rentenir dan pinjaman online,” tuturnya.