JAKARTA, Ekpos.Com >> Marak dan viralnya pemberitaan di media massa maupun serta percakapan di sosial media, terkait dugaan penyalahgunaan anggaran dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan membuat lembaga kemanusiaan global Aksi Cepat Tanggap (ACT)ini sedikit gerah.
Presiden ACT Ibnu Khajar, menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Ia pun menyampaikan, sebagai sebuah lembaga kemanusiaan global, dengan kiprah di 47 negara dan sepanjang tahun 2020 telah melakukan 281000 aksi, ACT merasa perlu untuk memberikan beberapa pernyataan sebagai bentuk klarifikasi.
Dikatakanya, menghadapi dinamika lembaga serta situasi sosial ekonomi paska pandemi, sejak Januari 2022, ACT telah melakukan restrukturisasi organisasi.
“Selain melakukan penggantian Ketua Pembina ACT, dengan 78 cabang di Indonesia, serta 3 representative di Turki, Palestina dan Jepang, ACT melakukan banyak perombakan kebijakan internal. Ini penting dilakukan, untuk mendorong laju pertumbuhan organisasi,”jelas Ibnu Khajar dalam sesi konferensi pers di kantor ACT di Menara 165, Jakarta Selatan pada Senin (04/07/2022).
“Sejak 11 Januari 2022 tercipta kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi lembaga. Dengan masukan dari seluruh cabang, kami melakukan evaluasi secara mendasar,” ujarnya.
Ibnu menegaskan bahwa sejak 11 Januari 2022, sudah dilakukan penataan dan restrukturisasi lembaga. Restrukturisasi termasuk manajemen, fasilitas dan budaya kerja. Pergantian managemen ini merupakan titik balik momentum perbaikan organisasi dengan peningkatan kinerja dan produktifitas.
“SDM kita saat ini juga dalam kondisi terbaik, tetap fokus dalam pemenuhan amanah yang diberikan ke lembaga. Kita juga telah melakukan penurunan jumlah karyawan untuk peningkatan produktifitas. Pada 2021 lalu, jumlah karyawan kita 1688 orang, sementara Juli 2022, telah dikurangi menjadi 1128 orang,” terang Ibnu.
Ibnu juga mengatakan, restrukturisasi yang terjadi juga berupa penyesuaian masa jabatan pengurus menjadi tiga tahun, dan pembina menjadi empat tahun.
Selain itu, sistem kepemimpinan akan diubah menjadi bersifat kolektif kolegial, yakni melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam mengeluarkan kebijakan melalui mekanisme musyawarah untuk mencapai mufakat.
“Mekanisme ini akan diawasi secara ketat oleh Dewan Syariah yang telah dibentuk ACT,”tukasnya.
Terkait fasilitas yang didapatkan, Ibnu menegaskan sudah ada penyesuaian sejak restrukturisasi Januari lalu. Seluruh fasilitas kendaraan Dewan Presidium ACT adalah INNOVA. Kendaraan tersebut pun tidak melekat pada pribadi, melainkan juga bisa digunakan untuk keperluan operasional tim ACT.
“Sebelumnya, rata-rata biaya operasional termasuk gaji para pimpinan pada tahun 2017 hingga 2021, adalah 13,7 persen. Rasionalisasi pun kami lakukan untuk sejak Januari 2022 lalu. Insyaallah, target kita adalah dana operasional yang bersumber dari donasi adalah sebesar 0 persen pada 2025. Namun tentu perlu ikhtiar dari masyarakat sehingga bisa melakukan distribusi bantuan sebaik-baiknya,” kata Ibnu.
Untuk diketahui, ACT merupakan lembaga kemanusiaan global yang telah mendapat izin resmi dari Kementerian Sosial RI.
ACT juga memiliki predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) termasuk dalam Opini tata kelola keuangan terbaik yang diberikan oleh auditor Kantor Akuntan Publik (KAP) dari Kementerian Keuangan. Pada tahun 2020, ACT secara total menerima 519 miliar Rupiah dan telah disalurkan ke sekitar 281.000 aksi kemanusiaan. Lewat aksi tersebut, 8,5 juta warga telah menjadi penerima manfaat dalam berbagai program kemanusiaan yang dijalankan ACT.
“Semua permasalahan yang sebelumnya terjadi pada tubuh lembaga, telah diselesaikan sejak Januari 2022 lalu, dan saat ini kami telah berbenah untuk mengoptimalkan penyaluran kedermawanan ke para penerima manfaat,” pungkas Ibnu.
Untuk diketahui, seperti dikutip dari Tempo.co dugaan penyalah gunaan dana yang dilakukan oleh para petiggi ACT ini bermula adanya aliran dana dari PT Hydro milik ACT untuk pembelian beberapa rumah dan mobil untuk keperluan pendiri ACT Ahyudin, sejak 31 Januari hingga Oktober 2019, tercatat ada sepuluh kali transfer dengan nilai Rp 2,86 miliar.
Selain penyelewengan juga terjadi di beberapa daerah, salahsatunya pada program Lumbung Ternak Wakaf di Blora, Jawa Tengah, yang dikelola Global Wakaf Corporation yang terafiliasi dengan ACT.
Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui sistem peternakan berbasis wakaf. Namun diduga ada penggelapan yang dilakukan oleh Global Wakaf karena jumlah kambing yang dilaporkan tidak sesuai dengan kenyataan. Sehingga mengakibatkan melayangnya dana miliaran rupiah.
Selain itu, dugaan penyelewengan dana juga terjadi pada proyek pembangunan sekolah yang dananya bersumber dari Boeing sebagai konpensasi para korban yang mengalami kecelakaan pesawat Lion Air nomor penerbangan JT-610 yang jatuh pada 29 Oktober 2018.
ACT mendapat dana sekitar Rp 135 miliar dari Boeing untuk membangun 91 sekolah. Pembangunan sekolah itu merupakan bagian dari kompensasi Boeing kepada keluarga korban kecelakaan pesawat.
Lokasi pembangunan sekolah ditentukan oleh keluarga korban. Namun sebagian duit Boeing tersebut diduga digunakan untuk menutup pembiayaan program Aksi Cepat Tanggap lainnya sehingga pembangunan sekolah sempat tersendat.**