Oleh: A.Rusdiana
Tak terasa kita telah memasuki bulan Sya’ban. Bulan yang penuh keberkahan dan kebaikan. Bahkan, bulan ini menjadi kesempatan terbaik untuk mematangkan persiapan demi menyambut bulan suci Ramadhan. Pertanyaan dari jamaah sekalian mungkin tak jauh dari seputar apa yang harus kita persiapkan dan bagaimana kita mempersiapkannya? Lantas apa yang harus kita persiapkan di bulan Sya’ban ini dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadhan yang paling utama adalah keimanan, kesehatan, dan perbekalan. Keimanan harus kita mantapkan dari sekarang, sebab perintah puasa maknanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman, sebagaimana yang masyhur dalam Al-Quran:
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa,” (QS. Al-Baqarah [2]: 183).
Kemudian, kesehatan juga mesti kita jaga dari sekarang mengingat ibadah Ramadhan, khususnya ibadah puasa, termasuk ibadah ruhaniyah sekaligus ibadah jasmaniyah yang membutuhkan kesehatan yang prima, baik kesehatan jasmani maupun kesehatan ruhani, fisik maupun psikis. Tak heran, dalam literatur fiqih, kita jumpai kesehatan sebagai salah satu syarat wajib ibadah puasa. Artinya, jika sakit kita boleh tidak berpuasa, namun tetap berkewajiban meng-qadha di lain hari. Terakhir, yang perlu kita persiapkan di bulan Sya’ban dalam menyambut bulan Ramadhan adalah perbekalan. Tak bisa dipungkiri jika kita bekerja mencari nafkah, sambil berpuasa, mungkin saja sedikit terganggu. Terlebih, etos atau semangat kerja di bulan Ramadhan sedikit berkurang. Maka tidak ada salahnya, kita mempersiapkan perbekalan itu dari sekarang. Insya Allah, dengan begitu, ibadah Ramadhan kita akan lebih fokus dan maksimal.
Namun, di antara tiga hal tadi yang lebih utama kita persiapkan di bulan Sya’ban ini adalah keimanan dan ketauhidan kepada Allah. Sebab, pada praktiknya, kekurangsiapan dalam dua hal, yaitu kesehatan dan perbekalan, akan terkalahkan oleh kekuatan iman. Contoh kecil, walau badan kurang begitu sehat dan perbekalan kurang begitu memadai, tetapi keimanan sangat kuat, maka kita akan tetap istiqamah menjalankan ibadah Ramadhan. Makanya tak berlebihan jika dalam kesempatan yang singkat ini, khatib mengetengahkan bagaimana cara memperkuat keimanan di bulan Syaban ini. Dalam kaitan ini, kita tentu bisa melacak bagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW, antara lain adalah:
Pertama, bertobat dan membersihkan diri. Layaknya kita akan kedatangan tamu agung nan terhormat, maka hendaknya kita berbenah dan menjaga kebersihan. Begitu pun saat akan kedatangan bulan Ramadhan yang mulia. Sepantasnya kita membersihkan diri, lahir dan batin. Termasuk membersihkan diri dari berbagai dosa dan segala yang mengotori hati. As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki dalam kitab Ma Dza fi Sya’ban, hal. 57, menyebutkan salah satu bentuk tobat dan membersihkan diri adalah membaca istighfar, terutama pada malam nisfu Sya’ban, malam istimewa bagi para pencari rahmat dan ampunan. Menurutnya, istigfar tak hanya sekadar membersihkan diri, tetapi juga menjadi penarik rezeki dan penghapus kesulitan. Hal itu seperti yang diungkap Rasulullah SAW:
Artinya, “Siapa saja yang membiasakan istigfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar atas segala kesempitannya, memberikan kelapangan atas segala kesusahannya, serta memberinya rezeki dari jalan yang tak disangka-sangka,” (HR. Abu Dawud).
Kedua, memperbanyak puasa sunnah. Amalan ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW, sebagaimana yang pernah dikisahkan oleh Sayyidah ‘Aisyah dimana beliau senantiasa berpuasa hingga dikira tidak berbuka. Dan Sayyidah ‘Aisyah tidak melihat beliau lebih banyak berpuasa sunnah dalam satu bulan kecuali di bulan Sya’ban. Demikian sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Tatkala ditanya, “Puasa apakah yang paling utama setelah Ramadhan?” Beliau menjawab:
Artinya, “(Puasa) Sya’ban demi mengagungkan Ramadhan,” (HR. At-Tirmidzi). Dan alasan yang cukup krusial mengapa Rasulullah memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban adalah diangkatnya atau dilaporkannya amal kepada Allah. Hal itu seperti yang disabdakannya secara langsung
Artinya, “Ini adalah bulan yang banyak dilalaikan oleh orang-orang. Padahal bulan ini berada di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan di mana amal-amalan manusia diangkat kepada Allah. Dan aku ingin, tidaklah amalku diangkat kecuali sedang berpuasa,” (HR. An-Nasa’i).
Ketiga, mendekatkan diri pada Allah dan mengingat kematian; Tak begitu banyak yang tahu bahwa pada bulan Sya’ban Allah menetapkan umur hamba. Maksudnya, pada bulan itu Allah menentukan siapa saja yang akan wafat pada tahun tersebut. Adapun salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah, seperti yang dicontohkan Rasulullah, adalah berpuasa. Demikian sebagaimana hadits riwayat Abu Ya’la:
Artinya, “Sesungguhnya, Allah swt. mencatat setiap jiwa yang akan meninggal pada tahun itu, maka aku ingin ajalku datang dalam keadaan berpuasa,” (HR. Abu Ya’la).
Bisa juga dengan cara memperbanyak shalawat kepada Nabi SAW. Amalan ini sangat berdasar mengingat pada bulan Sya’ban menurut sejarahnya ayat perintah shalawat diturunkan, sebagaimana yang sudah kita hafal bersama. Dan masih banyak lagi amalan lainnya yang diyakini mampu membawa kita lebih dekat kepada Allah, seperti berdzikir, membaca Al-Quran, bangun malam, bersedekah, serta berdoa memohon kebaikan dan panjang umur sehingga usia kita disampaikan kepada bulan Ramadhan.
*Artikel merupakan esensi khutbah Jumat,07 Februari 2025
* Penulis adalah gubes, tutor manajemen pendidikan,pembina YPI Al- Misbah Kota Bandung- Tresna Bhakti Kab.Ciamis.