REFLEKSI HARI AYAH se-DUNIA 2022, Benarkah Ada Keengganan Ayah tentang Tanggung Jawab dalam Keayahannya? Simak Uraiannya…

Oleh: Ahmad Rusdiana

Peringatan Hari Ayah atau Hari Ayah Sedunia jatuh pada tanggal 19 Juni 22. Setiap tahunnya diperingati diseluruh Negara, hal itu ditujukan untuk menghormati bapak dan kontribusi ayah dalam masyarakat, baik ayah kandung, ayah tiri, angkat, ayah, dan buyut. Namun, tanggal perayaan Hari Ayah bisa berbeda-beda di berbagai negara di belahan dunia. Meski diperingati di tanggal yang berbeda, di Indonesia 12 November, ditetapkan sebagai Hari Ayah Nasional. Apapun perbedaannya namun makna dari Hari Ayah tetap sama. (baca: Bagaiman Peran Ayah beritadisdik).

Pertanyaan kemudian, Keengganan Ayah untuk Mengambil Tanggung Jawab Keayahannya? (Elia,2000) Jika mengamati dari pengamatan terhadap keluarga-keluarga di Indonesia umumnya memberikan petunjuk yang jelas bahwa mendidik anak dan perawatan menjadi urusan ibu. Majalah maupun buku yang membahas mengenai pendidikan sebagian besar ditujukan pada kaum ibu. Bahkan secara ilmiah-ilmiah pun ayah tidak masuk hitungan dalam pengasuhan anak, terbukti dari sedikitnya ilmiah kajian atau yang membahas mengenai peran ayah dalam penelitian anak (Irwanto 1996).

Sebagai gambaran mengenai perhatian kecilnya terhadap peran ayah dalam keluarga dapat dikutip di sini hasil dari suatu survei kecil yang cukup menarik yang pernah diadakan oleh Majalah Ayahbunda 1995 sebagai berikut:

  • 61% responden menyatakan bahwa ayah sebaiknya menjadi pencari nafkah utama;
  • 62% responden menyatakan bahwa ayah hanya terlibat dalam urusan rumah tangga kalau terpaksa;
  • 33% responden menyatakan bahwa ayah tidak perlu meluangkan waktu setiap hari untuk anak.

perhatian dan waktu yang sangat kurang dari para ayah menunjukkan bahwa ayah sekarang ini kehilangan secara signifikan dalam mendidik anak.

Pada dasarnya pekerjaan mendidik anak adalah pekerjaan yang kurang memberikan ganjaran positif ( menghargai ) karena hasilnya tidak dapat dinikmati secara langsung. Mendidik anak juga melelahkan, makan waktu dan tidak keuntungan finansial. Selain itu, mendidik anak juga jauh dari publikasi dan kemahsyuran. Tidaklah heran bahwa para ayah umumnya akan menghindar dari pekerjaan ini.

Bila dirunut ke belakang, kebanyakan pria yang saat ini menjadi ayah memiliki konsep mengenai pendidikan anak yang tertanam sejak mereka kecil. Konsep ini antara lain diperoleh dari cara anggota keluarga memperlakukan ayah dan bagaimana ayah meminta anggota keluarga memperlakukan dirinya. Ayah umumnya bertanggung jawab di luar rumah untuk mencari nafkah. Sebaliknya, ayah akan diperlakukan istimewa dan dilayani oleh isteri serta anak-anak di rumah. Perkataan dan perintah ayah tidak boleh banyak diganggu-gugat.

Secara gamblang Arief Budiman (1995), menyatakan bahwa:

Pertama: Laki-laki (ayah) di Indonesia umumnya bekerja di sektor publik dan wanita di sektor domestik. Hal ini berarti bahwa pekerjaan rumah tangga termasuk mendidik anak, bagi sebagian besar keluarga di Indonesia dibebankan pada pundak ibu.

Kedua: Pembagian kerja seperti ini adil karena hanya menguntungkan pria. Wanita terpaksa harus menerima pekerjaan yang tidak memiliki keuntungan materi. Kalau pun harus bekerja, wanita harus puas dengan gaji yang lebih kecil dan jabatan yang umumnya lebih rendah dari pria.

Ketiga: Karena itu, secara konsisten Arief menyarankan agar wanita lebih banyak bekerja di luar rumah, sedangkan pria harus lebih banyak membantu pekerjaan di rumah tangga.

Setuju atau tidak dengan saran Arief Budiman bahwa wanita harus lebih banyak bekerja di luar rumah untuk mendapat upah. demikian, saya sangat setuju dengan saran agar pria harus lebih banyak membantu pekerjaan di dalam rumah tangga.

(Wallhu A’lam Bishowab)

PROF. DR. H. A. RUSDIANA, DRS., MM.

Lahir di Puhun Ciamis, tanggal 21 April 1961, merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara pasangan Bapak Sukarta (Alm), dengan Ibu Junirah. Sejak kecil mengikuti orang tua di Dusun Puhun Desa Cinyasag Kec. Panawangan Kab. Ciamis. Tamat Sekolah Dasar di SD Cinyasag I, tahun 1975. Madrasah Tsanawiyah di Panawangan Ciamis lulus tahun 1979, Madrasah Aliyah Bandung lulus 1982, S-1, Jurusan Dakwah Fakutas Ushuluddin IAIN Sunan Gunung Djati Bandung tahun 1987, S-2 Magister Manajemen Institut Manajemen Indonesia Jakarta lulus tahun 2002. dan menyelesaikan S-3 Program Pascasarjana Manajemen Pendidikan Universitas Islam Nusantara Bandung, lulus tahun 2012, dengan Disertasi “Implentasi Kebijakan WASDALBIN Menuju Akuntabilitas Perguruan Tinggi. Sesuai dengan moto hidupnya “belajar dan mengabdi”, Ia mengabdi sebagai Dosen Manajemen Pendidikan pada Fak. Tarbiyah dan Keguruan dan Pascasarjana UIN Bandung. Pangkat Lektor Kepala Golongan IV/c. TMT April 2019. Jabatan Guru Besar Ilmu Manajemen Pendidikan pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung. Sejak 27 September 2021. Baca Juga: https://www.yudidarma.id/2021/09/sosok-prof-dr-ha-rusdiana-mm-guru-besar.html*** Ry

 

Total
0
Shares
Previous Article

Kunjungi Jawa Timur, Kasad Ziarah Makam Ulama Pendiri NU Hingga Buka Liga Santri

Next Article

Peduli Cagar Budaya Cikal Bakal NU, Kasad Setujui Usulan Pemkab Sidoarjo

Related Posts