Damai Hari Lubis (Pengamat KUHP (Kebijakan Umum hukum dan Politik)
JAKARTA || Ekpos.com – Para pejuang yang intens memberikan perlawanan kepada Jokowi si “Raja Bohong”, banyak memberikan masukan kepada TPUA/Tim Pembela Ulama dan Aktivis) sebagai wujud antisipasi terhadap pelaksaan teori konspirasi politik (praktik kejahatan).
Diantara civitas aktivis menyampaikan masukan kira-kira isinya mengandung saran agar TPUA “waspada (prudential principle)”:
“Banyak yang harus di ambil dan di cocokkan di UGM, 1 jam yang diminta UGM adalah cara mengelabui data. Sehingga jangan sampai kunjungan team ke UGM justru jadi senjata untuk jkw dan UGM. Karena mereka akan kasih akses hanya persoalan yang tidak menyelesaikan masalah.
Lalu sebagian mereka (UGM) dari para kurcaci jalang khususnya yang menjadi kaki tangan ‘kontra perubahan’ akan berusaha manipulasi melalui pers/ para jurnalis sakit (sick journalist) karena faktor hedonism, dengan materi beberapa statemen yang narasinya menyatakan, ‘bahwa setelah team datang ke UGM maka itu hasil maksimal. Dan kasus wajib di tutup’. Hal ini yang harus di antisipasi oleh kawan kawan dari TPUA yang akan menjambangi UGM”.
Oleh karenanya masukan prudensi tersebut pastinya TPUA melalui Kami selaku Ketua Koordinator TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis) langsung apresiasi, meyakinkan mereka agar tak gusar, dengan tanggapan singkat dan tak berlebihan, ‘terima kasih’, karena kami kenal penyaran sosok yang care, merupakan sahabat dari kelompok pergerakan para pejuang pelawan kejahatan yang dilakuan dengan pola STM oleh rezim Jokowi. Dan tentunya agar mereka tak gusar, serta tetap konsisten mensuport TPUA dengan kehadiran dan doa. Karena ‘do’a merupakan senjata tak ternilai’.
Maka, pada kesempatan ini, kami perlu publis, terkait persolan kunjungan kami TPUA ke UGM sejatinya adalah sebuah implementasi kunjungan biasa yang prinsipnya merujuk terkait perintah konstitusi, khususnya menyangkut Peran Serta Masyarakat dan tak dapat dielepaskan dari hak-hak Kebebasan Masyarakat bangsa (setiap WNI) untuk Menyampaikan Pendapat, sebagai alat kontrol publik terhadap pejabat publik atau tokoh publik sehubungan akibat dari kinerja dan perilakunya saat menjadi pejabat publik atau penyelenggara negara, maka dua hal ini yang menjadi dasar atau hak moral dan hak hukum kami TPUA selain dan semata sebagai representatif kepentingan masyarakat bangsa ini yang berbasis menolak pembohongan publik yang luar biasa (extra ordinary) oleh sosok seorang yang bernama Jokowi (eks penyelenggara negara).
Maka kami (TPUA) dalam kerangka kunjungan hak hukum, tidak ‘mencari musuh’ justru secara materil semata urgensional dan demi historis bangsa ini dan fungsi dan tujuan kepastian hukum (legality) terhadap kepemimpinan Negara Republik Indonesia oleh eks presiden yang bernama Jokowi yang mengandung cacat hukum, karena diduga kuat publik bahwa _JOKOWI MENJADI PRESIDEN MENGGUNAKAN IJAZAH PALSU,_ sehingga subtansial, tidak hanya kebutuhan TPUA terhadap materi agenda kedatangan kami besok ke UGM (15 April 2025) dan Ke Solo (16 April 2025).
Selanjutnya, Penulis (Kordinator TPUA) menyampaikan kepada teman aktivis, “Maka bantuan datang, Insya Allah dari Mas Roy dan Bang Rismon.
Memang kami pada dasarnya khawatir mereka akan menunjukan data by komputerisasi. Ini memang hak mereka, (UGM), namun anomali ? Kenapa anomali ? Kedua temuan hasil IT dari kedua pakar IT (Dr. roy dan Dr. Rismon, Mereka bantah dengan debat kusir (tidak apel ke apel).
Namun nanti giliran kepada masyarakat lawyer yang mereka yakin tidak pahami atau gaptek didunia digitalisasi. Mereka UGM memberikan informasi menggunakan IT?”
Adapun selebihnya dalil argumentasi penulis sebagai tanggapan positif sang rekan aktivis dimaksud, dilatarbelakangi sejarah metode yang digunakan UGM, sehingga kami khawatirkan UGM saat ini, mash berpola pikir dan bertingkah laku, mirip dikala rezim Jokowi berkuasa, yang kami indikasikan politik kekuasaannya “serasa pro kubilai khan vs Singosari”. ***